cegah obesitas anak dengan belajar mengenali lapar dan kenyang

Cegah Obesitas Anak Dengan Belajar Mengenal Rasa Lapar dan Kenyang

Gemuk bahkan obesitas disebabkan berlebihnya asupan energi (makanan) yang tidak sebanding dengan energi yang digunakan. Salah satu cara mencegah obesitas adalah belajar mengenali ‘bahasa’ tubuh tentang lapar dan kenyang.  

Lapar ditandai dengan perut bunyi, kepala pusing, badan terasa lemas bahkan keluar keringat dingin. Kenyang ditunjukkan dengan perut terisi dan tanda-tanda lapar menghilang. Sementara kekenyangan bila perut sampai terasa sesak, sendawa, buang angin dan mengantuk. Berhentilah makan saat kenyang, bukan kekenyangan.

Para ahli gizi menyarankan makan sebaiknya dilakukan hanya di waktu makan, di meja makan. Tidak sambil bermain, atau menyalakan televisi. Jika makan dilakukan sambil melakukan hal lain, si kecil tidak akan terbiasa merasakan sensasi kenyang.

Teori Pavlov - teori klasik tentang prilaku- menjelaskan, seekor anjing dimasukkan dalam ruangan kecil berjendela dilengkapi bel kecil. Tiap kali bel dibunyikan, Pavlov memberi makan anjing tersebut. Hal ini dilakukan berkali-kali. Akhirnya setiap kali bel berbunyi, si anjing akan mendekati jendela dan mengeluarkan air liur meski tidak ada makanan. Suara bel diidentikkan dengan makanan.

Hal yang sama terjadi pada manusia, jika setiap kali menonton televisi si kecil mendapat makanan, atau sebaliknya, makan sambil nonton TV. Lambat laun nyala TV dihubungkan dengan saatnya mencari makanan. Ini memicu kelebihan berat badan.

Selama makan, biasakan anak mengambil makanan secukupnya. Cicipi dulu makanan yang diinginkan, baru ambil nasi dan lauknya. Takaran yang dianjurkan adalah segenggam tangan anak untuk nasi atau sumber karbohidrat lain. Dan setelapak tangan anak (minus bagian jari-jemari) untuk ukuran lauk.

Bila sudah kenyang, biasakan anak untuk berhenti makan, dan ingat-ingat seberapa besar porsi makan yang membuatnya kenyang.

Bila anak tidak menghabiskan makannya, tanyakan alasannya. Jangan memaksa anak untuk menghabiskan makanannya. Ini mencegah anak untuk menghabiskan makanannya walau perut sudah kenyang. Porsi makan menjadi tidak terkontrol dan akhirnya ada kemungkinan untuk makan lebih banyak.

Dengarkan anak Anda

Dr. Grace Judio-Kahl, MSc, pemerhati gaya hidup yang sekaligus pendiri klinik penurunan berat badan lightHOUSE memaparkan, orangtua harus belajar mendengarkan keluhan anak, dan membantunya mengenali perasaan dan memberikan solusi.

“Ini bermanfaat untuk menghindarkan makan sebagai pelampiasan stres atau bosan,” katanya.

Kerap kali rasa bosan disalahartikan menjadi rasa ingin makan, kemudian diterjemahkan menjadi lapar. Demikian juga dengan rasa tegang, kecewa atau marah. “Bantu anak mengidentifikasi perasaannya. Khawatir, kesepian, kecewa, malu, putus asa adalah kosakata yang perlu diperkenalkan. Kata ‘stres’ saja kurang mewakili perasaan tersebut,” tambah dr. Grace.

Makan bukan cara untuk meredakan emosi-emosi tersebut, tapi dengan membicarakannya. Demikian pula dengan rasa bosan, dapat diusir dengan bermain atau membaca. Bukan makan.  (jie)

Baca juga : Kegemukan dan Obesitas Sebabkan Sel Lemak ‘Sakit’, Picu Penyakit Lain