Hijab dan Defisiensi Vitamin D | OTC Digest

Hijab dan Defisiensi Vitamin D

Hijab dan busana muslim pernah dianggap kuno, tidak modis, bahkan sering berujung pada sulitnya mendapat pekerjaan. Kini, pandangan mulai berubah. Perempuan muslimah tidak perlu khawatir mengenakan hijab. Nailah Lymus, desainer asal Brooklyn, Amerika Serikat, berhasil memamerkan karya busana muslimnya di New York Fashion Week 2011.

Satu hal yang perlu diperhatikan bila perempuan berjilbab, yakni kecukupan vitamin D. Dr. dr. Saptawati Badosono, M.Sc dari FKUI/RSCM, Jakarta, menyatakan, “Pakaian yang menutupi kulit dapat menghalangi sinar matahari.” Padahal, sinar matahari UVB (ultra violet B) perlu untuk mengaktifkan pro-vitamin D di bawah kulit menjadi vitamin D. Vitamin ini penting untuk penyerapan kalsium dan fosfor, yang berperan dalam pembentukan tulang untuk mencegah osteoporosis.

Reseptor (penerima) vitamin D ada di kulit bagian wajah, lengan dan tangan. Sementara, busana muslim berlengan panjang. Penelitian menunjukkan, perempuan di Asia Tengah dan Afrika di mana kaum perempuannya berjilbab, memiliki status vitamin D rendah; 32% perempuan Libanon mengalami defisiensi vitamin D. Penelitian TJ Green dari University of Otago (Selandia Baru) bekerja sama dengan Universiti Putra (Malaysia), Universitas Indonesia, dan University of Saskatchewan (Kanada) menunjukkan hal serupa. Dari 504 perempuan di Jakarta dan Kuala Lumpur usia 18-40 tahun, lebih dari 60% memiliki status vitamin D kurang dari batas normal.

Defisiensi vitamin D ditentukan dengan melihat kandungan 25-hidroksi-vitamin D dalam darah. “Disebut defisiensi, bila kadarnya kurang dari 20 nanogram/mL,” terang Dr. dr. Tati. Untuk mencukupinya, dibutuhkan 15 µg (mikrogram) vitamin D setiap hari, atau setara dengan anjuran AKG 600 IU. Ini bisa didapat dari “mandi matahari”, cukup 10-15 menit.

Bagi perempuan berhijab, baik jika bisa berjemur di halaman belakang rumah atau tempat yang terlindung dari pandangan luar. Cukup bagian wajah, lengan dan tangan, yang memiliki reseptor vitamin D. Tidak memungkinkan berjemur? “Tambah asupan vitamin D dari makanan,” ujar Dr. dr. Tati.

Makanan yang kaya akan vitamin D antara lain ikan laut dalam (salmon, tuna, dll), kuning telur dan jamur shiitake. “Juga makanan yang diperkaya vitamin D seperti susu, yoghurt, sereal dan lainnya,” imbuhnya. Sinar matahari dan bahan makanan, sama baiknya sebagai  sumber vitamin D. Pro-vitamin D dari matahari akan diubah tubuh menjadi vitamin D, seperti yang diperoleh dari makanan.

Tabir surya juga ditengarai bisa menghalangi penyerapan UVB. Maka, perempuan yang sering mengenakan tabir surya perlu menambah asupan vitamin D dari makanan. Tabir surya memang penting untuk menangkal efek buruk sinar matahari terhadap kulit. Usahakan olahraga di pagi/sore hari tanpa menggunakan tabir surya, agar tubuh cukup mendapat vitamin D.

Penelitian terbaru menemukan, sinar matahari terbaik untuk mengaktifkan vitamin D di kulit yakni antara pukul 10.00 – 12.00. Berbeda dengan yang diajarkan dulu bahwa yang terbaik adalah sinar matahari pagi sebelum jam 9. Berdasarkan acuan terbaru ini, maka tabir surya bisa mulai digunakan selewat tengah hari, sebelum kita keluar untuk makan siang atau setelah shalat zuhur. (nid)