peran zat besi sangat penting untuk perkembangan anak

Peran Zat Besi di 1000 Hari Kehidupan Si Kecil

1000 hari pertama kehidupan anak disebut periode masa, di mana terjadi pertumbuhan yang sangat pesat. Tetapi, gangguan tumbuh kembang – terutama perkembangan otak – di masa emas ini bisa berdampak fatal buat si kecil.

Penelitian menyatakan 80% perkembangan otak terjadi selama 1000 hari pertama kehidupan (sejak masa kandungan hingga 2 tahun). Setelah 2 tahun otak masih berkembang walau tidak sepesat sebelumnya.

Perkembangan otak anak terjadi melalui pematangan sel otak (neuron), yaitu dalam proses mielinisasi dan pembentukan sinaps. Mielinisasi merupakan pembentukan selubung pada serabut sel otak. Setelah itu terjadi pembentukan sinaps atau percabangan serabut yang menghubungkan tiap sel otak.

Dr. Herbowo A. F. Soetomenggolo, SpA(K), menjelaskan zat besi sangat penting untuk perkembangan metabolik dan struktural, mielinisasi neuron dan fungsi neurotransmitter.

“Masalahnya, anemia zat besi adalah jenis defisiensi nutrisi tersering pada anak-anak,” terang dr. Herbowo, dalam Seminar Kefarmasian, Senin (12/7/2021) secara virtual.

Riset Kassebaum NJ et al, menyatakan prevalensi global anemia pada tahun 2010 sebesar 32,9%. Data WHO di tahun 2016 mencatat kejadian anemia secara global adalah 36,78%. Kejadian terbanyak pada anak balita.

Defisiensi zat besi bisa menyebabkan kosongnya cadangan besi dalam tubuh dan mengganggu pembentukan hemoglobin. Konsentrasi hemoglobin di bawah rata-rata disebut anemia.

Kadar hemoglobin normal anak 6 bulan sampai 5 tahun adalah 11g/dL, usia 5 - 12 tahun 11,5g/dL, dan usia 12 – 15 tahun adalah 12g/dL. Laki-laki >15 tahun kadar hemoglobin normal sebesar 13g/dL, wanita (tidak hamil) usia >15 tahun adalah 12g/dl, sementara wanita hamil 11g/dL.

Studi juga menyatakan anemia defisiensi besi (ADB) yang terjadi pada masa kehamilan bisa menyebabkan berat bayi lahir rendah (BBLR) dan berisiko 20% lebih tinggi menjadi stunting.

Baca: Anemia Defisiensi Besi Selama Kehamilan Sebabkan Bayi Stunting

“Anemia defesiensi besi mempengaruhi perkembangan saraf. Dalam satu penelitian yang membandingkan anak dengan dan tanpa ADB, kelompok ADB secara signifikan lebih rendah 10-25 poin dibandingkan anak-anak tanpa ADB,” imbuh dokter yang praktik di RSIA Bunda Jakarta ini.

Dalam riset tersebut, anak dengan ADB memiliki kemampuan kognitif kurang, ditunjukkan dengan skor IQ dan kemampuan verbal yang lebih rendah, dibanding anak tanpa ADB.

Indian Journal of Pediatrics 2010 mencatat asupan zat besi yang tidak adekuat berhubungan dengan gangguan sistem imun bawaan sehingga lebih berisiko mengalami infeksi.

Deteksi sederhana

Beberapa gejala yang sering muncul saat bayi mengalami anemia adalah kulitnya terlihat pucat, bayi tampak lesu dan tidak bersemangat, nafsu makannya menurun dan tumbuh kembangnya terlambat.

Dr. Herbowo menjelaskan ada cara sederhana untuk mengetahui apakah bayi Anda mengalami anemia, yakni dengan:

  1. Tekan telapak tangan selama 1 detik. Jika terlihat pucat kebiruan, dan tidak segera menjadi merah, pertanda terjadi anemia.
  2. Perhatikan mata anak Anda. Regangkan kelopak mata dan perhatikan bagian bawah mata. Jika kelopak berwarna pucat pertanda anemia.
  3. Perhatikan kuku anak Anda. Apabila kukunya terlalu tipis dan sisinya melengkung seperti sendok, berarti mengalami kekurangan zat besi.

Suplementasi perlu?

IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) merekomendasikan pemberian suplementasi besi pada semua anak, dengan prioritas usia balita, terutama usia 0-2 tahun.

Untuk bayi yang berusia >6 bulan atau sudah mendapatkan makanan pendamping ASI (MPASI) perlu diberikan makanan tinggi zat besi seperti daging, telur, kacang-kacangan, brokoli, bayam dan sereal yang sudah diperkaya dengan zat besi.

Apt. Deloni Anggraini, S.Si, Brand Manager PT Combiphar menjelaskan pada umumnya suplementasi zat besi memiliki efek samping seperti konstipasi, diare, mual dan feses (tinja) kehitaman. Ini membuat kepatuhan orangtua memberikan pada anaknya berkurang.

Tetapi saat ini telah tersedia suplemen zat besi dengan efek samping di saluran cerna minimal, dengan toksisitas rendah dan bisa ditoleransi dengan baik.

“Saat ini telah tersedia tablet kunyah zat besi pertama di Indonesia dan Iron Polymaltosa Complex (IPC) pertama di dunia dengan komposisi zat besi Fe3+ (Ferri) rasa coklat yang enak dan dapat dikonsumsi dengan makanan / obat-obatan,” kata Deloni.

Zat besi dalam tablet kunyah ini akan keluar dalam bentuk Iron (III) – Hydroxide Complex. Setiap partikelnya terbungkus dalam sebuah gugus polimer karbohidrat (polymaltose) untuk mencegah bahaya yang ditimbulkan zat besi di sistem pencernaan.

Perlindungan ini (polymaltose) juga mencegah interaksi zat besi dengan makanan. Selain itu memastikan bioavailabilitas besi, Deloni menambahkan.

“Pada beberapa anak atau ibu hamil kerap terjadi susah makan, apalagi minum obat. Ternyata Maltofer (tablet kunyah IPC) dapat diberikan dengan mudah. Maltofer dapat diberikan bersama dengan susu tanpa merusak khasiat keduanya. Bisa juga diberikan di sup buah atau buah,” imbuh Deloni. (jie)

_______________________________________________________________

Ilustrasi: PublicDomainPictures from Pixabay