subdural hematoma pernah dialami maradona sebelum meninggal

Mengenal Subdural Hematoma Yang Dialami Diego Maradona Sebelum Meninggal

Legenda sepak bola Argentina Diego Armando Maradona tutup usia pada Rabu (25/11/2020) pukul 12.00 waktu setempat di rumahnya. Mantan pemain Barcelona dan Napoli ini meninggal di usia 60 tahun (dikabarkan karena serangan jantung), setelah sebelumnya diketahui sempat dirawat karena subdural hematoma.

Pada awal November 2020, Maradona sempat dilarikan ke rumah sakit di klinik Olivos, Ipensa Sanatorium, di La Plata, Argentina, karena dehidrasi berat dan anemia. Tetapi hasil pemeriksaan CT scan menyatakan bila Maradona mengalami subdural hematoma. Ini mengharuskannya segera mendapatkan operasi otak.

Dilansir dari ESPN, dokter pribadi pemain yang terkenal dengan goal “Tangan Tuhan” itu menyatakan operasi berjalan lancar. “Saya berhasil menyingkirkan hematoma dan Diego (Maradona) menjalani operasi dengan baik,” kata Leopoldo Luque, dokter pribadi sekaligus ahli bedah saraf.

Leopoldo juga mengatakan bila Maradona dalam kondisi baik pasca-operasi yang memakan waktu sekitar 80 menit. “Masa pemulihannya di rumah sakit akan dilihat sesuai dengan perkembangan kondisinya. Akan tetapi, dia sudah menunjukkan respons yang bagus setelah operasi,” ujar Leopoldo saat itu.

Maradona diperbolehkan pulang ke rumah pada pertengahan November. Sejak saat itu tidak ada lagi kabar terkait kondisi kesehatan Maradona, hingga akhirnya berita duka ini muncul. Pemerintah Argentina bahkan menetapkan tiga hari sebagai hari berkabung nasional.

Perdarahan otak dalam

Sebenarnya apa itu subdural hematoma?  Kondisi ini sering disebut juga dengan perdarahan otak subdural. Suatu kondisi perdarahan yang terjadi di antara dua lapisan otak; lapisan arachnoidal dan lapisan meningeal (dura).

Perdarahan tersebut menyebabkan munculnya kumpulan darah (hematoma). Jika volume darah sangat besar, atau terjadi dengan tiba-tiba (akut) dapat menyebabkan peningkatan tekanan dalam otak.

Tekanan yang terlalu tinggi berisiko menyebabkan kerusakan jaringan otak, dan berbahaya bila tidak cepat ditanggulangi.

Subdural hematoma biasanya terjadi karena trauma (benturan) kepala hebat, misalnya karena kontak fisik olahraga, kecelakaan kendaraan bermotor atau terjatuh. Hantaman atau benturan yang cukup kuat mengenai kepala dapat membuat otak bergetar (bergerak).

Pada saat ada hantaman terdapat dua kejadian, yaitu akselerasi tengkorak ke arah dampak dan pergeseran otak ke arah berlawanan. Di sinilah terjadi benturan antara otak dengan dinding tengkorak, sehingga terjadilah perdarahan dalam.   

Mengenali gejalanya

Subdural hematoma akan menyebabkan gejala yang segera muncul, atau dalam beberapa minggu setelah benturan (cedera).

Tekanan yang tinggi di otak akan menyebabkan penderitanya mengeluhkan sakit kepala, pusing, mual / muntah atau bicara melantur.

Bisa juga muncul dalam bentuk disorientasi seperti kebingungan, linglung atau mengantuk. Perubahan perilaku, kejang, amnesia, mati rasa, kelemahan pada satu sisi tubuh hingga koma bisa terjadi pada mereka dengan subdural hematoma.

Dalam banyak kasus, gejala subdural hematoma kronis bisa serupa dengan gejala demensia, stroke, tumor, atau masalah lain di otak.

Itu sebabnya, perlu segera memeriksakan ke dokter jika Anda baru saja mengalami cedera kepala, terutama jika tidak tampak perdarahan luar, atau mengalami gejala-gejala yang sudah disebutkan di atas. (jie)