Kehamilan dengan Hipertensi bisa Berbahaya
kehamilan_dengan_hipertensi

Kehamilan dengan Hipertensi bisa Berbahaya, tapi Ada Cara Mengatasinya

Kehamilan dengan hipertensi adalah salah satu masalah kehamilan yang paling sering dikhawatirkan. Di sisi lain, hipertensi saat hamil cukup umum terjadi. Biasanya dialami oleh perempuan yang: hamil di usia 30-40 tahun atau ibu muda usia <20 tahun, telah beberapa kali hamil, obesitas, atau yang sudah hipertensi sebelumnya.

Menurut dr. Arieska Ann Soenarta, Sp.JP(K), FIHA, ada dua jenis hipertensi ibu hamil: hipertensi kronik dan hipertensi gestasional. Hipertensi kronik jika tekanan darah diatas 140/90 mm Hg sebelum usia kehamilan 20 minggu, atau menetap 12 minggu setelah melahirkan.  "Sedangkan hipertensi gestasional yaitu tekanan darah diatas 140/90 mm Hg tanpa proteinuria (protein dalam urin), yang terjadi pada ibu hamil dengan usia kehamilan 20 minggu," terang dr. Ann.

 

Risiko kehamilan dengan hipertensi

Sebuah studi mengungkapkan, perempuan yang mengalami kehamilan dengan hipertensi memiliki risiko menderita hipertensi di kemudian hari. Dia juga berisiko terhadap penyakit jantung.

Keselamatan janin dalam kandungan pun ikut terancam bila ibu mengalami hipertensi saat hamil. "Tekanan darah yang tinggi bisa menyebabkan aliran darah ke plasenta berkurang, sehingga janin tidak mendapat cukup oksigen dan nutrisi," terang dr. Ann. Alhasil, janin akan terhambat  pertumbuhannya, lahir dengan berat badan rendah, lahir prematur, atau meninggal dalam kandungan.

Hipertensi juga menyebabkan abrupsio plasenta, yaitu plasenta terpisah dari dinding dalam rahim sebelum waktunya (sebelum persalinan). Akibatnya, suplai oksigen ke janin terputus, dan ibu mengalami perdarahan hebat. Pada abrupsio plasenta stadium I, risiko terhadap janin dan ibu masih kecil. Pada stadium II, bisa terjadi gawat janin, kontraksi yang tidak normal, dan gangguan pembekuan darah. Di stadium III, terjadi perdarahan dan kontraksi hebat, dan bisa terjadi kematian janin. Pada kasus seperti ini, bayi harus segera dilahirkan dengan prosedur Caesar.

 

Preeklampsia dan Eklampsia

Risiko lain kehamilan dengan hipertensi yakni terjadinya preeklampsia atau eklampsia. Preeklampsia adalah adanya tekanan darah tinggi yang menyebabkan rusaknya organ tubuh dan ditemukan protein dalam urin, yang timbul di usia kehamilan 20 minggu. Komplikasi ini bisa dikontrol dan menghilang 2 bulan setelah bayi lahir. Namun, preeklampsia cenderung kembali pada kehamilan berikutnya. Tingkat kekambuhannya 20-25%.

Selain ada protein di urin, ibu hamil sakit kepala tak tertahankan, nyeri perut  atas sebelah kanan, mual, muntah, sesak napas, penglihatan kabur, urin menurun, kenaikan berat badan tiba-tiba, pembengkakan, kadar trombosit menurun, atau hati tidak berfungsi baik.

Eklampsia adalah kondisi yang lebih berat. Pada eklampsia, kondisi preeklampsia disertai dengan kejang-kejang. Eklampsia dapat menyebabkan malformasi janin, kelahiran prematur, keguguran, dan kematian ibu.

 

Menghindari risiko dari kehamilan dengan hipertensi

Selama hamil, ibu perlu rutin periksa kesehatan, terutama cek tekanan darah. "Jika terdiagnosa hipertensi, ibu perlu banyak istirahat," tegas dr. Ann. Kadar protein juga perlu diperiksa, untuk mendeteksi preeklamsia sejak dini.

Hindari rokok, alkohol, dan perbanyak  makanan yang mampu menurunkan tekanan darah seperti ikan, jeruk, pisang, dan  makanan rendah garam.

Jika ibu menderita hipertensi kronis ringan tanpa komplikasi lain seperti diabetes atau penyakit ginjal, dokter akan menyarankan berhenti minum obat hipertensi, atau dosisnya dikurangi. Namun bila hipertensi dinilai berat oleh dokter, maka obat harus terus diminum. “Dokter akan menyesuaikan jenis dan dosis obat hipertensi yang aman bagi ibu dan bayinya,” tandas dr. Ann. (puj)

_____________________________________________

Ilustrasi: People photo created by onlyyouqj - www.freepik.com