Psoriasis, Penyakit Autoimun di Kulit yang Menyerang Organ Lain

Psoriasis, Penyakit Autoimun di Kulit yang bisa Menyerang Organ Lain

“Aku pernah gak diperbolehkan mencoba baju di mal karena kondisi kulitku,” ungkap Chiara Lionel Salim pejuang psoriasis yang aktif berbicara tentang psoriasis di media sosial. Psoriasis memang kerap menimbulkan salah paham. Di mata awam, kulit yang berbercak merah, tebal, dan bersisik menimbulkan perasaan ngeri. Masih banyak yang belum paham bahwa psoriasis bukanlah infeksi, melainkan penyakit autoimun di kulit. Karena bukan penyakit infeksi, maka psoriasis tidak menular.

Psoriasis merupakan penyakit autoimun dan inflamasi kronis, yang utamanya menyerang kulit. “Bakat penyakit ini ada secara genetik di dalam tubuh. Bisa muncul suatu waktu, tapi bisa pula masuk fase remisi,” ujar Ketua Kelompok Studi Psoriasis Indonesia (KSPI), dr. Endi Novianto, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV. Saat remisi, penyakit autoimun di kulit ini reda dan tidak menimbulkan keluhan apapun, tapi bisa terpicu kembali dan menimbulkan keluhan.

Penampakan psoriasis sebenarnya relatif mudah dikenali, tapi sering tidak disadari. Prevalensi penyakit ini di dunia sekitar 1-2%. Di Indonesia pun ditengarai tidak jauh berbeda, tapi baru sedikit yang terdiagnosis dan mendapat pengobatan yang mumpuni. “Kadang, bercak-bercak merah di kulit dianggap biasa, jadi banyak yang tidak terdiagnosis,” imbuh dr. Endi, dalam diskusi daring Psoriasis, Lebih dari Sekadar Penyakit Kulit, Kamis (5/11/2020).

Tidak sekadar penyakit autoimun di kulit

Ada banyak jenis psoriasis. Yang paling sering adalah tipe plak, di mana kulit tampak merah, kering, tebal, bersisik keperakan. Lesi psoriasis bisa muncul di tubuh ataupun di kulit kepala. Ini sering dikira ketombe, tapi ukurannya besar-besar sehingga nampak jelas bila berguguran di pakaian

Psoriasis akibat kekacauan sistem imun. Sel-sel kulit/kulit kepala yang harusnya beregenerasi tiap 27 hari, pada psoriasis proses regenerasi sel-sel ini terjadi begitu cepat. Kulit mati tidak punya cukup waktu untuk rontok secara perlahan; alhasil kulit jadi terus menumpuk dan tebal.

Proses imunologi dalam psoriasis melibatkan respons peradangan (inflamasi). Inilah yang jadi masalah. Seiring waktu, peradangan tidak hanya terjadi di kulit. “Penyakit yang tadinya lokal hanya di kulit, bisa berkembang menjadi komplikasi sistemik,” terang dr. Endi. Yang paling ringan, psoriasis bisa menyerang kuku hingga kuku tampak bolong-bolong, rapuh, bahkan bisa sampai hancur.

Komplikasi yang paling sering yakni radang sendi, disebut juga psoriasis arthritis. Sendi bengkak-bengkak, bahkan bisa bengkok bila penyakitnya berat. “Bila sendi sudah rusak, sulit sekali dikembalikan ke kondisi semula,” sesalnya.

Komplikasi lain yakni sindrom metabolik. Inflamasi kronis pada psoriasis berisiko menimbulkan hipertensi, aterosklerosis, hingga gangguan metabolisme gula dan lemak. “Pasien psoriasis yang tidak terkontrol lebih mudah mengalami serangan jantung,” ujar dr. Endi. Sebuah studi menyebut, pasien psoriasis berat memiliki peningkatan risiko hingga 50% terhadap kematian. Kematian bukan disebabkan secara langsung oleh psoriasis, melainkan oleh komplikasi yang ditimbulkannya.

Komplikasi pun tidak sebatas gangguan fisik, tapi juga mental. “Ada diskriminasi dan stigma pada pasien psoriasis. Kesempatan mereka untuk beberapa hal misalnya pekerjaan, juga lebih terbatas. Apalagi kalau sudah ada komplikasi,” tutur dr. Danang Tri Wahyudi, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV. Stigma kerap membuat penyandang psoriasis malu berobat, serta merasa rendah diri hingga menimbulkan stres dan depresi, bahkan keinginan untuk bunuh diri.

Bisa dikontrol

“Psoriasis tidak bisa sembuh, tapi bisa dikontrol sehingga penyakit masuk ke fase remisi,” tegas dr. Endi. Ada beberapa jenis pengobatan untuk psoriasis. Mulai dari obat topikal (oles), fototerapi, hingga obat sistemik yang diberikan lewat injeksi atau infus.

Pilihan obat disesuaikan dengan jenis psoriasis dan kondisi tiap orang. Pengobatan juga harus diiringi dengan modifikasi gaya hidup. “Tidak ada obat yang bisa digunakan untuk semua pasien. Pengobatan sangat individual,” tegas dr. Danang.

KSPI dan PERDOSKI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit & Kelamin), didukung oleh Novartis, meluncurkan aplikasi PSONESIA (Proriasis Indonesia). Aplikasi ini membantu pasien maupun dokter yang merawat pasien psoriasis untuk monitoring penyakit. Pasien juga bisa mengakses artikel tentang psoriasis yang terpercaya, membuat jurnal perjalanan penyakitnya, serta mendapat informasi soal dokter yang menangani psoriasis. PSONESIA sudah bisa diunduh di Google Play, dan akan bisa diunduh di App Store dalam waktu dekat. (nid)