tragedi covid-19 di india karena mengabaikan protokol kesehatan

Tragedi Covid-19 di India

Covid-19 membuat suasana di India terasa mencekam. Negara berpenduduk 1,39 milyar jiwa ini disorot luas, karena lonjakan kasus covid-19 dalam 2 minggu terakhir. India mencetak rekor kasus covid-19, dengan angka di atas 350 ribu kasus/hari. Di awal tahun 2021, India berhasil melakukan jumlah tes, penelusuran kontak, isolasi yang masif dan signifikan. Statistik capaian vaksinasi cukup tinggi, sehingga.mendapat pujian dari banyak negara.

Sampai hari ini, kasus positif covid-19 di India terus meningkat. Pasien antri di depan pintu rumah sakit  yang sudah full kapasitas, sehingga banyak yang meninggal. Pemerintah menghimbau warga untuk mengkremasi mayat kerabat yang meninggal di halaman rumah, karena terjadi antrian panjang di tempat pembakaran mayat. Pohon di taman ditebang, untuk mengkremasi mayat.

 “Tragedi Covid-19” di India, menurut Juru Bicara WHO Tarik Jasarevic, karena 3 hal: temu massal tanpa mengindahkan protokol kesehatan, tingkat vaksinasi yang rendah dan adanya varian baru virus corona. Masyarakat tidak perlu berbondong-bondong ke rumah sakit, kata Tarik, karena sebenarnya hanya 15% pasien yang perlu dirawat. Lainnya akan sembuh dengan  isolasi mandiri di rumah. Di sisi lain, terjadi eufoia. Masyarakat sudah merasa menang melawan covid-19, sehingga mengabaikan protokol kesehatan.

Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra kuatir menyatakan, Indonesia bisa mengalami hal yang sama, bahkan bisa lebih parah dari India. “Teknik pengendalian pandemi Covid-19 di India lebih baik,” ujarnya seperti dikutip CNN Indonesia.com, Senin (26/4).

Belum separah di India, kasus covid-19 juga meningkat tajam di negara anggota Asean: Singapura, Malaysia, Thailand dan Kamboja. Laos, yang tahun lalu relatif “aman”, tahun ini situasinya berubah. Semula ada 58 kasus, melonjak ke angka 323 dalam waktu kurang dari seminggu. Ibu kota Vientiane melakukan lockdown. Penduduk dilarang meninggalkan rumah, kecuali untuk berbelanja dan ke rumah sakit.

Di Singapura, pemerintah mengkarantina 1.200 pekerja migran di asrama Westlite Woodlands, yang dihuni pekerja asal Asia Selatan. Umumnya para pekerja itu pernah terinfeksi, sudah pulih, dan telah menjalani vaksinasi dosis kedua. "Kami mengkarantina pekerja di blok yang terkena dampak," kata Menteri Tan See Leng, di kantor perdana menteri, Kamis, 22 April 2021.

Awalnya, seorang pekerja berusia 35 tahun diidentifikasi positif corona 20 April 2021. Padahal, yang bersangkutan telah mendapat vaksin dosis kedua, 3 April lalu. Singapura pernah melaporkan, lebih 10 kasus dalam sehari di asrama itu, September 2020. Hampir tidak ada infeksi baru selama beberapa bulan, kali ini kasus muncul kembali. Vaksinasi dinilai efektif mencegah covid-19 bergejala. Tapi, Kementerian Kesehatan menyatakan, tampaknya perlu penelitian lebih lanjut untuk menentukan, apakah vaksinasi dapat  mencegah penularan lebih lanjut.

Minggu, 25 April 2021, Singapura melaporkan ada 40 kasus baru Covid-19. Dua orang warga Singapura yang baru datang dari luar negeri. Lainnya warga Indonesia, India, Filipina, Bangladesh, Nepal, dan Malaysia, Maladewa dan Uni Emirat Arab (UEA).

Thailand, Senin 26 April 2021, ada 2.048 kasus baru dan mencatat angka kematian tertinggi/hari, yakni 11 orang dalam 24 jam terakhir. Warga yang terinfeksi 57.500, naik dari 29.000 di awal April 2021. Padahal, Thailand cukup berhasil menekan infeksi, lewat  pembatasan perjalanan yang ketat dan tindakan cepat dalam mengisolasi kasus yang dikonfirmasi. Di sisi lain, Thailand tergolong lambat melakukan vaksinasi, dibanding negara Asean lain. Perdana Menteri Prayut Chan-O-Cha berusaha mendapat vaksin lebih banyak, serta meningkatkan program vaksinasi 300.000 orang/hari.

Untuk Kamboja, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendesak agar pemerintah membantu pemilik pabrik-pabrik melindungi para pekerja. "Wabah di pabrik dan pasar menjadi pengingat yang menyakitkan, dalam mencegah penyebaran virus," kata Li Ailan, perwakilan WHO di Kamboja, baru-baru ini. Perdana Menteri Hun Sen (hari Minggu 25 April 2021) memerintahkan penindakan lebih keras bagi yang melanggar protokol kesehatan, serta lockdown yang lebih ketat. Kamboja melaporkan total 9.975 kasus dan 74 kematian, termasuk 10 kematian akhir pekan kemarin; ini rekor harian tertinggi untuk Kamboja.

Indonesia berpotensi seperti India

Seperti sudah disinggung, Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra menyatakan, Indonesia berpotensi mengalami hal yang bisa lebih parah dari India. India sudah melalui puncak covid-19, dan sempat berhasil mengontrol kasus dengan penambahan kasus harian di bawah 10 ribu kasus, dan positivity rate atau rasio positif harian 7-10 persen. India menerapkan karantina wilayah atau lockdown beberapa kali, dan menjadi produsen vaksin covid-19 berskala besar (perusahaan farmasi Inggris AstraZeneca).

 "Indonesia lemah di testing dan tracing. Belum punya vaksin andalan, dan kebijakan yang dibuat tidak cukup kuat. Kombinasi ini bisa membuat Indonesia mengalami kejadian yang lebih parah dari India," kata Hermawan.

'Badai Covid-19' di Indonesia bisa terjadi karena beberapa hal. Pertama, strategi mengatasi pandemi berupa tes, telusur, dan tindak lanjut (3T) stagnan. Bahkan mengalami kemunduran bila mengacu pada ambang batas Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Kedua, masyarakat masih banyak yang tidak mematuhi protokol kesehatan (pakai masker, cuci tangan, jaga jarak (3M). Ketiga, terjadi perkembangan mutasi virus, dan ada yang tingkat penularannya tinggi dan dinilai kebal terhadap vaksin covid-19.

Kata Hermawan, “Euforia vaksinasi hanya membuat kita lengah dan abai protokol kesehatan. Vaksin tidak membuat kita kebal covid-19.” (sur)