Manfaat Racun Kalajengking untuk Menangkis Malaria | OTC Digest
racun_kalajengking_malaria

Manfaat Racun Kalajengking untuk Menangkis Malaria

Masuk akal bila racun kalajengking menjadi komoditas paling mahal di dunia. Manfaatnya untuk kesehatan begitu banyak, dan untuk mendapatkannya sangat sulit. Sekali semprot, seekor kalajengking hanya mengeluarkan 5-50 mikroliter racun. Bayangkan berapa banyak yang dibutuhkan untuk mencapai satu liter, yang setara dengan satu juta mikroliter.

Di antara sekian banyak manfaat racun kalajengking, salah satu yang paling menarik untuk konteks Indonesia yakni manfaatnya untuk malaria, yang masih jadi endemis di beberapa daerah di Tanah Air. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi parasit Plasmodium dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles. Dari >100 spesies Plasmodium, ada lima yang diketahui menginfeksi manusia: P. falciparum, P. vivax, P. ovale, P. malariae, dan yang terbaru P. knowlesi.

Bin Gao, dkk (2010) melaporkan dua klon cDNA (DNA untai tunggal sintetik) dari kelenjar racun kalajengking Mesobuthus eupeus, yakni peptida yang disebut meucin-24 dan meucin-25. Kedua peptida ini secara selektif membunuh P. falciparum dalam intra eritrositik (saat parasit berkembang dalam sel darah merah), dan menghambat perkembangan P. berghei (malaria pada tikus). Menariknya, meucin-24 dan meucin-25 tidak membahayakan sel-sel manusia, menjadikannya potensial sebagai obat anti malaria.

Guillaume, dkk melaporkan bahwa Imperatoxin I, peptida yang berasal dari racun kalajengking Pandinus imperator, menunjukkan aktivitas Fosfolifase A2 yang menghambat perkembangan P. falciparum intra eritrositik. Kemungkinan, peptida ini berinteraksi dengan lipid membran eritrosit yang terinfeksi atau plasma asam lemak bebas, dan membebaskan produk lipid (peroksida) yang mematikan infeksi.

Baca juga: Racun Kalajengking dan Potensinya Melawan Kanker

Yang juga menjanjikan yakni penggunaan racun kalajengking memodifikasi nyamuk sebagai vektor tular malaria. Penelitian baru yang dilakukan olehpeneliti dari Universitas Maryland (Amerika Serikat) bersama kolega dari Burkina Faso, Tiongkok, dan Australia, menemukan potensi pemanfaatan jamur yang ‘dipersenjatai’ dengan racun dari kalajengking dan laba-laba.

Dalam penelitian ini digunakan Metarhizium pingshanese, jamur pembunuh nyamuk yang terdapat di Tiongkok. Jamur ini secara spesifik menyerang nyamuk pembawa penyakit, termasuk Anopheles dan Ae. aegypti. Begitu spora jamur mengenai tubuh nyamuk, spora tersebut bertunas dan berpenetrasi ke dalam organ dalam nyamuk, dan membunuhnya dari dalam. Namun secara alami, diperlukan dosis besar dan waktu yang cukup lama bagi jamur ini untuk menghasilkan efek yang mematikan.

Untuk meningkatkan kemampuan jamur, para peneliti memodufikasi jamur dengan beberapa gen yang mengeluarkan neurotoksin, dari racun kalajengking dan laba-laba. Toksin-toksin tersebut bekerja dengan memblok kanal kalsium, kalium, dan/atau sodium yang dibutuhkan untuk transmisi impuls saraf, dan menumpulkan selera makan nyamuk.

Strain jamur yang dimodifikasi ini kemudian diuji coba ke nyamuk liar di Burkina Faso yang sudah resistan (tahan) dengan insektisida. Jamur yang dimodifikasi membunuh nyamuk dengan lebih cepat dan efisien ketimbang jamur yang biasa. Namun yang paling efektif yakni strain yang menggunakan kombinasi dua racun, yang berasal dari kalajengking gurun Afrika Utara Androctonus australis dan racun dari laba-laba Hadronyche versuta. Kedua racun ini sudah disetujui oleh Badan Perlindungan Lingkungan AS sebagai insektisida.

Makin menarik lagi, jamur yang sudah dimodifikasi ini tidak bisa bertahan dalam tubuh manusia, sehingga tidak membahayakan kesehatan. Penambahan gen toksik ke jamur Metarhizium menambah profil keamanannya: terjadi “switch” genetik, yang memastikan bahwa gen toksin hanya bisa diaktifkan di dalam darah serangga, sehingga jamur tidak akan melepaskan toksin ke lingkungan.

Meski toksin aktif dalam darah serangga, tapi aman bagi lebah madu dan serangga lainnya. Dalam penelitian, lebah local di Burkina Faso juga diinfeksi dengan jamur modifikasi. Setelah dua minggu, tidak ada lebah yang mati akibat jamur modifikasi.

Menginfeksi nyamuk seperti ini mirip dengan penggunaan bakteri Wolbachia pada Ae. aegypti yang dilakukan oleh Prof. Adi Utarini, M.Sc, MPH, Ph.D dan tim peneliti di Yogyakarta.

__________________________________

Ilustrasi: 41330 / Pixabay.com