obesitas menghalangi manfaat vaksin

Bagaimana Obesitas Dan Kondisi Medis Lain Menghalangi Manfaat Vaksin

Sebagian besar program vaksin COVID-19 masih dalam tahap uji klinis (kecuali vaksin milik Rusia) tetapi ada baiknya kita mengetahui hal-hal yang bisa memengaruhi kerja vaksin. Obesitas dan kondisi medis lainnya diketahui bisa menghalangi manfaat vaksin.

Walau paling cepat vaksin COVID-19 baru bisa diproduksi massal tahun depan, tetapi para ahli mengkhawatirkan tingginya angka obesitas akan mempengaruhi efektivitas vaksin.

Peneliti mengatakan obesitas, seperti halnya diabetes dan usia lanjut, bisa menghalangi vaksin untuk memproduksi antibodi yang cukup efektif melawan virus.

“Vaksin umumnya akan meningkatkan antibodi penetral di tubuh sehingga seseorang bisa terlindungi,” kata Chris Xu, PhD, CEO dari perusahaan bioteknologi ThermoGenesis, yang mengembangkan rapid test antibodI untuk COVID-19.

Peneliti mempercayai karena peningkatan produksi leptin (yang berhubungan dengan massa lemak tubuh) dan lemak, mereka dengan obesitas akan lebih sulit mendapatkan perlindungan dari antibodi yang dipicu oleh vaksin.

Berkaca dari data Centers for Disease Control and Prevention (CDC), lebih dari 40 % orang dewasa dan 18% anak-anak di AS mengalami obesitas.

Itu bisa menjadi masalah jika akhirnya vaksin COVID-19 menyebabkan respons kekebalan yang lebih lemah pada orang dengan obesitas, ataupun kondisi medis lain.

Faktor yang memengaruhi imunitas

Peneliti pertama kali menemukan bila obesitas bisa menghalangi manfaat vaksin sejak tahun 1970-an, ketika mempelajari vaksin hepatitis B.

Sejak itu, ilmuwan telah mengidentifikasi adanya respons kekebalan yang lemah pada vaksin influenza A/H1N1, rabies dan tentanus pada orang obesitas.

“Alasannya tidak ada hubungannya dengan kelebihan berat badan, melainkan peradangan berlebihan yang menyertainya,” kata Dr John Morton, kepala divisi bedah bariatrik dan minimal invasif di Yale Medicine, Connecticut, AS.

“Yang kita ketahui bahwa vaksin secara umum tidak bekerja baik pada pasien obesitas,” tambahnya. ”Inflamasi bisa menyerang vaksin dan menghalangi manfaatnya (membuatnya kurang efektif).”

Faktanya, penderita obesitas kerap kali memroduksi antibodi setelah suntikan vaksin, tetapi tetap memperlihatkan manfaat perlindungan terhadap virus yang lemah karena peradangan berlebih yang mengurangi respons imun tubuh.

Itu berarti peradangan atau kondisi medis lainnya yang menghambat sistem kekebalan tubuh – termasuk usia tua dan diabetes – juga bisa mengurangi manfaat (efektivitas) vaksin.

“Kemampuan individu untuk merespon vaksin bergantung pada sistem imun mereka,” Xu menjelaskan. “Data menunjukkan bila obesitas menghalangi aktivasi sel-T, yang berperan penting menyediakan antibodi pelindung.”

Diabetes, yang kerap kali berkaitan obesitas, juga harus diperhatikan, tambahnya.

“Diabetes terbukti menjadi faktor risiko yang terkait dengan melemahnya sistem kekebalan, oleh karena itu, berpotensi mempengaruhi keefektivan vaksin,” imbuh Xu.

Apa artinya untuk vaksin COVID-19 yang akan datang?

Fakta di atas tidak berarti vaksin COVID-19 sama sekali tidak efektif pada penderita obesitas atau dengan mereka dengan kondisi medis lain.

“Ada kemungkinan vaksin COVID-19 menjadi kurang efektif, serupa dengan yang kami lihat pada vaksin lain,” kata Xu. “Namun, COVID-19 masih sangat baru, jadi kami belum memiliki data ilmiah untuk membuktikannya.”

Yang terpenting adalah segera mendapatkan vaksin setelah tersedia, tidak peduli kondisi seseorang. Anda tetap harus mendapat vaksinasi, karena walau manfaatnya berkurang, dalam derajat tertentu tetap bekerja. Itu satu hal yang bisa membantu. (jie)