Terapi Berbasis Inkretin hingga Terapi Kombinasi | OTC Digest

Terapi Berbasis Inkretin hingga Terapi Kombinasi

Kegagalan minum obat dengan benar sesuai dosis dan waktu minum obat, terbukti berkontribusi terhadap kondisi penyandang diabetes. Sayangnya, rerata setengah dari mereka menghentikan pengobatan dalam 12 bulan sejak memulainya. Ini berdasarkan penelitian oleh Zafar A, dkk (2010). Ada yang menghentikan pengobatan karena sudah merasa enak, ada pula yang berhenti karena takut akan efek sampingnya.

Jangan takut dengan efek samping obat karena untuk obat yang digunakan jangka panjang, sudah dibuat sedemikian rupa agar efek sampingnya minimal. Lebih mengerikan yakni risiko komplikasi yang bisa ditimbulkan bila diabetes tidak terkontrol.

Terapi berbasis inkretin memiliki cara kerja yang unik.

 

Terapi berbasis inkretin:

Saat kita makan, tubuh memproduksi hormon usus yang disebut inkretin. Inkretin terdiri atas GIP dan GLP-1. GIP menstimulasi sel beta pankreas untuk memproduksi insulin. GLP-1 selain menstimulasi sel beta pankreas untuk memproduksi insulin, juga menghambat kerja sel alfa pankreas. Dengan demikian glukagon, hormon yang efeknya berlawanan dengan insulin, turun. “Stimulasi insulin dan penghambatan glukagon akan menurunkan gula darah untuk mencapai keseimbangan,” ujar terang Dr. dr. Imam Subekti, Sp.PD-KEMD.

Namun, efek inkretin tidak berlangsung lama. Setelah beberapa saat, akan disekresi (dikeluarkan) enzim DPP-4, yang membuat GIP maupun GLP-1 menjadi tidak aktif. “Ini menjadi dasar ditemukannya terapi berbasis inkretin,” terang Dr. dr. Imam. Ada dua golongan obat, mimetik inkretin dan DPP-4 inhibitor.

 

  • - Mimetik inkretin

Obat untuk DM 2 biasanya oral (diminum); obat ini adalah pengecualian, diberikan dengan cara disuntik. Mimetik  inkretin bekerja menyerupai hormon inkretin alami yang disekresi tubuh, utamanya GLP-1. Golongan obat ini juga meningkatkan pertumbuhan sel beta pankreas dan memperlambat pengosongan lambung. Di Indonesia, tersedia liraglutide dan exenatide.

 

  • - DPP-4 inhibitor

“DPP-4 inhibitor mencegah kerja DPP-4 sehingga stimulasi sel beta pankreas dan penghambatan sel alfa (oleh GLP-1 dan GIP) berlangsung kembali,” terang Dr. dr. Imam. Intinya, obat ini memperpanjang kerja inkretin karena DPP-4 dihambat. DPP-4 inhibitor pertama sitagliptin, diluncurkan pada 2006. Obat golongan DPP-4 inhibitor jarang menyebabkan hipoglikemi karena bekerja pada jalur inkretin, dan inkretin hanya diproduksi saat kita makan.

Ada begitu banyak obat DPP-4 inhibitor. Yang tersedia di Indonesia antara lain sitagliptin, linagliptin dan saxagliptin. Semuanya diberikan satu kali sehari. Sitagliptin dan linagliptin bisa diminum dengan atau tanpa makanan.

 

Terapi kombinasi

Pada dasarnya, metformin bisa dikombinasi dengan obat anti DM 2 lainnya. “Yang penting, obat tambahan itu memiliki mekanisme yang tidak dimiliki metformin,” ujar dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD, Ph.D. Telah tersedia obat kombinasi; dalam satu obat mengandung metformin plus obat lain. Misalnya glimepiride+metformin, pioglitazone+metformin, dan sitagliptin+metformin. Tentu, harganya lebih mahal ketimbang obat yang dikonsumsi terpisah. Namun lebih praktis karena sekali glek, langsung dua obat.

Baru-baru ini diluncurkan sitagliptin+metformin dosis 1x sehari. Yang membedakan yakni kandungan metforminnya; digunakan jenis XR (extended release), yang bertahan dalam tubuh 24 jam sehingga cukup diminum 1x. Bentuknya kaplet dengan lapisan film. Obat XR harus diminum utuh, karena bila dipotek atau digerus akan menghancurkan susunan XR-nya. (nid)

 

Ilustrasi: Pixabay