Cara Mudah Menyiapkan Bahan Pangan Tetap Segar dan Tahan Lama
menyimpan_sayur_pandemi_COVID

Cara Mudah Menyiapkan Bahan Pangan Tetap Segar dan Tahan Lama saat Pandemi COVID-19

Rianita Pramitasari, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

Membeli dan mempersiapkan bahan makanan baik basah maupun kering untuk jangka tiga hari sampai sebulan merupakan salah satu taktik yang bisa menurunkan risiko tertular Covid-19 di masyarakat.

Walau sejumlah kota di Indonesia telah melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), risiko tertular Covid-19 tetap tinggi. Belum ada indikasi yang cukup menyakinkan bahwa kasus penularan baru akan segera menurun. Justru yang terjadi adalah sebaliknya.

Karena itu, membatasi aktivitas di luar rumah dan keramaian termasuk menjarangkan frekuensi pembelian bahan makanan merupakan langkah yang tepat untuk mencegah penularan virus di komunitas.

Pemerintah menjamin bahwa pada masa pandemi ini ketersediaan dan akses bahan pangan tetap aman. Pasar tradisional dan modern serta tukang sayur masih tetap beroperasi. Bahkan, beberapa penjual memanfaatkan teknologi baik e-commerce maupun media sosial untuk menjual sayuran dan buah secara online.

Food Preparation untuk bahan pangan agar tahan lama

Konsumsi sayuran dan buah menjadi penting pada situasi saat ini untuk menjaga kesehatan tubuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sayuran dan buah mengandung senyawa-senyawa flavonoid yang mampu meningkatkan sistem imun baik pada orang sehat maupun orang yang mengidap penyakit tertentu.

Dengan imunitas tubuh yang kuat, risiko tertularnya Covid-19 dapat diminimalkan.

Pada kondisi normal, masyarakat biasanya membeli bahan pangan segar, khususnya sayuran, pada hari yang sama dengan waktu memasak. Hal ini bertujuan untuk menjaga kesegaran dan nilai gizi yang terkandung di dalamnya.

Sebagai bentuk dukungan terhadap pembatasan sosial dan jaga jarak fisik, masyarakat sebaiknya membeli sayuran dan buah dalam jangka waktu tertentu, misalnya seminggu sekali. Apakah kesegaran bahan tersebut bisa tahan sampai seminggu? Jawabannya tergantung pada jenis bahan dan kondisi penyimpanannya.

Cara menyimpan bahan pangan, baik mentah, setengah matang, maupun matang dalam lemari pendingin untuk digunakan dalam jangka tiga hari sampai sebulan dikenal dengan istilah food preparation atau food prep.

Dengan menerapkan food prep, belanja menjadi lebih terukur dan hemat waktu saat akan memasak karena penyiapan hanya dilakukan pada awal periode.

Pada masa pandemi food prep dapat menjadi salah satu solusi untuk mengurangi frekuensi ke luar rumah jika tidak memungkinkan untuk belanja sayuran dan buah secara online.

Penerapan food prep diawali dengan belanja bahan pangan untuk satu periode waktu. Bahan pangan segar yang akan disimpan mentah dibersihkan terlebih dulu. Kemudian buang bagian yang tidak dapat dimakan, dan dipotong-potong.

Selanjutnya setiap jenis bahan diletakkan di dalam kontainer tertutup, lalu disimpan dalam lemari pendingin. Jika bahan ini dibersihkan dengan cara dicuci, sebelum disimpan harus ditiriskan dan pastikan kering.

Penyimpanan bahan setengah matang maupun matang biasanya diterapkan untuk bahan sumber protein (lauk). Bahan matang dapat disimpan dalam porsi sekali makan dan tinggal dihangatkan pada saat akan disajikan. Sementara itu, sayuran biasanya disimpan dalam bentuk mentah.

Kunci keberhasilan food prep

Meski penyimpanan dalam lemari pendingin diketahui mampu memperpanjang umur simpan sayuran dan buah, proses ini tidak akan efektif jika kondisi lain selama penyimpanan tidak diperhatikan, yaitu keberadaan mikroorganisme, reaksi oleh enzim, dan aktivitas metabolisme.

Mikroorganisme merupakan salah satu faktor penyebab pembusukan pada sayuran dan buah. Oleh sebab itu, keberadaannya perlu dikendalikan dengan pencucian dan penghilangan bagian bahan yang rusak sebelum disimpan. Kebersihan diri dan alat yang digunakan mulai pembersihan sampai penyimpanan juga perlu diperhatikan.

Pemotongan bahan menjadi bagian-bagian kecil yang siap masak dalam food prep sebenarnya juga menjadi masalah tersendiri karena dapat memicu aktivitas enzim polifenol oksidase yang menyebabkan reaksi pencokelatan, memunculkan aroma yang tidak diinginkan, dan bahkan mengurangi kandungan gizi pada bahan tersebut. Meminimalkan pemotongan dapat menjadi salah satu cara untuk mengurangi kerusakan akibat reaksi enzim.

Menyimpan makanan berdasarkan laju respirasi dan transpirasi

Secara fisiologis, sayuran dan buah yang telah dipanen masih melakukan aktivitas metabolisme yang disebut dengan respirasi (pernafasan) dan transpirasi (penguapan).

Bahan pangan masih bernafas dan mengeluarkan uap air sesudah dipanen. Ini terlihat dari adanya air kalau kita taruh bahan pangan di dalam kantong plastik yang kita bawa dari pasar ke rumah. Ada sedikit panas juga jika kita sentuh bahan dalam kantong plastik tersebut. Uap air dan panas ini sebenarnya merupakan hasil dari proses respirasi, selain karbondioksida.

Sedangkan transpirasi merupakan proses kehilangan air di dalam bahan pangan yang berubah dalam bentuk gas. Setiap bahan memiliki laju respirasi dan transpirasi yang berbeda. Makin tinggi laju transpirasi dan respirasi, bahan akan menjadi lebih cepat layu dan rusak.

Sayuran seperti bayam, jagung manis, jamur, dan brokoli cenderung memiliki laju respirasi yang sangat tinggi sehingga menghasilkan karbondioksida dan uap air yang banyak. Akibatnya, dalam penerapan food prep, bahan menjadi lebih cepat layu dan di dalam kontainer ditemukan banyak air. Kelebihan air akan menyebabkan sayur menjadi busuk dan hanya bertahan sekitar 2-3 hari.

Gunakan tisu atau kain sebagai alas dalam kontainer untuk bisa memperpanjang masa simpan karena air akan terserap. Author provided

Oleh sebab itu, penggunaan tisu atau kain sebagai alas dalam kontainer dapat memperpanjang masa simpan karena air akan terserap ke dalamnya.

Wortel, selada, dan cabe masuk dalam kelompok sayuran dengan laju respirasi sedang. Sementara itu, kacang-kacangan dan bawang memiliki laju respirasi yang rendah sehingga dapat disimpan lebih lama.

Tidak semua jenis sayuran dan buah dapat disimpan pada suhu dingin.

Beberapa sayuran seperti buncis, mentimun, terong, kentang, waluh, ubi jalar, dan tomat dapat mengalami kerusakan akibat suhu dingin ketika disimpan. Kerusakan yang terjadi antara lain perubahan warna, aroma, dan tekstur yang tidak diinginkan.

Demikian pula pada buah yang masih utuh seperti alpukat, pisang, anggur, lemon, jeruk nipis, mangga, melon, dan nanas yang juga dapat mengalami kerusakan akibat penyimpanan pada suhu dingin.

Selain itu, buah-buahan memiliki lama penyimpanan yang berbeda, tergantung banyaknya produksi gas etilen pada buah tersebut setelah dipanen. Buah-buahan seperti alpukat, mangga, dan pisang, memiliki laju produksi gas etilen tinggi setelah dipanen, sehingga lebih cepat matang dan mengalami pembusukan. Sebaliknya, buah seperti salak, rambutan, dan jeruk relatif lebih lambat busuk karena produksi gas etilennya rendah setelah dipanen.

Pengolahan bahan yang disimpan dalam lemari pendingin dapat diurutkan dari bahan yang memiliki laju respirasi tinggi ke rendah, sehingga pada akhir periode tidak ada bahan yang rusak. Selain itu, fluktuasi suhu lemari pendingin juga perlu diperhatikan.

Suhu yang stabil memungkinkan penyimpanan menjadi lebih lama.

Jika Anda menerapkan cara di atas, buah dan sayuran yang Anda akan tahan lebih lama dan tetap bergizi saat dimasak.

The Conversation

Rianita Pramitasari, Dosen Teknologi Pangan, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.

___________________________________________

Ilustrasi: Food photo created by foodiesfeed - www.freepik.com