masker buff dan scuba tidak disarankan, masker buatan sendiri

Kenapa Masker Buff dan Scuba Tidak Disarankan, Apa Kata Penelitian Tentang Masker Buatan Sendiri?

Sebelumnya ramai diberitakan masker scuba atau buff tidak disarankan sebagai pencegahan transmisi COVID-19. Masker bedah masih menjadi yang terbaik untuk dipakai harian. Selain itu sebagian masyarakat memutuskan untuk membuat masker sendiri. Penelitian mengungkapkan bahan yang paling baik untuk dipakai sebagai masker.  

Prof. Wiku Adisasmito, Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19  menyatakan bila masker scuba dan buff kurang efektif menangkal virus corona. "Masker scuba atau buff adalah masker dengan satu lapisan saja dan terlalu tipis sehingga kemungkinan untuk tembus lebih besar," katanya.

Ia juga menyebutkan, masker scuba biasanya mudah ditarik ke leher sehingga penggunaannya menjadi tak efektif sebagai pencegahan.

Demikian pula untuk masker buff berdasarkan riset dari Duke University di Carolina Utara, Amerika Serikat. Studi tersebut menyimpulkan bahwa buff tak efektif memblokir droplet atau tetesan pernapasan yang keluar dari mulut. Sehingga, saat orang berbicara dan droplet keluar dari mulut, risiko penularan penyakit tetap tinggi.

Bahkan, disebutkan bahwa orang menggunakan buff jauh lebih buruk dibandingkan orang yang tak memakai masker sama sekali. Menurut para peneliti, buff justru membuat droplet semakin berkembang biak di udara.

Penelitian masker buatan sendiri

Selain masker scuba dan buff, banyak dijumpai orang-orang yang menggunakan masker buatan sendiri. Penelitian mengungkapkan material apa yang sebaiknya dipakai sebagai masker buatan sendiri.

Berdasarkan penelitian di Universitas Cambridge, Inggris, bahan-bahan masker rumahan (dari kain kantong penyedot debu, serbet, katun campuran dan katun 100%) rata-rata hanya bisa menyaring virus 50%, dibandingkan masker bedah (80%).

Baca: Membuat Masker Sendiri Untuk Cegah COVID-19: Bahan Apa yang Paling Baik?

Anna Davies, dkk., menggunakan virus Bacteriophage MS2 yang berukuran 0,02 mikron (5 kali lebih kecil dari virus corona). Bila diurutkan kemampuannya memerangkap virus adalah sebagai berikut kantong penyedot  debu 86%, kain serbet 73%, katun campuran 70%, sarung bantal antibakteri 68%, kain linen 62%, sarung bantal biasa 57%, sutra 54%, kain katun murni 51% dan bahan scarf 49%.

Berdasarkan data tersebut kain serbet dan kantong penyedot debu menjadi material yang paling baik, tetapi peneliti tidak menganjurkan memakainnya sebagai bahan masker. Melainkan merekomendasikan sarung bantal biasa atau kain 100% katun.

Alasannya adalah kemampuan sirkulasinya untuk bernapas, yang berpengaruh pada seberapa lama kita betah memakai masker.

Berdasarkan kemampuanya menyaring partikel dan kemudahan sirkulasi udara, riset yang dipublikasikan dalam jurnal Disaster Medicine and Public Health Preparedness (2013) ini menyimpulkan kain katun 100% dan sarung bantal adalah pilihan terbaik untuk dibuat sebagai bahan masker. (jie)