varian lambda terdeteksi di 29 negara
varian lambda terdeteksi di 29 negara

Varian Lambda Terdeteksi di 29 Negara, Apa Yang Ilmuwan Ketahui Tentangnya

Sejauh ini, negara Amerika Latin tercatat memiliki rasio kematian tertinggi akibat COVID-19 dibandingkan populasi global. Peru tercatat sebagai negara dengan angka kematian per kapita tertinggi, 596 orang meninggal per 100.000 populasi.

Ada banyak alasan kenapa negara-negara Amerika Latin terpukul sangat keras oleh pandemi, antara lain akibat kekurangan dana, sistem kesehatan tidak memadai dengan jumlah ICU rumah sakit yang sangat terbatas, jumlah tes yang tidak cukup, rumah dengan terlalu banyak penghuni, dll.

Tetapi juga disebabkan oleh munculnya varian Lambda yang dengan cepat menyebar. Pertama kali dilaporkan terdeteksi di Lima, Ibu Kota Peru, Agustus 2020. Hingga April 2021 varian Lambda telah menyumbang 97% dari jenis varian corona di Peru.

Menurut laporan WHO, baru-baru ini varian Lambda telah ditemukan di 29 negara, termasuk Chile, Ecuador, Argentina, Australia, Inggris, Perancis, Turki, Zimbabwe, Jerman, AS, dll. WHO telah menyatakan bila varian ini sebagai ‘global variant of interest”.

Sejauh ini apa yang diketahui tentang varian Lambda?

Sebuah ‘varian of interest’ merupakan salah satu mutasi yang diperkirakan atau diketahui mempengaruhi penularan, derajat keparahan penyakit, kemampuan menghindari antibodi yang dipicu infeksi COVID-19 sebelumnya dan vaksinasi, atau deteksi oleh tes diagnostik.

Para ilmuwan menyebutkan ada kombinasi atau mutasi yang tidak lazim di varian Lambda, ini membuatnya lebih menular.

Lambda punya tujuh mutasi di protein paku virus, mengakibatkan lebih mudah menempel ke sel sehat dan mempersulit antibodi kita untuk menempel pada virus kemudian menetralkannya.

Tara Hurst, PhD, ahli ilmu biomedikal di Birmingham City University, Inggris, mengingatkan antibodi penetralisir bukan satu-satunya alat dalam perangkat sistem kekebalan.

“Sel T juga memainkan peran penting. Jadi beberapa mutasi (di protein paku) mungkin tidak cukup untuk membuat Lambda menghindari sistem kekebalan kita sama sekali,” katanya, melansir Science Alert.

“Jadi bukti apa yang kita miliki bahwa mutasi ini membuat varian Lambda lebih berbahaya daripada virus corona asli? Ternyata sangat sedikit.”

Masih efektifkan vaksin?

Belum ada penelitian yang dipublikasikan tentang varian Lambda, dan hanya sedikit tulisan preprint (pracetak) – makalah yang belum menjadi subyek penelitian ilmuwan lain (peer review) dan diterbitkan dalam jurnal.

Sebuah tulisan pracetak dari New York University Grossman School of Medicine melihat efek vaksin Pfizer dan Moderna terhadap varian Lambda. Menemukan pengurangan dua hingga tiga kali lipat antibodi yang ditimbulkan dari vaksin, dibandingkan virus asli.

“Ini bukan kerugian besar dari antibodi penetral. Para peneliti menyimpulkan bahwa vaksni mRNA ini tetap akan protektif terhadap varian Lambda,” ujar Hurst yang juga anggota dari British Society for Immunology.

Studi lain oleh peneliti dari University of Chile menguji vaksin Sinovac (CoronaVac) terhadap Lambda. Mereka juga menemukan pengurangan tiga kali lipat dalam antibodi penetralisir dibandingkan dengan varian aslinya.

Kedua studi tersebut menemukan bahwa efek netralisasi dapat dipertahankan - setidaknya sebagian - cukup menjanjikan. Paling tidak, tukas Hurst, karena ini hanya satu aspek dari respon imun yang ditimbulkan oleh vaksinasi. (jie)