alat rapid test buatan ugm dan unair
rapid test buatan ugm dan unair

Mengenal Alat Rapid Test Buatan UGM dan Unair, Serta Keunggulannya

Presiden Joko Widodo dalam akun Instagram resminya mengungkapkan bila Indonesia terus melakukan inovasi-inovasi untuk mendukung penanggulangan COVID-19, salah satunya adalah pembuatan alat rapid test dalam negeri yang diberi nama RI-GHA.

Bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional (Rabu 20/5/2020) Jokowi meresmikan peluncuran produk-produk riset, teknologi dan inovasi untuk percepatan penanganan COVID-19.

“Ada 55 produk yang saya luncurkan secara virtual, sembilan di antaranya menjadi produk unggulan dan sudah saya lihat sendiri. Seluruh produk itu adalah hasil karya anak bangsa sendiri,” tulisnya dan mendapatkan like dari 465.922 akun lain.

Produk-produk unggulan tersebut antara lain RT-PCR test kit, rapid diagnostic tes IgG/IgM, emergency ventilator, terapi plasma convalescent, hingga robot medis dan penyinaran UV, serta air purifying respirator.

Kolaborasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Universitas Airlangga Surabaya, Laboratorium Hepatika, Mataram dan Kementerian Riset dan Teknologi, serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menghasilkan rapid diagnostic tes IgG/IgM yang diberi nama RI-GHA, kepanjangan dari Republik Indonesia – Gadjah Mada Hepatika Airlangga.  

Ini merupakan alat uji cepat berbasis antibodi (IgG dan IgM) yang diproduksi tubuh untuk melawan infeksi virus yang terdeteksi dalam sampel darah (diambil dari ujung jari). Adanya antibodi IgM menunjukkan respons tubuh pada tahap awal (respons akut) infeksi virus COVID-19, sementara IgG menunjukkan tubuh pernah terinfeksi COVID-19.

Koordinator penelitian rapid test, Prof. dr. Sofia Mubarika Harjana, M.Med, Sc, PhD, dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM mengatakan, keunggulan tes uji cepat ini adalah selain praktis dan mudah dilakukan, untuk pengoperasiannya ia membutuhkan seorang tenaga ahli spesifik.

“Selain itu lebih cepat, murah, serta dapat dilakukan di mana saja. Dan bisa memonitor OTG, ODP, PDP dan pasien post infeksi,” terang Prof. Sofia.

Tim (UGM, Unair dan Lab Hepatika) membuat rapid test berbasis antibodi terhadap protein rekombinan S1 dan S2 COVID-19, dengan teknologi lateral flow immunoassay. Protein rekombinan dibentuk dengan mentransfeksi gen asing ke dalam sel inang.

Protein rekombinan umumnya digunakan untuk menghasilkan produk farmasi, polimer berbasis protein untuk pemberian obat, antibodi dan enzim untuk pengobatan penyakit, protein dasar untuk rekayasa jaringan, serta untuk berbagai kegunaan lain.

“Karena saya sebelumnya pernah terlibat dalam pengembangan rapid test untuk virus lain, maka saya memilih untuk meneliti rapid test untuk COVID-19 ini bersama peneliti-peneliti lain,” terang Prof. Sofia.

Tim peneliti terdiri dari Prof. Dr. dr. Mulyono (Laboratorium Hepatika Mataram); Prof. Dr. drh. Fedik Abdul Rantam dan Prof. Dr. dr. Cita Rosita Sigit Prakoeswa, SpKK (K) (keduanya dari Universitas Airlangga, Surabaya); serta Prof. dr. Tri Wibawa, SpMK(K), PhD dan Prof. dr. Sofia Mubarika Haryana, M.Med, Sc, PhD (dari UGM).

Dalam penelitian ini Laboratorium Hepatika bertugas memproduksi rapid test dengan target awal produksi terbatas sebanyak 10.000 tes. Selanjutnya skala produksi yang lebih besar. Sementara UGM dan Unair bertugas untuk melakukan uji validasi agar mendapatkan nilai akurasi berdasarkan sensitivitas dan spesifisitas dan uji seroprevalence.

Seroprevalence merupakan jumlah orang dalam populasi tertentu yang terdeteksi positif pada penyakit tertentu berdasarkan spesimen serologi (serum darah).

Uji validasi diperlukan untuk memastikan rapid test berfungsi seperti yang diharapkan. Uji validasi setidaknya dilakukan di enam rumah sakit, seperti RS Universitas Airlangga Surabaya, RSUP Dr. Sardjito, RSA UGM, RSUD Kota Yogyakarta, RSUP Dr. Kardiadi Semarang dan RSUD Dr. Moewardi Solo.   

“Saat ini yang diperlukan adalah rapid test yang dilakukan secara masif untuk mendeteksi orang yang terinfeksi COVID-19. Dengan adanya alat rapid test buatan sendiri, maka kita (bangsa Indonesia) tidak perlu lagi beli dari luar yang harganya mahal dan bisa langsung didistribusikan ke berbagai daerah,” ujarnya.

”Setelah disandingkan rapid test komersiil buatan China, diketahui skala laboratorium rapid test RI-GHA sensivitasnya sudah lebih 98 % dan spesifisitasnya untuk IgG sudah 100 %,” pungkasnya. (jie)