Serangan migrain bisa terjadi setiap saat tanpa sebab, dan ini bisa sangat melumpuhkan penderitanya. Lantas benarkah migrain berhubungan dengan kerusakan otak?
“Migrain itu penyakit yang banyak di masyarakat tetapi kita kadang kurang perhatian. Survei yang dilakukan di divisi kami (Divisi Nyeri Kepala RSUP Dr. Kariadi, Semarang) mendapati ternyata migrain di kelompok pekerja itu banyak sekali kejadiannya. Produktivitas jadi menurun,” kata Dr. dr. Dodik Tugasworo P, SpS(K)MH, Ketua PP PERDOSNI (Perhimpunan Dokter Spesialis Neurologi Indonesia).
Terkait penyebab, dr. Dodik menjelaskan, disebabkan oleh banyak hal. “Bisa karena masalah vaskuler (pembuluh darah ke otak) karena stroke, juga karena penyebab lain.”
Beberapa hal yang diketahui bisa menyebabkan migrain antara lain alergi, termasuk alergi makanan – misalnya alergi coklat – atau alergi udara.
“Faktor (penyebab) terbesar penyebab migrain tidak diketahui. Kadang-kadang memang ada kerusakan otak, misalnya vaskuler tadi. Tetapi orang yang kena migrain itu punya dasar /kecenderungan untuk terjadi migrain,” imbuh dr. Dodik.
Episode migrain dapat berlangsung selama berjam-jam dan kadang-kadang bahkan bisa memakan waktu berhari-hari untuk kembali ke kondisi normal. Kondisi ini dapat menimpa orang-orang dari semua kelompok umur dan jenis kelamin, tetapi sebagian besar wanita mengeluh tentang masalah ini dan mencari bantuan medis.
Baca: Kenapa migrain lebih umum di kalangan perempuan?
Kenapa migrain makin parah?
Untuk beberapa orang, alih-alih membaik, ia merasakan migrain yang bertambah parah. Biasanya seiring penuaan migrain bisa bertambah parah. Ada beberapa alasan untuk itu:
1. Stres tambahan
Stres yang tidak terkontrol baik adalah penyebab utama migrain. Dan mengatasi stres semakin sulit seiring bertambahnya usia karena hal-hal seperti penyakit kronis, kurang tidur dan tantangan hidup di usia senja.
2. Perimenopause
Perimenopause merupakan periode transisi saat wanita akan memasuki masa menopause. Periode ini bisa berlangsung selama 4-10 tahun sebelum menopause terjadi.
Hormon estrogen dan progesteron yang mempengaruhi menstruasi bulanan juga bisa mempengaruhi zat kimia di otak yang memicu sakit kepala. Fluktuasi hormon ini bisa menjadi lebih drastis selama periode perimenopause, yang dapat menyebabkan migrain lebih sering dan parah, menurut Mayo Clinic.
Untungnya, migrain yang terkait hormon biasanya tidak berlangsung selamanya. Biasanya membaik setelah menopause.
3. Efek samping obat
Obat vasodilator (pelebar pembuluh darah) untuk mengotrol hipertensi bisa menjadi penyebab kenapa migrain bertambah parah.
Obat-obatan ini bekerja dengan membantu pembuluh darah mengembang untuk memungkinkan lebih banyak darah mengalir, yang dapat meningkatkan aliran darah ke otak, tapi di satu sisi berpotensi memicu sakit kepala.
4. Konsumsi kafein berlebih
Seperti alkohol, kafein juga bisa memicu migrain, terutama bila Anda minum kopi lebih awal dari jam ngopi reguler Anda.
American Journal of Medicine mencatat mereka yang ngopi lebih dari tiga cangkir sehari lebih mungkin mengalami migrain, dibanding orang yang hanya minum satu atau dua cangkir.
5. Kualitas tidur buruk
Seiring bertambahnya usia, biasanya datang masalah tidur, seperti kesulitan tidur, serta terbangun lebih sering dan awal. Buruknya kualitas tidur adalah salah satu pemicu migrain yang umum.
Riset di jurnal Medicine pada penderita migrain, mereka yang kualitas tidurnya sangat buruk cenderung lebih sering mengalami migrain dalam sebulan, dibandingkan mereka yang kualitas tidurnya baik.
Kapan perlu ke dokter?
Kadang hanya dengan istrirahat serangan migrain dapat hilang dengan sendirinya. Tetapi pada kondisi tertentu dianggap sebagai peringatan darurat.
“Kalau migrainnya sudah sampai sangat mengganggu, bahkan disertai gangguan neurologis, misalkan dengan kesemutan atau kelumpuhan, harus segera dibawa ke rumah sakit,” saran dr. Dodik, di sela acara The International Congress of Clinical Neurophysiology (ICCN) 2024, di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (12/9/2024).
“Dengan neurofisiologi, menggunakan EEG (elektroensefalogram), itu bisa dipakai untuk memeriksa gangguan migrain,” tambahnya.
Terkait pendekatan neurofisiologi, dr. Manfaluthy Hakim, SpS(K), Convenor of the 33rd ICCN 2024 menjelaskan, metode ini dapat mengintervensi lebih dini, sehingga mengurangi dampak jangka panjang berbagai penyakit neurologis (termasuk migrain).
Metode ini menggunakan teknologi seperti EEG, EMG (elektromiogram) dan EP (evoked potential) untuk menganalisis sinyal saraf dan memberikan intervensi yang tepat.
“Dengan neurofisiologi saraf apa yang kena, dan terapinya bagaimana bisa diketahui, jadi lebih cepat,” pungkas dr. Luthy. (jie)