IBD Bukan Radang Usus Biasa | OTC Digest

IBD Bukan Radang Usus Biasa

Gangguan pencernaan ada banyak macamnya, kadang gejalanya berupa perut sakit sampai kram, muncul diare dan mual. Ini mirip maag, tapi bisa disebabkan oleh masalah lain, seperti kolitis ulseratif (KU). 

Kolitis ulseratif merupakan salah satu penyakit usus, yang masuk kategori IBD (inflammation bowel disease) atau penyakit radang usus. Ini merupakan sekelompok kelainan di mana usus meradang (merah dan bengkak), yang bukan disebabkan oleh infeksi.

“Saat ini kasusnya makin banyak ditemukan di Indonesia. Penelitian yang dilakukan dr. Marcell beberapa tahun lalu menunjukkan, IBD ditemukan pada 10% pasien diare kronis,” ujar dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD-KGEH dari FKUI/RSCM, Jakarta.

IBD terbagi atas KU dan penyakit Crohn. KU terjadi hanya pada kolon (usus besar), sementara penyakit Crohn dapat terjadi di sepanjang saluran cerna (mulut sampai anus), tapi paling sering ditemukan di usus halus dan/atau kolon. Karakteristik KU, terdapat perlukaan di permukaan usus.

Sejauh ini, penyebab IBD belum diketahui. Satu atau kombinasi beberapa faktor, memicu sistem imun tubuh memroduksi reaksi radang di saluran cerna yang berlanjut tanpa kontrol. Akibatnya, dinding usus rusak dan terjadi nyeri perut dan diare berdarah. Faktor infeksi, imunologis dan psikologis, ikut berpengaruh pada terjadinya IBD. “Juga faktor genetik. Karenanya, lebih banyak ditemukan pada orang Barat,” kata dr. Ari.

Peradangan bisa terjadi sebagai respon imun terhadap antigen (misalnya protein susu sapi), atau merupakan proses autoimun.

 

Karakteristik IBD

IBD adalah penyakit kronis, atau berlangsung dalam waktu lama. Ada saat di mana penyakit berada dalam stadium aktif (kambuh). Saat peradangan berkurang (atau hilang), gejala-gejala dan keluhan ikut hilang. Pada masa ini, penyakit dianggap remisi, namun dapat kambuh sewakti-waktu ketika peradangan kembali aktif.

Gejala antara lain nyeri perut bawah dan kram, diare / BAB berdarah, mulas tak tertahankan, demam, hilang nafsu makan, berat badan (BB) turun, serta anemia akibat perdarahan. Gejalanya sering kombinasi. Namun, gangguan lain pada saluran cerna umumnya menunjukkan gejala serupa. “Selain akibat infeksi kronis seperti TB usus atau keganasan (kanker), harus dicurigai kemungkinan IBD,” kata dr. Ari.

Untuk menegakkan diagnosa IBD, dokter melakukan berbagai pemeriksaan. Di antaranya pemeriksaan feses (tinja), untuk menilai kemungkinan penyebab diare (bakteri, virus atau parasit) serta melacak keberadaan darah di tinja.

Bisa dilakukan pemeriksaan darah lengkap; kenaikan jumlah sel darah putih menunjukkan ada peradangan dalam tubuh. Jika terjadi perdarahan berat, jumlah sel darah merah mungkin akan turun (anemia).

Untuk diagnosa yang lebih pasti, pemeriksaan bisa dilanjutkan dengan melihat kondisi saluran pencernaan. Bisa dengan kolonoskopi dan sigmoidoskopi untuk melihat kondisi kolon, serta endoskopi untuk melihat saluran cerna bagian atas. Endoskopi juga untuk mengevaluasi, apakah pasien mengalami KU atau penyakit Crohn.

IBD dapat terjadi pada semua usia, namun paling sering di usia muda. Untuk KU, insiden meningkat pada usia 15-35 dan 55-70 tahun; sedangkan Crohn banyak menyerang usia 15-25 tahun.

 

Komplikasi

Anemia dan komplikasi nutrisi sering terjadi; misalnya defisiensi protein, kalori dan vitamin. Defisiensi bisa karena kurang asupan makan, hilangnya protein saluran cerna, atau buruknya penyerapan nutrisi (malabsorbsi).

Pada KU, luka di kolon bisa menyebabkan perdarahan; dalam beberapa kasus perdarahan hebat dan berbahaya, hingga perlu operasi. Dapat terjadi infeksi pada usus, misalnya oleh C. difficile.

Komplikasi paling menakutkan yakni toxic megacolon; terjadi jika peradangan menyebar ke lapisan kolon yang lebih dalam. Kolon jadi membesar dan lumpuh. Pada kasus yang berat, kolon bisa putus hingga membahayakan jiwa dan perlu operasi segera. Gejalanya antara lain nyeri, perut terasa lemas, demam, detak jantung cepat dan dehidrasi. Dinyatakan 5-8% pasien KU menderita kanker kolorektal dalam 20 tahun setelah didiagnosa KU. (nid)

 

Baca juga:
Makanan Faktor Risiko IBD
IBD dan Risiko Kanker Kolon