stigma tentang depresi di masyarakat

Memangkas Stigma Depresi di Masyarakat

Satu dari delapan orang dewasa di dunia setidaknya pernah mengalami gangguan mental di dalam hidupnya. Depresi adalah salah satu bentuk gangguan mental. Dalam masyarakat modern masih terdapat stigma tentang depresi yang membuat seseorang enggan berinteraksi, tidak percaya dan menjauhi penderita depresi.

Banyak orang yang didiagnosa depresi merasakan teman yang menghilang satu persatu, dicap sebagai orang yang dengan mental lemah, dan akhirnya dijauhi. Padahal dukungan keluarga dan orang-orang terdekat adalah yang paling dibutuhkan mereka dengan depresi.

Dr. Eka Viora, SpKJ, Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) menjelaskan banyaknya stigma yang beredar terhadap depresi, ini menghalangi para penderitanya mendapatkan dukungan yang tepat.

Stigma tersebut menghambat penderita depresi untuk mencari dukungan yang mereka butuhkan untuk bisa menjalani kehidupan kembali secara normal. “Depresi lebih sering dilihat sebagai aib daripada penyakit karena berkenaan dengan kesehatan mental, bukan fisik,” terang dr. Eka.

Dr. dr Margarita Maramis, SpKJ (K), Ketua Divisi Mood Disorder Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), menambahkan bahwa stigma ini menyebabkan terjadinya diskriminasi terhadap para orang dengan depresi, antara lain asumsi bahwa penderita tidak mau bersosialisasi, tidak bisa dipercaya, dan membuat canggung keadaan.

Akibatnya adalah sebagian dari orang dengan depresi kemudian menjauhkan diri dan menghindari hubungan yang terlalu pribadi dengan orang lain, hingga berhenti bekerja atau berhenti sekolah.

Padahal tersedia terapi dan pengobatan untuk orang dengan gangguan mental depresi. “Hampir 50% penderita depresi tidak mendapatkan perawatan. Di Indonesia 83-91% orang dengan depresi tidak mencari atau mendapat pengobatan yang sesuai,” papar dr. Margarita.

Gangguan depresi yang tidak diobati berdampak buruk. Seperti meningkatkan keparahan gejala sekaligus menurunkan kualitas hidup, meningkatkan risiko perilaku berbahaya seperti konsumsi narkoba dan ide bunuh diri.

Mengganggu hubungan dengan orang-orang terdekat dan atau dalam lingkungan kerja. Penurunan nafsu makan dan gangguan tidur menyebabkan penderita akan sulit sembuh bila menderita penyakit tertentu.

Stigma lebih dari sekedar ‘cap’ yang dilekatkan bagi para penderita depresi. Tetapi mempengaruhi baik mental maupun kesehatan fisiknya.

Berikut beberapa stigma/mispersepsi/mitos yang dilekatkan pada penderita depresi :

1. Orang yang terlihat produktif tidak mungkin mengalami gangguan kesehatan mental

Faktanya : Hanya karena seseorang terlihat produktif, bukan berarti mereka tidak berpotensi untuk memiliki gangguan kesehatan mental.

Banyak orang yang mengalami gangguan kesehatan mental namun masih dapat bekerja dengan baik. Depresi tidak hanya berdampak pada penderitanya tetapi juga keluarga dan orang lain di sekitarnya.

2. Orang yang mengalami gangguan mental tidak dapat disembuhkan

Fakta : Penelitian telah membuktikan bahwa penderita gangguan kesehatan mental, termasuk depresi, dapat sembuh dan pulih sepenuhnya.

3. Orang yang mengalami gangguan kesehatan mental merupakan orang yang berbahaya

Fakta : Kondisi kesehatan mental tidak berpengaruh terhadap perilaku kekerasan. Menurut penelitian yang diterbitkan oleh World of Pscychiatry, orang dengan gangguan mental jauh lebih mungkin menjadi korban tindak kekerasan. (jie)

Baca juga : 300 Juta Orang di Dunia Alami Depresi, Bagaimana Memutus Ancaman Bunuh Diri Akibat Depresi