Mooryati Soedibyo, Cukup Batasi 4 G | OTC Digest

Mooryati Soedibyo, Cukup Batasi 4 G

Pendiri Mustika Ratu Group, DR. Hj. BRA. Mooryati Soedibyo, S.S, M.Hum, sudah berusia 89 tahun. Luar biasa bahwa di usia ini, Ibu Moor sepertinya tidak banyak berubah: langsing seperti putri keraton umumnya, awet muda, sehat dan kecantikannya tetap mempesona. Ibu Moor tercatat dalam sejarah sebagai wanita dengan usia tertua yang menjabat Wakil Ketua MPR II, semasa presiden Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono. Ketekunannya mengolah dan mengembangkan jamu sebagai warisan budaya bangsa, membuatnya dijuluki sebagai Empu Jamu.

 “Sejak kecil saya sudah biasa aktif. Belajar tari, wira wiri ke sana ke mari, dan selalu berpikir positif,” ujar cucu Paku Boewono X ini. Olahraga dan aktif bergerak membantu tubuh mengeluarkan racun, memproduksi hormon-hormon pemicu rasa bahagia, tulang menjadi kuat dan tidak keropos.

“Sekarang olahraga saya paling jalan pagi, atau senam osteoporosis 2x seminggu. Di rumah, saya olahraga dengan sepeda statis dan alat-alat lain,” ujarnya.

Meski tidak berpantang makan atau diet, ia menjaga untuk tidak makan berlebihan. Durian kalau sedang kepingin, “Ya saya makan. Jaman saya kecil kalau makan durian cuma satu butir karena anak bapak banyak. Mosok sekarang masih dilarang-larang, ha ha ha.”

Selain makan secukupnya, ia biasa banyak makan sayur dan buah. Dan membatasi 4 G: garam, gandum, gula, gajih (lemak). Banyak mengonsumsi garam bisa hipertensi. Kebanyakan gandum (karbohidrat) bikin gemuk. Banyak makan gula bisa  diabetes dan banyak makan lemak membuat kadar kolesterol tinggi.

 

Jamu untuk kesegaran badan sampai antipikun

Ibu Moor sudah biasa minum jamu sejak kecil. Awalnya karena dipaksa. Dalam masyarakat Jawa, termasuk di keraton, ada kebiasaan untuk mencekoki anak dengan jamu agar nafsu makan. Anak kadang sampai dipegangi kaki dan tangannya agar mau menelan ramuan yang pahit. “Mau tidak mau harus diminum,” katanya.

Di Keraton Solo dulu ada Nyai Sri Mulki, yang bertugas merawat putri-putri dan isteri-isteri raja. Dia menyediakan jamu yang beda-beda, sesuai kebutuhan para putri. Agar tubuh tetap fit, dibuat minuman beras kencur. “Kencur bagus untuk peredaran darah, dicampur asem, kayu manis, pati beras, gula aren, garam dan jeruk nipis. Sampai sekarang saya masih minum beras kencur,” katanya sambil menunjuk segelas beras kencur disampingnya.

Kalau Sri Susuhunan Pakoe Boewono X, tiap hari minum wedang intip (minuman dari kerak nasi) sehabis jalan-jalan di keraton. “Kalau saya cukup beras kencur, wedang intip kadang-kadang saja,” katanya.

Sore hari, yang diminum adalah teh dari  campuran berbagai herbal. Atau minum segelas wedang jahe, untuk mencegah masuk angin. Kalau kolesterolnya sedang tinggi, ia  minum Lokol tea. Dengan Lokol tea, kolesterol 200 mg/dl, katanya, bisa cepat turun. “Kolesterol naik biasanya kalau banyak menghadiri undangan, makan enak-enak, ha ha ha.”

Bisa juga minum detox tea yang dapat mempercepat pengeluaran racun, sehingga daya tahan tubuh kuat. Teh khusus ini mengandung pegagan, yang menurut penelitian 3x lebih baik dari ginkgo biloba. Juga ada bahan-bahan lain yang dapat memperlancar peredaran darah. “Kalau peredaran darah ke otak bagus, tidak gampang pikun,” kata Ibu Moor.

Bagaimana kalau tekanan darah naik? “Ngejus belimbing,” ujar ibu 5 anak, nenek 13 cucu, eyang 2 cicit ini. Jamu memang diramu dari bermacam bahan. Bisa dari daun, biji, kulit pohon sampai akar. Kalau susah tidur, ia biasanya marut biji pala, lalu dicampur gula jawa (gula merah) dan jadilah wedang pala. “Saya terus ler-leran (mengantuk) bangunnya siang, ha ha ha.

Semua jamu itu mudah bagi Ibu Moor, “Karena saya sudah buatkan pabriknya.”

Khasiat jamu memang perlahan, namun akan berasa jika rutin diminum dan khasiatnya lebih lama. “Jamu minim efek samping, mengandung serat dan bahan-bahan lain yang mencegah racun atau side effect-nya,” katanya.

 

Tidak antidokter

Sebisa mungkin, ia mengandalkan jamu untuk menjaga kesehatan. Tidak berarti ia menghindari obat kimia. “Untuk sakit ringan seperti batuk, saya minum kencur dengan sedikit garam, atau jeruk nipis dan kecap. Kalau tidak sembuh, baru ke dokter.” 

Ia juga rutin melakukan medical check up. Ia menyadari, yang dapat menentukan  kolesterol normal atau tinggi adalah dokter, dengan bantuan hasil Lab. Maka, Mustika Ratu menjalin kerja sama dengan dokter dan para pakar untk meneliti kandungan dalam tanaman yang dibuat jamu. Di masa lalu, eyang-eyang cukup melihat warna-warni tanaman. Warna kuning biasanya berhubungan dengan kesehatan kulit, warna merah untuk obat-obat perdarahan. Yang pahit biasa untuk menambah nafsu makan, dan sebagainya. “Itu hanya kira-kira dan dari perasaan, ditambah laku spiritual.Sekarang tidak cukup dengan itu. Perlu ditambah dengan penelitian supaya ilmiah. Dan, ternyata banyak yang cocok.”

Menanggapi pro kontra tentang jamu, Ibu Moor melihat bahwa sekarang mulai banyak dokter yang menganut naturopati, yang artinya sesedikit mungkin menggunakan obat-obat yang tidak perlu, dan setuju pengobatan herbal.

 

Nyegah Uyah, Nyegah Daging

Sebagai orang Jawa dari kalangan ningrat, Ibu Moor sejak kecil sering gemar berpuasa, sebagai bentuk laku prihatin. Dulu sewaktu masih sekolah, gurunya menyatakan bahwa badan Mooryati terlalu kurus. Padahal, ia dari keluarga keraton. “Karena sering puasa, saya jadi kurus,” katanya.

Puasa tidak hanya di bulan puasa. Ia biasa puasa nyegah uyah 3 hari, makannya mutih (tanpa garam). Puasa nyegah daging sampai 40 hari, hingga, ”Sampai sekarang saya tidak doyan daging.”

Sekarang, ia hanya puasa di bulan puasa, meski mengingat usia seharusnya ia sudah tidak boleh puasa. Jadi, kalau tidak kuat puasa, ia segera minum karena takut dehidrasi. Puasa dinilainya sebagai latihan prihatin. “Sekarang saya rasakan manfaatnya, badan lebih sehat,” paparnya sambil tersenyum. (jie)