Cegah Diabetes Lewat Deteksi Dini Prediabetes | OTC Digest

Cegah Diabetes Lewat Deteksi Dini Prediabetes

Satu dari delapan orang Indonesia menderita diabetes. Fakta juga menyebutkan penderita diabetes mellitus di Indonesia adalah nomor 4 terbanyak di dunia. Deteksi dini pada kondisi prediabetes mampu mencegah mereka tidak berkembang menjadi dabetes.

International Diabetes Federation (IDF) menyatakan 425 juta orang di dunia hidup dengan diabetes, dan tercatat sekitar 10,3 juta orang Indonesia menderita diabetes. Diabetes mellitus tercatat menyebabkan lebih dari 3 juta kematian di dunia, sekitar 1 juta orang terpaksa amputasi kaki, lebih dari 500.000 penderita mengalami gagal ginjal dan harus melakukan terapi hemodialisa/cuci darah.

Komplikasi-komplikasi berat akibat diabetes mellitus tersebut bisa dicegah dengan cara melakukan deteksi dini pada kelompok berisiko. Jika terdeteksi pada kondisi prediabetes, dengan perubahan gaya hidup, bisa dicegah untuk tidak berkembang menjadi diabetes.

“Tidak ada satupun orang Indonesia yang terbebas dari gen diabetes. Faktor perkawinan mempererat risiko diabetes,” papar dr. Dante Saksono H. SpPD-KEMD, PhD., dari Departemen Medik Penyakit Dalam, FKUI-RSCM, Jakarta.

Yang disebut diabetes jika gula darah puasa > 126 mg/dl dan gula darah sewaktu > 200 mg/dl. Perjalanan seseorang dari kondisi normal, prediabetes, kemudian menjadi diabetes membutuhkan waktu sekitar 5-10 tahun.

Sekitar 30% penduduk Indonesia tergolong pada kondisi prediabetes. Prediabetes tidak termasuk ke dalam golongan diabetes, tetapi bisa berkembang menjadi diabetes kapan saja.  

 “Disebut prediabetes adalah jika gula darah puasa > 100 mg/dl dan gula darah sewaktu > 140 mg/dl. Gunakan patokan nilai ini saja, jangan ikuti angka laboratorium. Ini adalah angka yang dipakai secara resmi oleh IDF atau PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia),” tegas dr. Dante dalam konferensi pers berjudul Inovasi Terapi Insulin Generasi Baru Sebagai Solusi Pasien Diabetes dengan Risiko Hipoglikemia, pada hari Rabu (24/10/2018), di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Kelompok berisiko

Faktor genetik bepengaruh besar. Mereka yang merupakan keturunan salah satu atau kedua orangtua penyandang diabetes berisiko lebih besar menderita diabetes. “Di Indonesia berdasarkan studi genetik ternyata orang Manado berisiko lebih tinggi menderita diabetes. Penyebabnya apa kita tidak tahu,” imbuh dr. Dante.

Risiko tinggi juga ada pada mereka yang memiliki berat badan lebih. Akumulasi sel lemak membuat insulin tidak bisa bekerja optimal (resistensi insulin). Pankreas tetap memroduksi hormon insulin, tetapi  tidak bisa memecah gula untuk disimpan ke dalam liver dalam bentuk glikogen. Akibatnya gula tetap beredar dalam darah.

Kurang aktivitas fisik juga menjadi faktor terjadinya resistensi insulin. “Insulin akan bekerja efektif jika kita olahraga, bukan hanya aktivitas fisik. Saat terjadi pembakaran sel lemak maka metabolisme tubuh yang lain juga meningkat,” kata dr. Dante. “Masalahnya adalah bukan karena kita tidak punya waktu, tetapi tidak mau menciptakan waktu untuk olahraga.”

Kelompok rawan diabetes berikutnya adalah yang menerapkan pola makan tidak seimbang. Diet diabetes, menurut dr. Dante adalah diet yang tidak menaikkan berat badan, jenis dietnya bisa apa saja.

Prediabetes

Penderita prediabetes biasanya memiliki cirri-ciri tertentu, yang paling kentara adalah munculnya tanda acanthosis nigricans.

Gejala ini ditandai dengan kulit menjadi gelap (kehitaman), tebal pada bagian tubuh yang berkerut seperti lipatan ketiak, selangkangan dan leher. Bisanya muncul pada orang gemuk. Ini menunjukkan sudah terjadi resistensi insulin.

“Pada mereka yang memiliki faktor risiko dianjurkan cek gula darah setahun sekali. Tetapi pada yang berusia >30 tahun dengan faktor risiko, sebaiknya per 6 bulan. Penderita prediabetes dengan perbaikan pola hidup bisa tidak berkembang menjadi diabetes,” tutup dr. Dante. (jie)

Baca juga : Kenali Tanda Hipoglikemia Pada Penderita Diabetes