batasi gula garam lemak saat pandemi covid-19

Penting Menjaga Konsumsi Gula Garam Lemak Selama Pademi COVID-19, Kenapa?

Himbauan untuk #dirumahsaja membuat kita mager (malas bergerak) dan lebih banyak ngemil. Ini berbahaya bagi mereka yang sudah memiliki penyakit kronis seperti diabetes dan hipertensi. Diketahui penderita penyakit ini termasuk kelompok rentan mengalami gejala parah bila terinfeksi COVID-19. Itu sebabnya pemerintah mengeluarkan himbauan untuk menjaga asupan gula garam lemak selama pandemi ini.

Kepala Seksi Penyakit Tidak Menular, Kesehatan Jiwa dan NAPZA, Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, dr. Endang Sri Wahyuningsih, MKM menjelaskan, jauh sebelum munculnya wabah COVID-19  (sekitar tahun 2010) telah terjadi pergeseran epidemiologi, yakni semakin banyak orang yang menderita penyakit tidak menular (PTM) dibanding penyakit menular. Tercatat empat besar PTM di Indonesia adalah penyakit kardiovaskular (jantung dan stroke), kanker, diabetes dan penyakit pernapasan kronis.

“Berdasarkan Riskesdas Tahun 2018, prevalensi  penyandang diabetes melitus di DKI Jakarta sebesar 3,4 %. Jumlah ini meningkat dibandingkan data Riskesdas 2013, yaitu 2,5%. Angka ini berada di atas prevalensi nasional,” kata dr. Endang.

Peningkatan jumlah penyandang diabetes ini sangat erat kaitannya dengan gaya hidup tidak sehat. Salah satunya adalah konsumsi GGL (gula, garam, lemak) yang berlebih dan kurang mencermati informasi nilai gizi pada kemasan pangan olahan.

Dr. Endang menambahkan, sebagai bagian dari pola hidup sehat untuk mencegah prediabetes maupun diabetes, konsumsi GGL per individu harus dibatasi, yaitu 50 gram gula (4 sendok makan) per hari; 5 gram (1 sendok teh) garam per hari; dan 67 gram (5 sendok makan) lemak per hari.

“Pada kondisi pandemi COVID-19 ini, Kementerian Kesehatan RI menganjurkan penyandang diabetes untuk mengonsumsi nutrisi rendah GGL. Pasalnya, orang dengan diabetes memiliki kadar gula yang tidak terkontrol, sehingga amat rentan mengalami komplikasi serius jika positif terinfeksi COVID-19, bahkan dapat berakibat fatal,” terang dr. Endang di depan media yang diselenggarakan secara online, pada 22 April 2020 lalu.

American Diabetes Association menyatakan bahwa pada penderita diabetes, kadar gula yang tidak terkontrol meningkatkan risiko komplikasi diabetes. Hal ini menurunkan kemampuan tubuh melawan infeksi.

Selain itu kadar gula yang tidak terkontrol dan infeksi virus akan meningkatkan peradangan di dalam tubuh.

Bagaimana mengontrol gula darah?

Dalam kesempatan yang sama Astri Kurniati, S.T, M.App.Sc, Head of Nutrifood Research Center, menyarankan selain membatasi GGL, perhatikan juga porsi dan waktu makan. Pilih sumber karbohidrat kompleks (tidak cepat menaikkan gula darah), perbanyak konsumsi serat (buah dan sayur), serta jangan lewatkan waktu makan.

“Batasi camilan manis, gantikan dengan buah dan olahraga teratur,” imbuhnya.”Rutin periksa gula darah di rumah. Jika tidak, perhatikan tanda-tanda gula darah yang meningkat seperti sering buang air kecil (terutama malam hari), merasa sangat kehausan, sakit kepala, lelah dan lesu.

“Bila sakit atau ada tanda-tanda gula darah meningkat, segera konsultasikan dengan dokter. Simpan nomor kontak dokter atau fasilitas kesehatan yang bisa dihubungi dalam kondisi gawat darurat.”

Membaca label gizi dalam makanan kemasan

Yang tak kalah pentingnya adalah mencermati informasi nilai gizi pada kemasan pangan olahan supaya asupan nutrisi harian tidak berlebih.

Dra. Sutanti Siti Namtini Apt, Ph.D, Direktur Standardisasi Pangan Olahan Badan POM, menjelaskan, pencantuman informasi nilai gizi dalam label pangan olahan dimaksudkan sebagai bentuk komunikasi antara produsen dengan konsumen, tentang gizi apa saja yang akan dikonsumsi.

“Masyarakat perlu memperhatikan kandungan zat gizi yang ada dalam produk, kemudian konsumsi sesuai kebutuhan (zat gizi apa yang harus dibatasi atau yang harus dipenuhi) untuk masing-masing individu,” tutur Dra. Sutanti.

Informasi nilai gizi yang tercantum dalam label terdiri dari takaran sajian per kemasan, energi total per sajian, zat gizi yang terdiri dari lemak, protein, karbohidrat, gula, garam (natrium), zat gizi mikro (vitamin dan mineral), serta persentase AKG (Angka Kecukupan Gizi).

“Takaran saji mempengaruhi jumlah kalori dan seluruh zat gizi yang disajikan. Misalnya jumlah sajian per kemasan adalah 5, dengan jumlah energi total per kemasan adalah 100 kkal. Artinya jika kita mengonsumsi seluruh isi kemasan maka kita akan memperoleh 500 kkal. Ini berlaku juga untuk seluruh zat gizi lain,” katanya. Informasi ini dapat membantu pengaturan berat badan, baik menaikkan, menurunkan atau menjaga berat badan tetap normal.

Khusus untuk gula, mencakup seluruh monosakarida dan disakarida, seperti glukosa, fruktosa, laktosa dan sukrosa. BPOM juga telah menerbitkan aturan (Perka BPOM No 11 Tahun 2019) yang salah satunya tentang pemanis buatan dan alami yang diperbolehkan.

Pemanis buatan termasuk asesulfam-K (acesulfame potassium), aspartam, siklamat, sakarin, sukralosa (trichlorogalactosucrose) dan neotam. Sedangkan yang tergolong pemanis alami termasuk sorbitol, manitol, isomaltitol, glikosida steviol, maltitol, silitol dan eritritol.

Anjuran untuk mencermati informasi nilai gizi di label pangan kemasan dan membatasi GGL berlaku baik untuk individu yang sehat atau penyandang diabetes, terutama di tengah pandemi COVID-19 ini. (jie)