uji klinis fase 3 vaksin covid-19 johnson & johnson

Mulai Uji Klinis Fase 3, Calon Vaksin COVID-19 Produksi Johnson & Johnson Mungkin Hanya Butuh Satu Dosis

Johnson & Johnson – yang selama ini dikenal sebagai produsen produk perawatan bayi – mengumumkan mulai memasuki uji klinis fase 3 vaksin COVID-19. Kandidat vaksin Johnson & Johnson mungkin hanya butuh satu dosis (satu kali suntikan), bukan dua seperti calon vaksin lainnya.

Pada 23 September 2020 dalam situs resminya Johnson & Johnson (JNJ) mengumumkan dimulainya uji klinis fase 3 (ENSEMBLE) untuk calon vaksin COVID-19, yang dikembangkan oleh Janssen Pharmaceutical Companies.

Calon vaksin ini memiliki kelebihan dari beberapa kompetitornya, misalnya yang diproduksi AstraZeneca, Sinovac (China), Sanofi, BioNTech (Pfizer), atau Moderna. Vaksin berkode JNJ-78436735 ini mungkin hanya perlu satu suntikan (satu dosis), bukan dua. Dan tidak harus dikirim ke rumah sakit / pasien dalam kondisi beku.

Uji klinis fase 3 ini melanjutkan percobaan sebelumnya yang menunjukkan profil keamanan dan imunogenisitas. Dalam uji klinis fase 1 dan 2 – melibatkan total 395 orang – tidak ditemukan efek samping serius, dan terbukti menghasilkan antibodi walau hanya dangan satu dosis suntikan.

Menurut Dr. Dan Barouch, ahli virus di Beth Israel Deaconess Medical Center yang memimpin pengembang vaksin ini, uji klinis fase 1 dan 2 mengukur respons imun tetapi tidak dapat menentukan apakah vaksin benar-benar melindungi dari virus corona.

Ia mencatat bahwa satu dosis vaksin menghasilkan tingkat antibodi pada manusia yang menurut eksperimen sebelumnya cukup untuk melindungi monyet.

Kemudian pada fase 3 ini, rencananya akan melibatkan hingga 60.000 orang (berusia > 18 tahun) di delapan negara (Argentina, Brazil, Chile, Colombia, Mexico, Peru, Afrika Selatan dan Amerika Serikat).

“Uji coba akan mencakup mereka dengan dan tanpa komorbiditas yang terkait dengan peningkatan risiko COVID-19 yang parah,” tulis peneliti.

Menurut dr. Paul Stoffels, Wakil CEO dan Chief Scientific Officer Johnson & Johnson, jika berjalan lancar hasil uji klinis ini (vaksin terbukti aman dan efektif) akan didapatkan pada akhir tahun, kemudian memasuki proses produksi.

“Kami berharap memiliki puluhan juta dosis yang siap edar di akhir tahun ini. Kemudian kami dapat mengingkatkan lebih banyak batch lagi,” ujarnya dilansir dari New York Times.  

Tidak harus dikirimkan dalam kondisi beku

Vaksin Johnson & Johnson menggunakan adenovirus untuk membawa gen dari virus corona ke dalam sel manusia. Sel kemudian menghasilkan protein virus corona, tetapi bukan virus corona itu sendiri. Protein inilah yang akan memperkuat sistem kekebalan untuk melawan infeksi selanjutnya oleh virus.

Vaksin dari adenovirus harus disimpan dalam pendingin, tetapi tidak perlu dibekukan seperti vaksin dari potongan materi genetik yang dikenal dengan mRNA.

Teknologi vaksin adenovirus yang digunakan dalam uji klinis ini dikembangkan oleh Advac® di awal tahun 2000-an. Teknologi Advac® Janssen telah dipakai untuk membuat vaksin untuk Ebola, HIV, virus pernapasan syncytial (RSV) dan Zika.

Jika berhasil, diperkirakan pada peluncurannya akan tetap stabil selama dua tahun pada suhu -20°C dan setidaknya tiga bulan pada 2-8°C (tidak perlu dibekukan).

Ini membuat kandidat vaksin kompatibel dengan saluran distribusi vaksin standar dan tidak memerlukan infrastruktur baru pada proses distribusi, terutama di tempat yang tidak memiliki fasilitas medis yang memadai. (jie)