Kanker kolon sebenarnya salah satu jenis kanker yang paling bisa dicegah, selain kanker payudara dan serviks. Di sinilah pentingnya deteksi dini dengan skrining kanker kolon.
Di Indonesia menurut Yayasan Kanker Indonesia (YKI), kanker kolon (kolorektal atau kanker usus besar) menempati urutan nomor 2 terbanyak untuk laki-laki dan nomor 3 pada wanita.
Secara global kanker kolon merupakan jenis kanker keempat terbanyak di dunia. Tercatat kasus baru sebanyak 17 per 100.000 penduduk, atau 1,3 juta jiwa tiap tahunnya. Data GLOBOCAN 2013 menyatakan, ada 694 ribu kematian akibat kanker usus besar.
Ada yang berbeda antara insiden kanker kolon di negara maju dengan di Indonesia. Di AS dan Eropa, 90% kanker kolorektal menyerang orang > 50 tahun, dan umumnya berhubungan dengan faktor genetik.
Sementara Indonesia, 51% terjadi pada usia <50 tahun, bahkan hampir 30% terjadi pada usia <40 tahun. Lebih banyak berhubungan dengan gaya hidup, faktor genetik sangat kecil pengaruhnya.
Menurut Prof. Dr. dr. Aru Wisaksono Sudoyo, SpPD, KHOM, FACP, Ketua Umum YKI, keadaan ini tidak terlepas dari beberapa perubahan dalam kehidupan masyarakat, seperti peningkatan pola menu makan barat seperti konsumsi daging merah dan makanan tinggi lemak, di satu sisi konsumsi serat sangat kurang.
Selain itu sebagian besar orang kurang olahraga, merokok, mengonsumsi bahan-bahan karsinogenik, serta tidak menjaga berat badan.
Kapan harus lakukan skrining kanker kolon?
Secara umum skrining kanker kolon direkomendasikan pada:
- Semua orang yang berusia 50 tahun lebih.
- Memiliki riwayat keluarga dengan sakit polip (benjolan) usus.
- Punya riwayat keluarga menderita kanker (semua jenis kanker), tetapi terutama kanker usus besar.
- Riwayat keluarga dengan sindrom genetik tertentu, atau riwayat penyakit radang usus (seperti penyakit Crohn atau ulcerative colitis).
- Menderita diare kronis (>2 minggu) walau sudah diobati.
Menurut the United State Prevention Service Task Force – di Amerika kanker kolon merupakan kanker penyebab kematian kedua terbanyak – waktu melakukan skrining lebih awal lagi, yakni dilakukan sebelum usia 45 tahun pada mereka yang memiliki faktor risiko tinggi.
Jenis skrining kanker kolon
1. Tes darah samar
Tes darah samar (fecal occult blood test) diperlukan untuk mendeteksi darah yang tidak tampak di tinja melalui pemeriksaan mikroskopis.
Bila dijumpai darah samar dalam usus, ada kemungkinan Anda mengalami kanker usus besar atau polip di usus besar.
Tetapi perlu dicatat, tes darah samar hanya dapat mendeteksi ada atau tidaknya darah, bukan penyebabnya. Untuk mengetahui penyebab, diperlukan pemeriksaan lanjutan.
Pengujian ini perlu diulang setiap tahun. Kelemahan dari tes ini adalah memiliki tingkat positif palsu sekitar 5%. Tes darah samar bersifat non-invasif, nyaman dan hemat biaya. Jika tes darah di tinja ini positif, diperlukan kolonoskopi untuk mengevaluasi alasan tes positif.
2. Kolonoskopi
kolonoskopi adalah “gold standard” untuk tes/skrining kanker kolon, dengan kemampuan deteksi hingga 95%.
Ini juga satu-satunya metode yang memungkinkan dokter untuk mendeteksi sekaligus menghilangkan polip usus besar yang berpotensi prakanker.
Selama kolonoskopi, dokter akan memasukkan ‘kabel’ flesibel dengan kamera di ujungnya - disebut kolonoskop- ke dalam usus besar. Seluruh usus besar kemudian diperiksa dengan cermat.
Jika tidak ada polip yang terdeteksi, kolonoskopi ulang disarankan dalam 10 tahun. Tetapi jika polip terdeteksi atau tingkat risiko/gejala pasien berubah, jarak pemeriksaan akan lebih pendek.
3. CT kolonografi
CT scan digunakan untuk menunjukkan gambaran usus besar. Seperti pada kolonoskopi, sebuah tabung kecil ditempatkan di rektum untuk melihat gambaran usus besar yang lebih jelas.
Tes ini berguna untuk pasien yang tidak bisa mentolerir anestesi (obat bius) atau memiliki kondisi lain yang membuatnya tidak bisa melakukan prosedur kolonoskopi.
Kelemahan CT kolonografi adalah paparan radiasi, dan hanya memiliki keakuratan sekitar 88,7% dalam menemukan polip. (jie)
Baca juga: Penting Colok Dubur pada BAB Berdarah