Kanker Usus Besar Tak Harus Dioperasi Terbuka | OTC Digest
kanker_usus_besar_keyhole_surgery

Kanker Usus Besar Tak Harus Dioperasi Terbuka

Sehari-hari, semua keluhan sakit perut kita bilang maag. “Padahal, sakit perut bisa jadi tanda kanker kolon, terutama yang sudah hampir menyumbat usus,” ungkap dr. Eko Priatno, Sp.B-KBD dari Bethsaida Hospital, Tangerang.

Pada stadium awal, kanker usus besar-anus (kolorektal) umumnya tidak menimbulkan gejala sehingga banyak orang tidak menyadarinya. Jangan abai bila mengalami perubahan pola buang air besar (BAB) yang berkepanjangan; bisa sembelit, bisa pula diare. Sering kali itu merupakan tanda adanya kanker di usus besar.

Gejala lain misalnya bentuk feses (tinja) yang ‘kurus’ seperti pinsil; dan rasa tidak puas setelah BAB, seperti masih ada yang tertinggal. Bila kanker terletak dekat anus, timbul nyeri saat BAB. “Gejala paling sering yakni BAB berdarah, sehingga sering dikira wasir. Padahal belum tentu itu wasir,” tutur dr. Eko, dalam diskusi yang diselenggarakan oleh RS Bethsaida beberapa waktu lalu.

Bila sudah terjadi sumbatan di usus, perut tampak buncit, kembung, tidak bisa BAB, tidak bisa kentut, hingga muntah. Pada stadium lanjut, kanker kolorektal juga menyebabkan berat badan (BB) turun tanpa sebab yang jelas.

Kanker kolorektal biasanya berawal dari polip (semacam daging tumbuh) di usus, yang didiamkan sehingga lama kelamaan menjadi ganas. Trennya sekarang, usia makin muda. “Pada usia muda, cenderung karena dipengaruhi oleh perubahan pola makan. Sekarang kita banyak makan daging merah, fast food, dan lain-lain, tidak seperti pola makan zaman dulu,” tuturnya.

 

Deteksi dan diagnosis

Cara paling sederhana untuk mendeteksi kanker kolorektal yakni dengan colok dubur. “Tapi, pemeriksaan ini punya keterbatasan. Yang bisa teraba hanya kanker yang terletak di dekat anus,” terang dr. Eko.

Untuk memeriksa usus dengan lebih detil, dilakukan kolonoskopi. Yakni alat dilengkapi kamera, yang dimasukkan dari anus. Dengan kolonoskopi, seluruh bagian usus bisa dilihat. Bila dalam kolonoskopi ditemukan polip atau tumor, dilakukanlah biopsi, untuk menilai apakah polip/tumor tersebut jinak, ataukah ganas (kanker).

Kalau ternyata itu kanker, harus dilakukan CT scan rongga perut dan rongga dada, untuk melihat apakah kanker sudah menyebar ke daerah/organ lain. Ini merupakan penentuan stadium, yang akan menentukan terapi yang sesuai.

 

Keyhole surgery, operasi dengan luka minimal

“Pada stadium awal, kanker kolorektal bisa disembuhkan,” tegas dr. Eko. Ia melanjutkan, pembedahan (operasi) adalah solusi terbaik. Efektif menurunkan kekambuhan, dan meningkatkan harapan hidup.

Tidak semua pasien perlu kemoterapi dan radioterapi. “Yang membutuhkan kemoterapi adalah stadium II dengan kondisi khusus misanya risiko kekambuhan tinggi, serta stadium III dan IV. Stadium I tidak perlu,” tuturnya. Adapun yang memerlukan radioterapi yakni bila letak kanker di rektum-anus, serta pada kanker stadium III+. Umumnya, radioterapi dilakukan sebelum operasi.

Kanker yang ditemukan pada stadium dini bisa diangkat dengan teknik operasi invasif minimal yang disebut keyhole surgery. Disebut keyhole karena lubangnya hanya sebesar lubang kunci. Dengan terobosan inovatif ini, tidak dilakukan operasi terbuka dengan menyayat perut seperti pada operasi konvensional, melainkan hanya dibuat 3-4 lubang dengan diameter 5-10 mm. Dari lubang kecil itulah dimasukkan kamera untuk ‘mengintip’ isi perut, serta alat untuk memotong kanker.

Karena tidak ada luka sayatan besar, nyeri yang ditimbulkan teknik keyhole pun minimal. “Setelah operasi, bisa cepat kembali beraktivitas. Masa penyembuhan lebih cepat, luka bekas operasi hampir tidak terlihat,” papar dr. Eko. Lama rawat di rumah sakit jauh lebih singkat, hanya 5-6 hari; bandingkan dengan metode konvensional yang mencapai 10-14 hari. Pasca operasi, umumnya dengan teknik keyhole tidak membutuhkan perawatan di ICU, dan jarang membutuhkan transfusi darah karena luka sayatan kecil sekali. Pada orang gemuk, keyhole surgery lebih efektif karena untuk melakukan operasi konvensional, sayatan perlu dilakukan lebih dalam dan lebih sulit.

Tentu, keyhole surgery memiliki keterbatasan. Teknik ini tidak bisa dilakukan pada kanker yang menyumbat usus. “Untuk melakukan keyhole surgery, butuh ruang yang luas pada rongga perut. Bila ada sumbatan di usus, atau kanker sudah menempel di organ lain, ruang untuk pengerjaan operasi jadi sempit, sehingga teknik keyhole tidak bisa dilakukan,” papar dr. Eko. Keyhole surgery juga tidak bisa dilakukan pada kanker dengan ukuran besar. Sayatan pada teknik ini sangat kecil, tentu tidak bisa untuk mengeluarkan kanker yang ukurannya besar.

 

Perawatan pasca operasi

Setelah operasi, harus melakukan pemeriksaan rutin sesuai jadwal. Ini untuk memonitor kekambuhan sedini mungkin. Dengan demikian, kekambuhan bisa segera ditangani.

“Lakukan control ke dokter bedah setiap tiga bulan, selama dua tahun pertama,” ucap dr. Eko. Selanjutnya, cukup control tiap 6 bulan sampai total 5 tahun. Setiap kali control, dilakukan pemeriksaan lab CEA. Setahun sekali, dilakukan pemeriksaan CT scan rongga perut, panggul dan dada, selama 5 tahun pertama. Kolonoskopi dilakukan satu tahun setelah operasi, “Tapi bila sebelum operasi belum pernah kolonoskopi, misalnya pada apsien dengan sumbatan usus, maka kolonoskopi dilakukan antara tiga hingga enam bulan setelah operasi.” Untuk PET scan, tidak perlu rutin; hanya bila dianjurkan oleh dokter.

 

Skrining dan pencegahan kanker kolorektal

Untuk pencegahan, skrining berperan penting. Mulai usia 50 tahun, lakukanlah skrining, meski tidak ada gejala apa-apa. Skrinign meliputi pemeriksaan darah dan feses tiap tahun, dikombinasi dengan sigmoidoskopi tiap 5 tahun. Kolonoskopi cukup 10 tahun sekali.

Orang dengan faktor risiko kanker kolorektal, disarankan melakukan skrining rutin sejak usia 40 tahun. Misalnya mereka dengan riwayat kanker (kanker usus, payudara, kandungan) di keluarga, karena faktor genetik berperan cukup besar dalam kanker kolorektal. Juga orang yang pernah menderita polip usus besar, memiliki penyakot radang usus kronis (kolitis ulseratif dan penyakit Crohn), obesitas, merokok, banyak makan daging merah dan rendah serat, serta jarang berakitvitas fisik.

Tentu, gaya hidup perlu diperbaiki, untuk mencegah kanker kolorektal. “Kurangi konsumsi daging merah, perbanyak makan buah dan sayur, dan berolahragalah secara teratur,” ujar dr. Eko. Hindari rokok dan alkohol.

Bagi orang yang sudah menjalani operasi kanker kolorektal, gaya hidup demikian sangat perlu dilakukan, untuk meminimalkan risiko kekambuhan kanker. (nid)

_________________________________

Ilustrasi: Designed by Freepik