dosis pertama vaksin AstraZeneca tiba di indonesia

1,1 Juta Dosis Vaksin AstraZeneka Sampai Di Indonesia, Masih Efektifkah Terhadap Varian B117?

1,1 juta dosis vaksin COVID-19 AstraZeneca datang ke Indonesia melalui skema COVAX, pada Senin (8/3/2021). Indonesia merupakan salah satu negara pertama di Asia yang menerima dosis vaksin COVID-19 melalui inisiatif global yang dikelola oleh Organisasi Kesehatan Indonesia (WHO) ini.

Sebagai informasi, COVAX Facility bertujuan untuk memastikan akses yang tepat waktu dan merata terhadap vaksin COVID-19 untuk semua negara yang termasuk dalam negara AMC (Advanced Market Commitment), terlepas dari tingkat pendapatan negara tersebut.

Pengiriman dosis pertama vaksin AstraZeneca ini menjadi bagian dari 11,7 juta dosis yang rencananya akan tiba hingga Mei 2021.

Dalam keterangan pers yang diterima OTC Digest, Sewhan Chon, Presiden Direktur AstraZeneca Indonesia mengatakan, “Kami sangat senang melihat kedatangan dosis pertama vaksin COVID-19 AstraZeneca di Indonesia melalui COVAX.”

“Meskipun sebelumnya vaksin bukanlah fokus utama kami, AstraZeneca telah bekerja dengan mitra secara global untuk menyediakan akses vaksin secara luas, merata dan tepat waktu bagi sebanyak mungkin orang secara nirlaba, selama masa pandemi.”

AstraZeneca merupakan salah satu farmasi global yang bergabung dengan COVAX. Bersama dengan mitra lisensinya, Serum Institute of India, ratusan juta dosis vaksin AstraZeneca direncanakan diberikan kepada 142 negara melalui skema COVAX.

Khusus Indonesia

Selain lewat skema COVAX, sebelumnya secara terpisah pemerintah telah menandatangani perjanjian pembelian di muka untuk pasokan 50 juta dosis vaksin AstraZeneca (berkode AZD1222) pada akhir Desember 2020.

Berdasarkan perjanjian ini, AstraZeneca akan memperluas kapasitas produksi globalnya untuk memastikan pasokan khusus AZD1222 untuk Indonesia. Hal ini dilakukan secara paralel dengan uji klinis yang sedang berlangsung di AS, Inggris, Brasil, Afrika Selatan, Jepang, Rusia, Kenya, dan rencananya akan dilakukan juga di Eropa dan Tiongkok.

Analisis sementara dari uji klinis fase III yang dilakukan oleh Universitas Oxford dengan AZD1222 - diterbitkan di The Lancet pada 8 Desember 2020 - menunjukkan bahwa vaksin tersebut aman dan efektif dalam mencegah COVID-19 simptomatis dan melindungi dari penyakit yang parah dan rawat inap.

Baca: Kemenkes Tandatangani Perjanjian Pembelian 50 Juta Dosis Vaksin AstraZeneca, Harga Lebih Murah dari Vaksin Pfizer

Efikasi vaksin

Vaksin AstraZeneca - diproduksi bersama oleh Universitas Oxford - menggunakan “vektor virus”. Memakai virus flu biasa (adenovirus) yang tidak aktif, dimodifikasi dengan protein paku virus COVID-19 untuk merangsang respon kekebalan. Teknik ini telah terbukti berhasil di masa lalu, termasuk dengan vaksin Ebola.

Distribusi vaksin ini mengikuti Daftar Penggunaan Darurat (emergency use listing / EUL) dari WHO untuk imunisasi aktif pada individu berusia 18 tahun ke atas.

EUL WHO ini didasarkan pada hasil analisis efikasi/ kemanjuran gabungan dari 11.636 peserta penelitian berusia 18 tahun ke atas. Dari total peserta, hanya terjadi 131 infeksi COVID-19 bergejala dari Inggris dan Brasil, dalam uji klinis Fase III yang dilakukan oleh Universitas Oxford.

Keamanan vaksin didasarkan pada analisis sementara dari data yang dikumpulkan dari empat uji klinis di Inggris, Brasil, dan Afrika Selatan yang mencakup 23.745 peserta berusia 18 tahun ke atas.

Vaksin COVID-19 AstraZeneca dapat ditoleransi dengan baik dan tidak ada kejadian keamanan serius yang dikonfirmasi terkait dengan vaksin tersebut. Para peserta berasal dari berbagai kelompok etnis dan geografis yang sehat atau memiliki kondisi medis awal yang stabil.

Efektif untuk mutasi B117 dari Inggris?

Peneliti Oxford mengklaim bila vaksin AstraZeneca ini punya kemanjuran yang mirip pada varian B117 (sebesar 74,6%) dibandingkan virus aslinya (84%), berdasarkan hasil swab.

Hingga sekarang, melansir BBC, lebih dari 10 juta orang telah divaksinasi, ini adalah indikasi pertama bahwa vaksin AstraZeneca-Oxford masih melindungi kebanyakan orang dari virus corona yang telah bermutasi.

Masih belum jelas bagaimana vaksin tersebut bekerja terhadap mutasi B117, tatapi peneliti mengatakan bisa dengan mudah memperbarui vaksinnya dan menerapkan versi baru jika diperlukan.

Prof. Sarah Gilbert, kepala peneliti vaksin dari Oxford, mengatakan kebutuhan akan vaksin baru selalu diharapkan.

“Kami sudah memperkirakan bahwa seiring pandemi berlangsung, varian baru (virus corona) akan mulai mendominasi di antara virus yang beredar dan pada akhirnya versi baru dari vaksin tersebut, dengan protein paku yang diperbarui, akan diperlukan untuk mempertahankan kemanjuran vaksin setinggi mungkin,” katanya.

Prof Gilbert mengatakan akan terus memantau kemunculan varian baru dan bekerja sama dengan AstraZeneca untuk bersiap melakukan perubahan vaksin jika diperlukan. (jie)