Donor Darah Berkurang Drastis saat Pandemi COVID-19

Donor Darah Berkurang Drastis saat Pandemi COVID-19: Dampaknya Buruk bagi Penyandang Talasemia Mayor

Edhyana Sahiratmadja, Universitas Padjadjaran

Artikel ini untuk memperingati Hari Talasemia Sedunia 8 Mei.

Pergi ke rumah sakit untuk mendapatkan transfusi darah adalah kegiatan rutin setiap bulan yang tidak bisa dihindari bagi anak-anak penyandang talasemia mayor, yaitu penyakit kelainan darah merah. Rumah sakit adalah rumah kedua mereka.

Di Indonesia, lebih dari 10 ribu penyandang talasemia mayor terdaftar di Yayasan Thalassemia Indonesia dengan kebutuhan transfusi darah diperkirakan lebih dari 240.000 kantong darah per tahun.

Masalah serius yang dihadapi penyandang talasemia mayor saat ini adalah stok darah di Palang Merah Indonesia (PMI) menipis akibat dampak pandemi COVID-19. Dalam jangka pendek masalah ini bisa diatasi dengan partisipasi kita mendonorkan darah dan dalam jangka panjang deteksi dini yang masif bisa mencegah lahirnya bayi penyandang talasemia.

Talasemia mayor bukan penyakit menular dan belum ada obatnya. Transplantasi stem sel maupun terapi gen saat ini masih belum terjangkau.

Satu studi di Italia menunjukkan bahwa angka kelahiran bayi dengan kasus talasemia mayor baru dapat berkurang drastis hingga nol atau zero birth setelah melakukan deteksi dini pembawa sifat talasemia pada anak sekolah dan dewasa muda selama 35 tahun.

Krisis darah

Menjelang Hari Talasemia Internasional setiap 8 Mei, biasanya banyak acara donor darah yang digelar oleh Yayasan Thalassemia Indonesia bekerja sama dengan berbagai komunitas dan PMI.

Persediaan darah biasanya juga agak berkurang saat Ramadan. Walaupun demikian, pendonor tetap dapat mendonorkan darah pada malam hari karena fatwa Majelis Ulama Indonesia tidak mengharamkan berdonor darah saat Muslim berpuasa.

Kini di tengah pandemi COVID-19, acara donor darah banyak yang dibatalkan karena para pendonor takut terpapar oleh virus corona. Masyarakat juga dituntut mematuhi peraturan pembatasan sosial berskala besar, untuk mencegah penyebaran virus.

Mengajak pendonor darah datang ke suatu tempat dalam jumlah besar menjadi hal yang tidak memungkinkan, sehingga berpengaruh terhadap penurunan jumlah pendonor yang signifikan. Akibatnya, stok darah di PMI susut sampai 60% dibanding situasi normal.

Untuk mengatasi kelangkaan persediaan darah tersebut, PMI mengeluarkan panduan terkait pelaksanaan donor darah dengan membatasi pendonor dalam suatu ruangan sehingga masyarakat tidak perlu merasa cemas saat mendonorkan darahnya.

Siapa yang butuh transfusi darah

Penyandang talasemia mayor dan penderita hemofilia membutuhkan transfusi darah secara rutin.

Selain itu, penyakit lain juga membutuhkan tambahan darah, misalnya demam berdarah akibat virus dengue (DBD). DBD yang parah dapat menimbulkan kematian karena perdarahan masif. Dari hampir 18 ribu kasus DBD per Maret 2020, misalnya, 104 di antaranya meninggal.

Tambahan darah juga dibutuhkan pada saat terjadi perdarahan berat pascaoperasi atau melahirkan, pada penyakit keganasan, kelainan ginjal, dan lain sebagainya.

Jika dalam kasus-kasus penyakit tersebut kebutuhan bersifat temporal, penyandang talasemia mayor butuh darah setiap bulan.

Talasemia mayor = kelainan darah merah

Sel darah merah mengandung hemoglobin (Hb), yang terdiri dari heme (4 molekul zat besi) dan globin (2 rantai globin alfa, dan 2 rantai globin beta). Akibat adanya kelainan pada gen rantai globin alfa atau beta, sel darah merah yang normalnya berusia 120 hari akan lebih cepat hancur sebelum waktunya.

Dengan demikian, penyandang talasemia mayor akan kekurangan darah merah dan harus mendapatkan transfusi darah setiap bulan seumur hidup agar fungsi organ tubuh berjalan baik.

Bila kebutuhan darah tersebut tidak terpenuhi maka Hb akan terus turun dan dapat menyebabkan berbagai komplikasi bahkan kematian.

Akibat seringnya diberikan transfusi darah, pasien talasemia mayor juga membutuhkan obat untuk mengikat zat besi agar tidak menumpuk dalam organ.

Karena kebutuhan transfusi darah sangat banyak dan obat kelasi (pengikat) besi mahal, talasemia mayor menempati urutan ke-5 beban pembiayaan BPJS atau masuk kategori penyakit katastropik.

Talasemia mayor = penyakit keturunan

Talasemia mayor adalah penyakit genetik yang didapatkan dari kedua orang tuanya dengan pola penurunan autosomal resesif.

Baik ayah maupun ibu adalah pembawa sifat talasemia yang disebut juga talasemia minor atau carrier atau trait karena bisa memiliki kelainan gen berupa hilangnya beberapa nukleotida (delesi) atau mutasi pada salah satu rantai globin alfa atau beta.

Setiap anak yang dilahirkan dari pasangan tersebut berpeluang menjadi penyandang talasemia mayor sebesar 25%, peluang untuk sebagai pembawa sifat talasemia minor 50%, atau normal tanpa mutasi sebesar 25%.

Dengan demikian, pernikahan sesama pembawa sifat talasemia dapat menyumbang angka kejadian talasemia mayor di kemudian hari.

Jadi, satu-satunya cara untuk mencegah kelahiran bayi talasemia mayor adalah menghindari pernikahan sesama pembawa sifat talasemia

Deteksi dini status talasemia minor sebelum menikah

Indonesia terletak di daerah Thalassemia Belt, yang meliputi daerah Mediterania, Timur Tengah, Afrika sub Sahara, Asia Selatan dan Asia Tenggara.

Daerah ini memiliki jumlah kasus talasemia mayor yang tinggi. Di Indonesia, kira-kira 6-10% populasi memiliki gen pembawa sifat talasemia atau carrier.

Idealnya, setiap orang yang tinggal di daerah dengan jumlah kasus talasemia mayor tinggi harus mengetahui status pembawa sifat talasemia-nya sebelum menikah, sehingga penurunan talasemia mayor dapat dicegah.

Cara mendeteksi dini status talasemia minor dilakukan beberapa tahap. Pada tahap awal, seorang tersangka pembawa sifat talasemia dilihat dari pemeriksaan darah yang diapus diatas kaca dan pemeriksaan darah merah. Pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan analisis hemoglobin HbA2 untuk mengkonfirmasi.

Karena pada penyakit ini terdapat delesi atau mutasi pada gen globin, maka pemeriksaan DNA dapat dilanjutkan untuk mengetahui letak hilangnya nukleotida pada gen globin alfa atau titik mutasi pada gen globin beta.

Pemeriksaan DNA dapat dilakukan di laboratorium yang memiliki kapasitas pemeriksaan molekuler, salah satunya di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Jakarta.

Donorkan darah Anda saat masa krisis ini

Di tengah krisis kesehatan saat ini, Anda dan kita semua bisa menolong penyandang talasemia mayor dengan memberikan donasi darah kepada PMI. Setetes darah Anda dapat memperpanjang kehidupan mereka.

Walau tidak mudah, ada beberapa komunitas yang kreatif mendonorkan darah dengan datang ke PMI atau program PMI jemput bola. Langkah serupa juga dilakukan oleh anggota TNI dan Polri untuk memenuhi kebutuhan darah di tengah pandemi Covid-19.

Syarat menjadi pendonor darah adalah berusia 17-65 tahun, berat badan di atas 45 kg, memiliki tekanan darah dan Hb normal, tidak sedang sakit atau minum obat, tidak sedang hamil atau menyusui, dan mendonorkan darahnya terakhir 2,5 bulan lalu.

Khusus untuk donor darah pada masa pandemi COVID-19 kondisi calon pendonor akan dicek lebih detail, misalnya suhu tidak boleh di atas 37,5 derajat Celsius, tidak datang dari daerah terpapar atau baru pulang dari luar negeri selama rentang waktu masa inkubasi virus yakni 14 hari.

Setelah pandemi COVID-19 berakhir, mari periksakan status pembawa sifat talasemia Anda. Bila Anda adalah seorang pembawa sifat talasemia, perlu dipertimbangkan untuk tidak menikah dengan pasangan yang juga sesama pembawa sifat talasemia. Jadilah sahabat talasemia!

The Conversation

Edhyana Sahiratmadja, Lecturer/Researcher at Department of Biomedical Sciences, Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.