Pasien Korona yang Sudah Sembuh mungkin Tidak Kebal

Pasien Korona yang Sudah Sembuh Belum Tentu jadi Kebal, Menurut Studi

Wabah COVID-19 di Indonesia diduga belum mencapai puncak. Diprediksi, puncaknya baru pada pertengahan Mei mendatang. Yang mengkhawatirkan, di saat negara-negara di dunia masih berjuang menghadapi pandemi COVID-19, Tiongkok sempat dianggap sudah “bebas”, mulai menemukan kasus baru. Hingga kemarin, Senin (13/4), tercatat 108 kasus baru COVID-19. Akhirnya terbersitlah pertanyaan, betulkah pasien korona yang sudah sembuh, belum tentu kebal terhadap infeksi berikutnya?

Sayangnya, ada kemungkinan seperti ini. Pejabat Organisasi Kesehatan Dunia WHO menyebut, tidak semua pasien korona yang sudah sembuh, lantas memiliki antibodi untuk melawan infeksi kedua. Dengan kata lain, mereka mungkin tidak mengembangkan kekebalan terhadap SARS-CoV-2, sehingga bisa saja terinfeksi lagi.

 

Studi: pasien korona yang sudah sembuh belum tentu jadi kebal kebal

Ini terlihat, salah satunya, pada sebuah studi di Shanghai. Studi tersebut menemukan, respons antibodi tidak terdeteksi pada sebagian pasien, sedangkan pasien lain menunjukkan respons yang sangat tinggi.

Ini baru penelitian awal. Tentu saja, dibutuhkan lebih banyak data lagi untuk memahami apakah respons antibodi berbanding lurus dengan kekebalan, dan berapa lama kekebalan itu bisa bertahan.

Pertanyaan lain yang kerap mengusik kita, apakah virus bisa aktif kembali setelah seorang pasien sembuh, dan hasil tesnya untuk COVID-19 negatif. Direktur Eksekutif untuk program darurat WHO dr. Mike Ryan menyatakan, banyak faktor yang berperan dalam hal ini. “Ada banyak alasan mengapa kita mungkin menemukan infeksi yang kembali aktif. Entah dari infeksi yang sama, atau penyebab infeksi lain,” ujarnya, seperti dilansir dari CNBC.

Memang, tidak semua infeksi akan hilang sepenuhnya dari tubuh. Contohnya infeksi Varicella zoster yang menyebabkan cacar air. Setelah cacar air hilang, virus ini tidur di saraf kita, dan bisa bangkit lagi sebagai herpes zoster. Kuman lain bisa menginfeksi berkali-kali, karena tubuh tidak menciptakan kekebalan terhadapnya. Misalnya bakteri Treponema pallidum penyebab sifilis, dan rhinovirus penyebab selesma. Atau tubuh berhasil membersihkan infeksi utama, tapi lalu terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Ini kerap terjadi pada selesma.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) tengah mengembangkan tes untuk mendeteksi antibodi virus korona, untuk melihat apakah seseorang kebal terhadap virus itu. Memang hal ini menunjukkan bahwa ia pernah terpapar virus tersebut. Namun apakah lantas ia kebal terhadap reinfeksi, masih belum bisa dipastikan.

Melihat fakta bahwa pasien korona yang sudah sembuh mungkin tidak kebal, maka herd immunity yang sempat ramai diperbincangkan, tampaknya bukan pilihan yang bijak untuk menghadapi pandemi COVID-19. Hingga kita memahami SARS-CoV-2 dengan lebih baik lagi, berusaha menekan penularan adalah pilihan terbaik untuk saat ini. Tahanlah rasa bosan; tetap #DiRumahAja dan membatasi kontak sosial dengan orang lain, demi keselamatan diri, keluarga, dan orang lain. (nid)

____________________________________________

Ilustrasi: People photo created by prostooleh - www.freepik.com