remdesivir efektif menghentikan replikasi virus corona

Riset Terbaru : Remdesivir Efektif Menghentikan Replikasi Enzim Kunci COVID-19

Peneliti dari University of Alberta, AS, menemukan bila obat remdesivir efektif menghentikan mekanisme replikasi virus corona yang menyebabkan pandemi COVID-19. Riset tersebut diterbitkan 13 April 2020 di Journal of Biological Chemistry.

Makalah tersebut mengikuti dengan seksama penelitian sebelumnya yang diterbitkan oleh lab yang sama pada akhir Februari, yang menunjukkan bagaimana obat itu bekerja melawan virus corona lain yang menyebabkan Sindrom Pernapasan Timur Tengah (MERS).

“Kami optimis bila akan mendapati hasil yang sama pada virus SARS-CoV-2,” terang Matthias Götte, ketua mikrobiologi medis dan imunologi di University of Alberta.

“Kami mendapati hasil yang hampir identik dengan hasil pada riset yang kami lakukan pada MERS, sehingga kami melihat bila remdesivir sangat baik untuk penghambat polimerase virus corona.”

Dilansir dari sciencedaily.com, makalah baru Götte itu menunjukkan bagaimana remdesivir, yang dikembangkan pada 2014 untuk memerangi epidemi Ebola, bekerja secara rinci. Dia menyamakan polimerase dengan mesin virus, yang bertanggung jawab untuk mensintesis genom virus.

"Jika Anda menargetkan polimerase, virus tidak dapat menyebar, jadi itu adalah target yang sangat logis untuk perawatan," kata Götte.

Dalam uji coba tersebut terlihat bagaimana remdesivir ‘menipu’ virus dengan meniru blok pembangunnya.

Götte menjelaskan dari bukti baru, yang dilengkapi dengan penelitian sebelumnya dalam model kultur sel dan hewan, berarti bahwa remdesivir dapat diklasifikasikan sebagai "antivirus yang bertindak langsung" terhadap SARS-CoV-2.

Ini adalah istilah yang pertama kali digunakan pada virus hepatitis C (HCV) untuk menggambarkan kelas baru dari antivirus yang mengganggu langkah-langkah spesifik dari siklus hidup suatu virus.

Dia mengatakan penemuan itu memperkuat uji klinis untuk remdesivir pada pasien COVID-19, yang sudah berlangsung di seluruh dunia.

Walau Götte mengatakan bukti itu membenarkan uji klinis, dia mengingatkan bahwa hasil yang diperoleh di laboratorium belum bisa digunakan untuk memprediksi bagaimana obat akan bekerja pada pasien yang sebenarnya.

“Kita masih harus bersabar dan menunggu hasil dari uji coba klinis acak,” imbuhnya.

Laboratorium tampat Götte bekerja sebelumnya sedang mengembangkan obat human immunodeficiency virus (HIV) dan HCV, tetapi beberapa tahun lalu beralih untuk fokus pada virus dengan potensi pandemi tinggi, termasuk ebola, lassa dan virus corona.

Remdesivir adalah salah satu dari beberapa obat yang direkomendasikan WHO untuk dilakukan uji coba cepat, dengan membandingkan pengobatan potensial pada pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit di beberapa negara.

Diharapkan hasil uji coba klinis acak akan keluar pada awal April atau Mei 2020. (jie)