Ini Dampak Stres terhadap Kesehatan Jantung dan Imunitas Tubuh

Ini Dampak Stres terhadap Kesehatan Jantung dan Imunitas Tubuh

Jangan sepelekan dampak stres terhadap kesehatan jantung kita. Terlebih di masa pandemi ini, di mana tingkat stres secara umum meningkat. Tak hanya mengancam kesehatan jantung, stres juga bisa menurunkan, bahkan menghancurkan imunitas tubuh.

Menurut Dr. dr. I gusti putu Suka Aryana, Sp.PD-KGer, sebagian besar perburukan pasien COVID di rumah sakit adalah karena stres, panik, dan tingkat kecemasan yang tinggi sehingga kekebalannya jauh menurun. “Akibatnya, virus mampu mengalahkan sistem kekebalan tubuh dan memenangkan pertempuran di tubuh pasien,” tuturnya.

Ia mengingatkan pentingnya untuk tetap rileks, serta mengelola stres dengan baik. “Cobalah untuk selalu berpikir positif, bersyukur, jangan stres, dan menjaga hubungan sosial sehingga kita bisa menikmati kehidupan kita,” ujar spesialis penyakit dalam konsultan geriatri yang praktik di RS Sanglah - Bali, dan di aplikasi Good Doctor ini.

Tidak lupa mengonsumsi nutrisi beragam seimbang, berolahraga sesuai dengan kondisi kesehatan, serta tetap menerapkan protokol kesehatan dan vaksinasi. “Vaksinasi sebagai salah satu upaya mengatasi pandemi COVID-19, juga upaya untuk menghilangkan sebuah penyakit dari muka bumi ini. Tidak ada seorang pun yang aman sampai setiap orang aman,” tuturnya, dalam webinar #goodhealthgoodknowledge yang diselenggarakan oleh Good Doctor.

 

Dampak Stres terhadap Kesehatan Jantung

Berolahraga tak hanya meningkatkan meabolisme tubuh, memperbaiki denyut jantung dan aliran darah, dan membakar lemak. Berolahraga ternyata juga akan mengeluarkan hormon “bahagia” yang disebut endorfin. Hormon ini memiliki efek berkebalikan dari stres/depresi.

Dampak stres terhadap kesehatan jantung bukanlah isapan jempol. Gangguan kesehatan mental seperti stres dan depresi akan melepaskan hormone stres seperti adrenalin dan kortisol. Adrenalin akan meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah. Adapun kortisol akan meningkatkan kadar gula darah. Maka bisa dibayangkan seandainya kita mengalami depresi dan stres dalam jangka panjang. Perlahan tapi pasti, kesehatan jantung dan pembuluh darah pun bisa terganggu, dan kita lebih berisiko mengalami gangguan jantung dan pembuluh darah.

Untuk itu, jangan sepelekan pentingnya mengelola stres. Carilah kegiatan yang bisa mengurangi stres, dan jangan lupa berolahraga secara rutin. Disarankan total 150 menit dalam seminggu, dengan pelaksanaan 3-5x seminggu.

 

Waspadai Serangan Jantung

Serangan jantung kini tidak pandang usia. Dulu, kondisi tersebut banyak dialami oleh usia 60 tahun ke atas. Sekarang, orang muda pun banyak yang mengalaminya.

Lebih horor lagi, di Indonesia usia rerata terkena serangan jantung yaitu 8-10 tahun lebih muda dibandingkan populasi Amerika dan Eropa. “Rata-rata orang Amerika dan Eropa terkena serangan jantung pada usia 60-an, yaitu 63 tahun pada laki-laki dan 68 tahun pada perempuan, sedangkan rata-rata orang Indonesia terkena serangan jantung adalah 53—58 tahun,” ungkap dr. Siska Surinda Danny dalam kesempatan berbeda yaitu Good Talk Series hasil kolaborasi Good Doctor dan Yayasan Jantung Indonesia.

Nyeri dada hebat merupakan tanda serangan jantung yang paling sering dikeluhkan. “Nyeri terberat yang pernah dirasakan seumur hidup, seperti tertimpa gajah atau lemari. Kadang disertai keringat dingin, mual, muntah, berdebar, sesak napas mendadak, dan pandangan gelap,” terang dr. Siska, Pengurus Bindang Medis Yayasan Jantung Indonesia.

Serangan jantung terjadi akibat sumbatan total pada salah satu arteri koroner (pembuluh darah yang memberi makan otot-otot jantung). Sumbatan ini menyebabkan sebagian otot jantung tidak mendapatkan oksigen, sehingga bisa rusak.

Otot jantung yang terkena serangan bisa pulih bila pasien mendapat pertolongan dalam 12 jam sejak keluhan nyeri dada. “Namun bila lewat dari 12 jam, otot jantung biasanya sudah mengalami kerusakan permanen,” ujar dr. Siska. Jantung dan saraf berbeda dengan jaringan tulang yang mempunyai kemampuan untuk memperbaiki diri. “Sel jantung yang rusak akibat serangan jantung, atau sel saraf rusak akibat stroke, tidak bisa memperbaiki dirinya lagi. Oleh karena itu, pencegahan merupakan jalan terbaik,” imbuhnya.

Jangan lupakan risiko gangguan jantung akibat COVID-19. “Virus yang tadinya menyerang paru-paru, bisa secara langsung menyerang jantung atau bisa mencetuskan serangan jantung akibat infeksi sistemik atau infeksi yang berat,” jelas dr. Siska. Dengan kata lain, COVID-19 bisa mencetuskan masalah jantung yang sebelumnya tidak ada atau memperparah masalah jantung yang sebelumnya sudah ada.

Pandemi ini memang memaksa kita untuk beradaptasi di setiap segi kehidupan. Menjaga kesehatan mental kini menjadi lebih penting lagi, apalagi dampak stres terhadap kesehatan jantung dan kekebalan tubuh tidak main-main. (nid)

____________________________________________

Ilustrasi: Heart photo created by standret - www.freepik.com