“Break Time”, Kiat Mengatasi Burnout akibat WFH
break_time_burnout_WFH

“Break Time”, Kiat Mengatasi Burnout akibat WFH

Awalnya, WFH alias kerja dari rumah terasa seperti blessing in disguise. Tak perlu bermacet-macet ke kantor, dan bisa punya waktu lebih banyak untuk diri sendiri dan keluarga. Walnya sih, begitu. Namun makin lama, WFH justru makin membuat kita tak punya waktu, dan bikin stres. Harus cari cara nih, untuk mengatasi burnout akibat WFH.

Aktor Chicco Jerikho bercerita pengalamannya WFH selama pandemi. “Dulu sebelum pandemik, kita pindah tempat dari satu meeting ke meeting lain. Kita punya waktu untuk rehat sebentar. Tapi sekarang, meeting ke meeting cukup memencet satu tombol, tidak ada jeda,” paparnya.

Kita semua bisa relate dengan cerita Chicco. Ya, itulah yang terjadi selama WFH. Belum lagi, hampir tidak ada batasan jam kerja. Tak jarang kita masih harus meeting atau ditelepon atasan bahkan hingga tengah malam. Batas antara pekerjaan dengan kehidupan probadi jadi kian melebur. Alhasil, kita kelelahan hingga burnout.

 

Tips Mengatasi Burnout akibat WFH

Mengatasi burnout akibat WFH perlu trik tersendiri. Salah satu yang terpenting, jangan lupakan break time. Berikut ini tips dari psikolog Inez Kristansi, M.Psi, dalam diskusi virtual bersama Durex, Jumat (16/7/2021).

1. Memilah kondisi

“Cobalah memilah, mana hal-hal yang di bawah kendali kita, dan mana yang di luar kendali kita,” ungkap Inez. Buatlah dua kolom untuk hal yang di bawah dan di luar kendali. Yang di bawah kendali kita misalnya: perasaan, kondisi, dan kebutuhan kita. Adapun yang di luar kendali misalnya kapan pandemi akan selesai, apakah kita dan keluarga akan terkena COVID, dan lain sebagainya.

Dengan membuat kolom, kita bisa merenungkan, apa saja yang bisa kita kendalikan, dan berhenti mencemaskan hal-hal yang di luar kendali kita. Kita tidak bisa mengendalikan kapan pandemi berakhir, sehingga tidak perlu menghabiskan energi untuk memikirkannya. Yang bisa kita lakukan adalah berusaha semampu kita untuk menjaga kesehatan fisik dan mental diri dan keluarga.

2. Bagi tugas dengan pasangan

Inez mengingatkan, kita hanyalah manusia biasa, bukan super human. “Kita tidak bisa mengerjakan semuanya sendirian. Bila butuh istirahat, cari bantuan. Bagi tugas dengan pasangan; siapa mengerjakan apa,” ujarnya.

3. Buat break time setiap hari

Tiap orang punya caranya sendiri untuk break time. Ada yang suka nonton, menggambar, berolahraga, masak, atau mengurus tanaman. Yang penting, luangkan waktu untuk rehat dan beristirahat sejenak dari pekerjaan. “Buat partisi yang jelas antara waktu bekerja dengan waktu beristirahat. Tubuh kita tidak dirancang untuk bekerja terus dari pagi sampai malam,” tegas Inez.

Luangkanlah break time untuk diri sendiri serta break time bersama pasangan dan keluarga. Hal ini juga dilakukan oleh Chicco. “Aku bikin break time untuk diri sendiri dengan olahraga jam 4.30 sampai jam 6. Habis itu main dengan anak sampai jam 9, lalu kerja. Aku sudah komitmen, tidak ada kerjaan setelah jam 9 malam. Malam adalah quality time bersama pasangan,” tutur pemeran Ben dalam Filosofi Kopi.

4. Optimalkan break time

“Break time tidak harus lama, yang penting berkualitas. Gunakan break time benar-benar hanya untuk istirahat, untuk diri sendiri atau dengan pasangan/keluarga,” tandas Inez. Ia melanjutkan, percuma break time lama, tapi tetap sambil membalas email soal pekerjaan. “Otak tetap tidak beristirahat, walaupun sambil rebahan,” imbuhnya.

Nikmatilah tiap suapan makanan saat makan siang, jangan terdistraksi dengan HP atau laptop. Sekadar menikmati secangkir kopi atau teh sambil mendengarkan musik favorit, atau menyalakan diffuser dengan aromaterapi pun, bisa menjadi break time singkat yang efektif untuk mengembalikan energi. Yang penting otak kita benar-benar istirahat. (nid)

____________________________________________

Ilustrasi: Flower photo created by rawpixel.com - www.freepik.com