Alergi pada Anak Tak Selalu Disebabkan Susu Sapi, Harus Dipastikan Dulu
alergi_susu_sapi

Alergi pada Anak Tak Selalu Disebabkan Susu Sapi, Harus Dipastikan Dulu

Alergi pada anak tidak selalu disebabkan oleh susu sapi. Alergi susu sapi memang bikin pusing karena sebgai orang tua, kita khawatir pertumbuhan anak terganggu lantaran tidak bisa minum susu.

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), insiden alergi susu sapi sekitar 2-7,5%. Dijelaskan oleh dr. Nia Kurniati, Sp.A(K) dari FKUI/RSCM, dari seluruh anak yang sakit (dengan kecurigaan gejala alergi), sekitar 13% memang disebabkan oleh alergi. “Dari 13% itu, yang alergi susu sapi mungkin cuma 3%,” ujarnya.

Baca juga: Beda Alergi Susu Sapi dengan Intoleransi Laktosa

Dalam praktik sehari-hari, insiden alergi susu sapi sebenarnya relatif sama dari tahun ke tahun. Bila tampak ada peningkatan, lebih karena makin banyak orang tua yang sadar mengenai alergi susu sapi, dan memeriksakan anaknya ke dokter.

Namun menurut dr. Nia, banyak yang salah diagnosis, “Sebenarnya bukan alergi susu sapi, tapi dibilang alergi susu sapi.” Anak yang datang dengan penyakit alergi, tidak serta merta disebabkan oleh susu sapi. Anak dengan gejala eksim atau pilek misalnya, bisa jadi memang manifestasi dari penyakit alergi. “Tapi bukan berarti penyebabnya pasti susu sapi. Harus dipastikan dulu,” tegasnya.

Secara umum, bayi yang lahir dari salah satu atau kedua orangtua dengan alergi, bisa memberi respon yang berlebihan pada lingkungannya di usia 0-3 bulan. Misalnya hidung tersumbat, gatal-gatal, nafas berbunyi, dan kulitnya kering. Namun belum tentu penyebabnya adalah protein susu sapi.

Baca juga: Awas, Ini Dia Dampak Jangka Panjang Alergi Susu Sapi

Penyebab alergi bisa dipastikan melalui wawancara saja. Pada dasarnya, reaksi alergi muncul ketika orang yang sensitif terhadap alergen tertentu, terpapar dengan alergen tersebut. Hal ini harus dirunut melalui wawancara dengan orangtua. “Apakah memang anak menunjukkan reaksi alergi saat terpapar protein susu sapi,” ucap dr. Nia.

Misalnya bayi yang masih mendapat ASI (air susu ibu) eksklusif, selalu menunjukkan gejala alergi di kulit ketika ibu mengonsumsi susu sapi atau produk olahan susu sapi. Dan ketika konsumsi susu sapi dihentikan, gejalanya hilang.

Baca juga: Apa Bedanya Alergi dan Alergi Susu Sapi?

“Namun yang sering terjadi, gejala alergi tetap ada meski susu sapi sudah dipantang. Kalau tidak konsisten, berarti anak bukan alergi terhdap zat yang dipantang tersebut. Pasti dia memberi respon berlebihan terhadap hal lain,” tandas dr. Nia. Boleh jadi, reaksi alergi dicetuskan oleh hal lain misalnya debu rumah, atau karena pengaruh udara misalnya terlalu dingin/panas.

Kondisi demikian lebih sering ditemukan. Memang ada anak yang betul-betul murni alergi susu sapi, tapi tidak banyak. “Di tempat praktik, saya lebih sering mengatakan bahwa itu bukan alergi susu sapi,” imbuhnya.

 

Diagnosis dan pemeriksaan penunjang

Secara umum, diagnosis alergi bisa ditegakkan dengan observasi gejala klinis dan wawancara. “Kalau urutannya (pencetus dan reaksi alergi) sesuai dan kita bisa yakin, diagnosis bisa ditegakkan,” ungkap dr. Nia

Pemeriksaan penunjang bisa pula dilakukan, untuk menunjang diagnosis. Misalnya dengan uji tusuk kulit, atau pemeriksaan IgE spesifik (IgE RAST). Bila hasilnya positif maka bayi harus dihindari dari susu sapi dan makanan yang mengandung susu sapi. Namun bila hasilnya negatif, susu sapi dan produk olahannya bisa kembali diberikan. Untuk diagnosis pasti, bisa dilakukan uji eliminasi dan provokasi. (nid)

Baca juga: Menghindari Alergi Susu Sapi, Hindari Pencetusnya!

____________________________________________

Ilustrasi: Background photo created by v.ivash - www.freepik.com