Pada 2015, mantan Presiden Amerika Serikat Jimmy Carter diketahui menderita melanoma maligna stadium IV yang sudah metastasis ke hati dan otak. Carter yang saat itu sudah berusia 91 tahun, pasrah; ia berpikir hidupnya tinggal beberapa minggu lagi.
Melanoma adalah kanker kulit paling ganas. Pada stadium awal, melanoma malignan bisa dioperasi, dan kesembuhannya cukup baik. “Namun pada stadium yang lebih lanjut di mana sudah terjadi penyebaran (metastasis), maka harus dilakukan terapi kombinasi,” ujar Dr. dr. Aida Sofiati Dachlan Hoemardani, Sp.KK(K) dalam diskusi Terapi Terbaru Melanoma yang diselenggarakan Merck Sharp Dohme (MSD) Indonesia di Jakarta (30/10/2017). Misalnya dengan kemoterapi, terapi target, atau imunoterapi. Untuk melanoma, imunoterapi berupa obat anti-PD1.
Di Indonesia kasus, kasus melanoma relatif jarang, tapi angka kematiannya tinggi karena kerap ditemukan pada stadium lanjut. Pada stadium 3 – 4, angka kesembuhan dan harapan hidup pasien rendah.
Sel kanker sangat pintar; bisa berkamuflase dan bersembunyi dari kejaran sistem imun. Saat sistem imun tubuh menyadari ada sel kanker, dilepaskanlah sel-sel imun untuk membasminya, antara lain sel T limfosit. Sel T memiliki reseptor PD-1 (programmed-death 1) yang ketika menempel pada sel kanker, akan mengaktifkan program pematian sel (apoptosis). Dengan kata lain, sel kanker diprogram untuk melakukan bunuh diri.
Namun beberapa jenis sel kanker termasuk melanoma, mengembangkan ligan PD-L1; begitu PD-1 milik sel T hendak menempel di permukaan sel kanker, PD-L1 bekerja. Ia berikatan dengan PD-1, sehingga terbentuklah interaksi di antara keduanya. Ini membuat PD-1 tidak bisa bekerja atau kembali inaktif; sel kanker pun selamat dari kejaran sel T.
Di sinilah obat anti PD-1 bekerja. “Dia menghambat ikatan antara sel kanker dengan limfosit sehingga limfosit bisa mengenali kanker; kamuflase kanker terbuka sehingga sel imun bisa menyerang,” terang dr. Suria Nataatmaja selaku Medical Director MSD Indonesia. Pasien yang diberi imunoterapi memiliki kesempatan hidup 4 kali lebih lama dibanding yang mendapat kemoterapi, dan rata-rata memiliki usia 9 bulan lebih lama (2 kali lebih panjang dibandingkan kemoterapi).
Anti PD-1 juga bisa digunakan pada kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK). Pada kanker paru, sebelumnya perlu dilakukan pemeriksaan biomarker dulu untuk melihat apakah sel kanker tersebut memiliki PD-L1 (baca juga: Pemeriksaan PD-L1 untuk Kanker Paru). Karena, tidak semua KPKBSK memiliki PD-L1; menurut studi “hanya” sekitar 30-40%.
Bagaimana dengan melanoma? “Pada melanoma tidak perlu dilakukan pemeriksaan biomarker dulu, karena menurut penelitian, hampir 100% melanoma memiliki PD-L1,” ucap Dr. dr. Aida. Obat anti PD-1 merupakan satu-satunya imunoterapi yang tersedia di Indonesia. Obat ini bisa diberikan pada melanoma stadium berapa saja. Pemberiannya dilakukan dengan infus tiap tiga minggu, “Selama tiga bulan atau empat kali pemberian. Setelah itu dievaluasi hasilnya.”
Jimmy Carter menjalani terapi dengan anti PD-1 tiap tiga minggu, di samping radioterapi untuk mematikan kanker di otaknya. Setelah beberapa bulan pengobatan, melanoma di otaknya hilang dan tidak ada lesi kanker baru; selama itu bisa tetap produktif berkegiatan, termasuk mengajar di sekolah Minggu. Pengobatannya kini sudah selesai, dan ia dinyatakan remisi (sembuh).
Di Indonesia, anti PD-1 telah disetujui oleh BPOM untuk melanoma pada September 2017 lalu. Saat ini belum masuk formularium BPJS sehingga harus dibayar sendiri oleh pasien. “Kami masih berjuang agar tahun depan ke BPJS, sehingga bisa diakses oleh lebih banyak lagi pasien melanoma,” ujar dr. Suria. (nid)
Baca juga:
- Kenali Melanoma dengan SAKURI
- Suka ke Pantai? Hati-hati Melanoma Mengintai