Penanganan Gangguan Kesuburan dan Teknologi Reproduksi Berbantu

Gangguan Kesuburan bisa dialami Suami maupun Istri, Bagaimana Penanganannya?

Perjalanan Rachel dan Richard dalam film Private Life menceritakan, betapa sulitnya bagi pasangan dengan gangguan kesuburan untuk punya anak. Tokoh rekaan Rachel dan Richard mewakili 10-15% pasangan usia subur yang mengalami gangguan kesuburan atau infertilitas. Pasangan suami istri disebut mengalami infertilitas bila gagal mendapatkan kehamilan meski menjalankan hubungan seksual yang rutin (2-3x seminggu), tanpa kontrasepsi, dan sudah mencoba selama 1 tahun.

Menyalahkan pihak istri karena tidak juga berhasil mendapat momongan, adalah sikap yang sudah usang. “Gangguan kesuburan bisa dari faktor suami, istri, maupun kombinasi keduanya,” ujar dr. Aida Riyanti, Sp.OG-KFER, MRep.Sc dari RS Pondok Indah IVF Centre. Baik suami maupun istri memiliki kontribusi yang sama besar dalam infertilitas. Konseling dan terapi infertilitas harus dilakukan bersama-sama, agar diketahui dengan tuntas penyebabnya, dan dilakukan penanganan/terapi yang sesuai.

Kemajuan teknologi medis memungkinkan dilakukannya reproduksi berbantu, misalnya dengan inseminasi buatan ataupun IVF (in vitro fertilization), yang juga dikenal sebagai bayi tabung. Terapi kesuburan demi mendapatkan kehamilan dilakukan secara berjenjang, dari lini 1 hingga lini 3. “Terapi lini pertama bisa dengan obat tertentu, dan mengatur hubungan seks,” ungkap dr. Yassin Yanuar Mohammad, Sp.OG-KFER, M.Sc dari RS Pondok Indah IVF Centre dan RS Pondok Indah – Pondok Indah. Terapi lini kedua yaitu inseminasi buatan, dan lini terakhir berupa IVF. Ini diungkapkan dalam diskusi sekaligus peresmian virtual RS Pondok Indah IVF Centre beberapa waktu lalu.

Gangguan kesuburan pada laki-laki

Gangguan kesuburan pada laki-laki berhubungan dengan sperma. Gangguan sperma menyumbang 35% dalam kasus infertilitas. Banyak hal yang bisa menyebabkan gangguan sperma. Antara lain gaya hidup yang kurang baik, varikokel, trauma ataupun infeksi di area organ genital, kanker dan pengobatannya, kelainan genetik, dan gangguan hormon.

Gangguan sperma bisa berupa jumlah, gerakan, bentuk, maupun materi genetik misalnya DNA. “Pemeriksaan yang akan dilakukan adalah analisis sperma, untuk melihat jumlah, bentuk, dan gerakan sperma,” terang dr. Aida, yang juga praktik di RS Pondok Indah - Bintaro Jaya. Berdasarkan kriteria WHO, untuk terjadinya kehamilan dibutuhkan >15 jt sperma/ml cairan semen, >4% bentuk sperma yang normal, serta motilitas progresif sperma >32%.

Adapun untuk menilai kerusakan DNA pada sperma, digunakan pemeriksaan yang lebih mendalam dengan DNA fragmentation index. Dengan pemeriksaan ini, akan terlihat halo atau pendar sperma. “Sperma dengan halo yang besar berarti tidak terfragmentasi atau tidak rusak, sedangkan gambaran halo kecil atau tidak ada, menunjukkan sperma yang rusak,” terang dr. Aida. Indeks fragmentasi DNA >30% berhubungan dengan rendahnya laju kehamilan pada program bayi tabung.

Bila ditemukan ada gangguan sperma yang tidak terlalu berat, bisa dilakukan inseminasi buatan untuk membantu terjadinya kehamilan. Sperma disemprotkan ke rahim, agar lebih mudah dan dekat untuk mencapai ovum yang telah matang dan berada di tuba fallopi.

“Namun bila kelainan sperma cukup berat misalnya jumlah terlalu sedikit, kemampuan berenangnya sangat jelek, atau gangguan bentuk yang luar biasa, pilihannya adalah IVF,” ujar dr. Yassin. Pada kasus azoospermia, yaitu tidak terdapat sperma di dalam cairan semen, maka IVF adalah indikasi mutlak. “Sperma harus diambil dari pabriknya di testis, lalu dipertemukan dengan ovum di luar tubuh,” imbuhnya.

Gangguan kesuburan pada perempuan

Pada perempuan, gangguan kesuburan yang mungkin terjadi lebih kompleks. Secara umum dibagi menjadi 3: gangguan ovulasi (pematangan sel telur), sumbatan saluran telur, serta gangguan pada rahim dan indung telur.

Gangguan pematangan sel telur

Untuk terjadinya kehamilan, diperlukan satu sel telur matang, yang kemudian bergerak ke tuba fallopi untuk dibuahi sperma. “Semua kejadian yang menyebabkan anovulasi atau tidak terjadinya ovulasi akan menyebabkan gangguan kehamilan,” jelas dr. Aida. Gangguan ovulasi menyumbang 15% kasus infertilitas. Kondisi ini bisa disebabkan oleh sindrom ovarium polikistik (SOPK), penurunan cadangan ovarium, gangguan fungsi hipotalamus, atau gangguan hormon prolaktin.

Pemeriksaan untuk gangguan ovulasi antara lain dilakukan dengan USG transvaginal, dan penilaian kadar hormon. “Bila hasil pemeriksaan menunjukkan adanya gangguan pematangan sel telur, bisa dicoba dulu lini pertama dengan obat untuk memicu pematangan sel telur,” papar dr. Aida. Bila terapi lini 1 dan 2 gagal, bisa dilakukan IVF. Bila pasien menginginkan, bisa langsung dilakukan IVF tanpa terlebih dulu menjalani terapi lini 1 dan 2.

Sumbatan saluran telur

Sudah pasti fertilisasi (pembuahan ovum oleh sperma) tidak akan terjadi bila ada sumbatan di saluran telur atau tuba falopi. “Ini bisa terjadi akibat endometriosis (kista coklat) pada tuba, infeksi panggul, atau infeksi chlamydia maupun gonorea,” ucap dr. Aida.

Untuk menemukan kondisi ini, bisa dilakukan pemeriksaan laparoskopi, atau histerosalpingografi. Bila memungkinkan, bisa dilakukan pembedahan untuk membuka sumbatan pada saluran telur, sehingga bisa terjadi kehamilan secara alami. Bila kerusakannya cukup berat, bayi tabung bisa jadi pilihan.

Gangguan rahim dan indung telur

Gangguan pada rahim misalnya mioma, polip, atau kelainan bawaan rahim yang bersekat akan mengganggu proses implantasi embrio. Tanpa implantasi, tentu kehamilan tidak akan terjadi meski sel telur telah dibuahi.

Pemeriksaan dilakukan dengan USG, dan histereskopi. Bila ditemukan adanya gangguan, maka perlu diangkat, agar kondisi rahim memungkinkan untuk menerima implantasi embrio.

Personalisasi terapi

Terapi infertilitas bersifat personal. Artinya, tiap pasangan membutuhkan terapi yang berbeda, tergantung kondisi, gangguan kesuburan yang dialami, dan preferensi masing-masing pasangan. Hal ini bisa meningkatkan keberhasilan IVF maupun program kehamilan lainnya. “Terapi infertilitas tidak boleh coba-coba. Harus ditentukan berdasarkan masalah yang dimiliki pasien.”

Klinik fertilitas berbasis one stop fertility clinic yang didukung oleh tim dokter spesialis kebidanan dengan berbagai bidang sub spesialis (fertilitas, endokrinologi, dan reproduksi), serta menggunakan teknologi medis terbaru dan memiliki fasilitas lengkap, bisa menjadi pertimbangan dalam memilih fasilitas pelayanan terapi kesuburan. Lokasi klinik pun perlu jadi pertimbangan. Tentunya, lebih nyaman bila lokasi klinik dekat dari rumah. Untuk area Jakarta Selatan, RS Pondok Indah IVF Centre masih menjadi satu-satunya klinik IVF modern. (nid)

____________________________________________

Ilustrasi: People photo created by katemangostar - www.freepik.com