manajemen pasien kanker selama pandemi covid-19

Pasien Kanker di Masa Pandemi COVID-19 Jelang New Normal: Bolehkah Kontrol Rutin?

Pasien kanker atau penyintasnya merupakan kelompok yang berisiko tinggi mengalami infeksi berat COVID-19. Hal ini membuat banyak pasien kanker takut berobat atau kontrol ke dokter. Seperti ‘jatuh tertimpa tangga’ bila ke rumah sakit berisiko terpapar COVID-19, sebaliknya bila tidak ke rumah sakit penyakit bertambah berat atau kambuh. Lantas apa yang harus dilakukan?

Berdasarkan data dari BNPB – per 12 Juni 2020 - populasi kasus COVID-19 di Indonesia yang berasal dari pasien kanker adalah sekitar 2%. Hipertensi, diabetes dan penyakit jantung menjadi tiga penyakit penyerta teratas, yakni masing-masing berjumlah sekitar 55,5%, 20,7% dan 12,6%.

Namun begitu, menurut Dr. dr. Ikhwan Rinaldi, Sp.PD-KHOM, M.Epid, FINASIM, FACP, dari RS. Gading Pluit, Jakarta, pasien kanker berisiko tinggi mendapatkan perawatan intensif dengan ventilasi atau harus dirawat di ICU bila terinfeksi COVID-19.

Umumnya pasien kanker yang sedang menjalani kemoterapi mengalami penurunan sel darah putih (leukosit). Tertutama bila terjadi kadar limfosit (salah satu jenis leukosit) rendah, maka ia berisiko mengalami perburukan COVID-19. Mereka tidak mampu melawan infeksi virus SARS-CoV-2 dengan baik.

Demikian pula dengan para penyintas kanker. Mereka tetap berisiko menjadi berat bila terinfeksi, walau tidak lebih berat daripada pasien kanker. Dr. Ikhwan menjelaskan, ini tidak memandang telah berapa tahun penyintas tersebut dinyatakan bersih dari kanker.

“Karena umumnya leukositnya sudah rendah dibanding orang normal,” terangnya dalam bincang-bincang live Instagram Manajemen Pasien Kanker di Masa Pandemi COVID-19; Jelang New Normal, Sabtu (13/6/2020).

Lantas apa yang harus dilakukan selama pandemi ini?

Hal pertama yang wajib setiap pasien kanker atau penyintas pahami adalah bagaimana virus ini menyebar.

Virus corona baru ini menulari lewat percikan cairan ludah saat seseorang berbicara, tertawa, batuk atau bersin. Atau, melalui perantara benda-benda yang terkontaminasi virus, yang tak sengaja terpegang, kemudian menular saat kita mengusap area wajah (mulut, hidung dan mata).

Ini berarti, “Pasien kanker harus selalu hindari kerumunan dan wajib memakai masker,” ujar dr. Ikhwan. Selain itu, jangan ke luar rumah bila tidak ada keperluan mendesak, rajin cuci tangan menggunakan air mengalir dan sabun (selama 20 detik), atau hand sanitizer.

“Pasien perlu berhati-hati, tetapi jangan takut. Harus memperhitungkan kerumunan orang dan zona daerah (termasuk zona banyak kasus COVID-19 atau tidak). Jangan lupa cuci tangan, kalau perlu pakai alarm setiap ½ jam atau satu jam cuci tangan. Segera mandi kalau dari luar,” tegasnya.

Jangan takut ke rumah sakit

Walaupun di tengah masa pandemi COVID-19 pasien kanker yang masih dalam proses pengobatan / terapi tetap disarankan untuk melanjutkan terapinya. Menghentikan terapi berisiko memperburuk penyakit.

Sangat disarankan untuk melakukan pendaftaran online terlebih dulu untuk menghindari pasien mengantre lama.

“Biasanya selama COVID-19 ini dokter juga tidak bisa menerima banyak pasien. Sehingga konsultasikan (telepon) dengan dokter pemeriksaan apa saja yang bisa dilakukan sendiri (tanpa harus ke dokter) kemudian baru dilaporkan ke dokternya,” saran dokter yang juga staf pengajar di Devisi Hematologi-Onkologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI-RSCM ini.  

Beberapa rumah sakit mungkin menerapkan kebijakan sehingga pasien kanker tidak harus terlalu sering kontrol; kontrol dilakukan setelah dua atau tiga kali kemo, tidak setiap habis kemoterapi.

Sementara untuk penyintas kanker yang ingin kontrol, dr. Ikhwan menyarankan untuk menggunakan telemedicine, alias konsultasi jarak jauh dengan memanfaatkan platform digital.

Berpikiran positif    

Yang tak kalah penting adalah tetap berpikiran positif. “Ketenangan bisa meningkatkan imunitas tubuh, sebaliknya stres menurunkan daya tahan tubuh,” tambah dr. Ikhwan. “Pengalaman saya banyak pasien yang selalu khawatir maka leukositnya lebih gampang turun, dibanding pasien yang happy-happy saja.”

Walau mungkin terdengar sulit, tersenyumlah bila Anda masih bisa tersenyum, karena ini akan merubah pola pikir dan memberikan afirmasi positif ke tubuh. (jie)