Awas, Pestisida Sebabkan Endometriosis | OTC Digest

Awas, Pestisida Sebabkan Endometriosis

Kenapa endometriosis terjadi pada beberapa wanita sementara yang lain tidak. Sampai saat ini masih menjadi pertanyaan besar, tapi beberapa peneliti melihat adanya kemungkinan yang mengkontribusi: pestisida.

Peneliti mendapati terdapat beberapa pestisida dari golongan organochlorine yang digunakan secara luas di Amerika Serikat berhubungan dengan peningkatan risiko endometriosis.

DDT (dichlorodiphenyltrichloroethane) adalah jenis pestisida golongan organochlorine yang paling umum dipakai.

Endometriosis merupakan kondisi ketika jaringan yang membentuk lapisan dalam dinding rahim tumbuh di luar rahim. Jaringan yang disebut endometrium ini dapat tumbuh di indung telur, usus, tuba falopi (saluran telur), vagina, atau di rektum (bagian akhir usus yang terhubung ke anus).

Peneliti melakukan uji coba pada 248 wanita yang melakukan operasi endometriosis dan pada 538 wanita sehat (sebagai kelompok kontrol). Usia antara 18-49 tahun, bertempat tinggal di Washington bagian barat.

Mereka mengukur kandungan dua jenis pestisida (mirex dan beta hexachlorocyclohexane / HCH) yang terdeteksi dalam darah pada beberapa ikan, dan beberapa produk susu -walaupun di Amerika Serikat sudah digunakan selama beberapa dekade dan dinyatakan aman.

Baca juga : Nyeri Haid Hebat, Waspadai Endometriosis

Peneliti menemukan bahwa wanita yang banyak terekspose oleh mirex berisiko 50% lebih tinggi mengalami endometriosis. Dan mereka yang terdeteksi terekspose beta HCH risiko endometriosis meningkat antara 30-70%.

Studi di laboratorium pada jaringan tubuh manusia menunjukkan bahwa organochlorine memiliki “estrogenic properties” dan berefek “membalik” proses reporduksi yang dapat merubah rahim, ovarium (indung telur) dan hormon reproduksi.

Hubungan tersebut tetap konstan walau sudah dilakukan penyesuaian dengan umur, kadar lemak, pendidikan, ras/etnik, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol dan beberapa faktor lain. Penelitian tersebut dimuat dalam Environmental Health Perspectives.  

Kristen Upson, PhD, kepala peneliti, yang juga adalah predoctoral fellow di the Fred Hutchinson Cancer Research Center mengatakan sebab hubungan tersebut (pestisida – endometriosis) belum jelas.

Tapi katanya, zat kimia pestisida menunjukkan mempengaruhi kerja normal estrogen pada hewan dan jaringan yang dipelajari. Ini mungkin dapat menjelaskan kejadian penyakit (endometriosis) pada manusia.

Yang menarik, Upton menjelaskan, bahan kimia tersebut ada dalam aliran darah wanita di kelompok studi, walaupun faktanya pemakaian organochlorine sudah dilarang di Amerika Serikat beberapa dekade lalu. 

“Penggunaan bahan-bahan kimia walaupun sudah dipakai pada masa lampau tetap dapat berdampak pada kesehatan reproduksi wanita generasi penerusnya,” ujarnya.

Sebagai gambaran, endometriosis dialami oleh 10% wanita usia produktif di Amerika Serikat sendiri. Di Indonesia jumlah pasti penderita endometriosis belum diketahui. Menurut studi Djuwantono (2008) prevalensi endometriosis di Indonesia berkisar antara 3% - 10%, terutama pada wanita dalam usia reproduksi. (jie)