mengenal brokopneumonia pada pasien suspect covid-19 di semarang

Apa Itu Bronkopneumonia, Penyebab Meninggalnya Pasien Suspect COVID-19 Di Semarang?

Pada Minggu (23/2/2020) lalu seorang pasien suspect COVID-19 meninggal di Semarang. Namun pemerintah menyatakan bukan karena virus corona, melainkan akibat infeksi bakteri yang menyebabkan bronkopneumonia. Apa itu bronkopneumonia?  

Dalam keterangan pers, pihak RSUP Dr Kariadi – tempat pasien tersebut dirawat- memastikan bila ia meninggal bukan karena virus corona, tetapi akibat radang paru akut yang disebabkan bakteri.

Pasien disebutkan mengalami bronkopneumonia alias peradangan di area bronkus paru. Bronkus merupakan cabang batang tenggorok yang terletak setelah tenggorokan (trachea) sebelum paru-paru.

Bronkus merupakan bagian dari saluran napas bawah yang memastikan udara masuk dengan baik dari trachea (tenggorok) ke alveoli (kantong kecil di dalam paru tempat pertukaran oksigen dan karbon dioksida).

Saat dibawa ke RSUP Dr. Kariadi, pasien sudah mengalami radang paru yang cukup parah sehingga membuatnya kesulitan bernapas.

"Minggu 23 Februari pasien meninggal, datanya langsung kita kirimkan ke Litbangkes (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan), dan esoknya, yakni Senin (24/2/2020), disebutkan bukan karena virus corona," kata Kepala Bidang Pelayanan Medis RSUP dr Kariadi Nurdopo Baskoro dalam keterangan pers.

Sebelumnya, pasien tersebut dirawat di RSUP Dr. Kariadi sejak 19 Februari 2020 lalu, ia ditempatkan di ruang isolasi khusus dan steril karena menunjukkan gejala mirip virus corona. Pasien menderita demam tinggi, batuk, sesak napan setelah bepergian dari Spanyol dan Dubai.

Apa itu bronkopneumonia

Bronkopneumonia bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur atau virus. Bisa bersifat ringan sampai berat. Penderita bronkopneumonia akan mengalami kesulitan bernapas akibat terhalangnya saluran udara.

Khusus bronkopnumonia karena bakteri, Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenza tipe b (Hib) menjadi penyebab tersering. Bakteri lain yang mungkin menyerang saluran napas seperti Chlamydia, Moraxella catarrhalis (pada perokok), Legionella, Staphylococcus aureus, dan bakteri gram negatif seperti Pseudomonas aeruginosa.

Dilansir dari situs Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), bronkopneumonia ini seringkali bersifat sekunder, mengikuti infeksi saluran napas atas (hidung hingga tenggorok), atau demam pada infeksi spesifik dan penyakit lain yang melemahkan sistem daya tahan tubuh.

Pada mereka dengan imunitas lemah, seperti bayi, lansia atau penderita penyakit autoimun dan kronis, pneumonia bisa muncul sebagai infeksi primer.

Peradangan (inflamasi) bronkus ini ditandai dengan penumpukan sekret (lendir), sehingga memicu demam, batuk, timbul suara kasar/gaduh saat (ronchi) saat bernapas, dan mual.

Komplikasi serius

Bila penyebaran kuman mencapai alveoli maka bisa menyebabkan komplikasi-komplikasi berupa kolaps alveoli;  penyempitan jalan napas, sesak napas dan napas ronchi. Atau komplikasi fibrosis ditunjukkan dengan penurunan fungsi paru dan produksi surfaktan (pelumas yang berfungsi untuk melembabkan rongga fleura paru).

Komplikasi emfisema ditandai adanya penumpukan cairan/nanah dalam rongga paru, sehingga membutuhkan pembedahan. Komplikasi-komplikasi tersebut berisiko menyebabkan gagal napas.

Kegagalan pernapasan terjadi ketika pertukaran oksigen dan karbon dioksida di paru-paru tidak berlangsung optimal. Penderita membutuhkan bantuan mesin pernapasan (ventilator) untuk membantu bernapas.

Bila inflamasi berkembang semakin berat mungkin menyebabkan sepsis atau keracunan darah akibat respon imun berlebih dan merusak organ dan jaringan tubuh lain. Menyebabkan kegagalan banyak organ vital dan mengancam jiwa.

Sepsis berisiko besar memicup sindrom gangguan pernapasan akut (acute respiratory distress syndrome / ARDS) yang adalah bentuk gagal napas parah dan mengancam jiwa; mempunyai angka kematian hinga 60%.

Pengobatan

Berdasarkan pedoman layanan medis WHO, pasien dengan saturasi oksigen <92% saat bernapas harus diberikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >92%.

Terapi cairan diberikan untuk menjaga status hidrasi pasien. Bila ringan dilakukan dengan hidrasi oral (minum), tetapi jika mengalami dehidrasi berat melalui infus.

Obat-obatan seperti penurun panas, obat batuk bersifat simptomatik, atau ada tidaknya gejala. Bila terdapat sumbatan jalan napas, dan lendir serta febris (demam), diberikan bronkodilator. Bila mengalami komplikasi serius pasien membutuhkan perawatan di ICU (intensive care unit). (jie)