obesitas berkontribusi melemahkan daya tahan tubuh

Obesitas Pengaruhi Efektivitas Vaksin COVID-19, Bagaimana Tingkatkan Imun Orang Obes?

Obesitas bukan sebatas bobot yang berlebih, tetapi sudah dianggap sebagai penyakit kronis. Seperti halnya penyakit kronis lain, seperti kanker atau diabetes, obesitas berkontribusi terhadap lemahnya daya tahan tubuh.

Dr. Cindiawaty J. Pudjiadi, MARS, MS, SpGK, dari RS Medistra, Jakarta menjelaskan obesitas diketahui sabagai salah satu penyakit yang meningkatkan risiko seseorang harus dirawat di rumah sakit bila terinfeksi COVID-19.

“Risikonya naik hingga 3 kali lipat bila seseorang obesitas, bahkan menjadi 4,5 kali bila obesitas berat,” katanya, dalam seminar kefarmasian secara daring, Kamis (29/4/2021).

Diketahui pula bila obesitas meningkatkan risiko menderita penyakit kardiovaskular (serangan jantung dan stroke), yang juga adalah komorbid COVID-19. Obesitas tidak hanya meningkatkan risiko keparahan infeksi SARS-CoV-2, tetapi juga bisa mengurangi efektivitas vaksin COVID-19.

Makalah di jurnal Proceedings of The Nutrition Society (tahun 2012) menjelaskan lemak yang berlebih menghalangi akses nutrisi yang dibutuhkan sel-sel kekebalan tubuh untuk menjalankan fungsinya.

Penelitian lain menunjukkan obesitas mempengaruhi efektivitas vaksin. Sebuah studi tahun 2017 di jurnal Annals of the American Thoracic Society menemukan bahwa orang obesitas yang mendapat vaksin flu dua kali lebih mungkin sakit (flu), dibanding orang yang divaksin dengan berat badan normal; meskipun keduanya memiliki tingkat antibodi (dipicu vaksin) yang sama.

Peneliti berteori bahwa efek tersebut mungkin terkait dengan fungsi sel T (salah satu jenis sel imun) yang terganggu akibat obesitas.

Pada obesitas terjadi peradangan tingkat rendah di dalam tubuh. Peradangan yang konstan ini akan melemahkan respons imun tertentu, termasuk sel B dan T yang memicu respons perlindungan setelah vaksinasi.

Riset di Italia oleh the Instituti Fisioterapici Ospitalieri, Roma, menemukan bahwan petugas medis dengan obesitas menghasilkan antibodi COVID-19 hanya setengah setelah suntikan dosis kedua vaksin Pfizer, dibandingkan nakes yang tidak obes.

Studi tersebut belum ditijau oleh ahli lain, namun memberikan bukti langsung pertama yang menunjukkan masalah serupa mungkin terjadi dengan vaksin COVID-19 lain.

Vaksin tetap harus diberikan

Meskipun dengan fakta tersebut, mereka dengan berat badan berlebih atau obesitas tetap perlu vaksinasi COVID-19.

Prof. Dr. Maksum Radji, M.Biomed, Apt, ahli mikrobiolgoi dan pemerhati vaksin, menjelaskan tujuan utama vaksinasi adalah untuk menurunkan keparahan penyakit dan kematian akibat COVID-19.

Selain itu juga untuk mencapai herd immunity (kekebalan kelompok), dan menjaga produktivitas serta mengurangi dampak sosial/ekonomi.

“Data per 27 April, sudah ada 19.158.802 orang yang divaksin, dari target sasaran vaksinasi sebesar 181.554.465 orang,” terang Prof. Maksum, dalam acara yang sama.

Ia menambahkan tak kalah penting untuk mendeteksi dan merespons adanya Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI).

KIPI dapat disebabkan oleh reaksi produk, akibat kecacatan produk, kesalahan proses vaksinasi, akibat respons kecemasan, atau karena kejadian koinsidental. Tidak ada vaksin yang 100% aman dan tanpa risiko.

Komnas KIPI melaporkan berdasarkan data dari 22 provinsi, 5 dari 10.000 KIPI masuk kategori sedang; 42 dari 1 juta KIPI masuk kategori serius. Umumnya gejala bersifat ringan seperti nyeri, kesemutan, mengantuk dan demam.

Orang obes butuh vitamin dan mineral lebih

Penderita obesitas ternyata membutuhkan lebih banyak vitamin dan mineral untuk menjaga imunitasnya. International Journal of Obesity menyatakan bila orang obes mengalami malnutrisi gizi mikro (vitamin dan mineral).

Dr. Cindi mengibaratkan sistem imun ibarat tembok yang menghadang infeksi. Vitamin dan mineral adalah lapisan semen yang menutup tumpukan batu-bata.

“Tanpanya tembok lebih gampang dihancurkan dan infeksi masuk,” terang dr. Cindi sembari menekankan bila vitamin dan mineral penting untuk sistem imun bawaan (kekebalan tubuh lini pertama) atau adaptif (lini kedua, dipicu oleh vaksinasi).

Vitamin A, B6 dan B12, asam folat, vitamin C dan E, selenium, zinc dan quercetin diketahui efektif meningkatkan imunitas. Riset Aarjan J, dkk., menyatakan meningkatkan konsentrasi zinc dalam sel akan menghambat replikasi virus corona dan virus RNA lain.

Beberapa makanan yang kaya zinc adalah tiram, daging merah, daging unggas, hati sapi, tahu, kacang-kacangan, jamur, susu dan gandum. 

Quercetin - zat warna alami tumbuhan yang tergolong sebagai antioksidan – banyak didapatkan di bawang putih, tanaman beri-berian, apel, brokoli, anggur, asparagus dan teh hijau.

Sumber selenium alami, imbuh dr. Cindi, antara lain tuna dan sarden, daging dan hati sapi, daging dan telur ayam, bayam, kacang mete, gandum dan susu.

Sementara asam folat bisa dipenuhi dengan konsumsi kacang merah, buah beet, papaya, jambu, brokoli, hati sapi atau hati ayam. (jie)