disfungsi ereksi merupakan ketidakmampuan mempertahankan ereksi

Kenapa Disfungsi Ereksi Terjadi, dan Bagaimana Pengobatannya?

Disfungsi ereksi atau impotensi merupakan ketidakmampuan mencapai atau mempertahankan ereksi penis untuk memperoleh hubungan seks yang memuaskan.

Studi di Indonesia (dilakukan oleh tim dari RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta) tahun 2020 cukup mengejutkan, disfungsi ereksi tidak hanya identik dengan usia tua, tenyata bisa terjadi di usia muda. Rata-rata ada 35,6% penderita disfungsi ereksi untuk semua kelompok umur (>20 tahun).

Apt. Andi Alfian, SSi, MSi, dari Pengurus Daerah Ikatan Apoteker Indonesia (PD IAI) Sulawesi Selatan menjelaskan, secara sederhana ereksi terjadi dengan sempurna apabila suplai darah yang masuk ke penis lebih banyak daripada yang ke luar.

Setelah ada rangsangan seksual, arteri di penis akan terbuka dan memungkinkan aliran darah masuk lebih banyak ke pembuluh arteri penis. Bersamaan dengan itu pelebaran arteri akan menekan pembuluh vena – yang biasanya membawa darah ke luar dari penis – sehingga penis akan membesar.

“Inilah yang kita kenal dengan ereksi,” terang Andi, dalam webinar kefarmasian virtual, Rabu (15/9/2021).

Tentang gangguan ereksi, Andi menambahkan, berdasarkan penelitian internasional (AS, Prancis, Jerman, Italia, Spanyol, Inggris) pada kelompok usia 18-59 tahun bisa saja terjadi gangguan ereksi, walau belum tentu digolongkan sebagai disfungsi ereksi (DE).

Prevalensi disfungsi ereksi meningkat seiring usia. The Massachusetts Male Aging Study mencatat usia 20-29 tahun prevalensi kejadian DE < 10%, di usia 40-70 tahun kejadian impotensi naik hingga sekitar 52%.

Pasien diabetes berisiko mengalami impotensi 20-71%, dan setiap penambahan 5 tahun lamanya menderita diabetes, risiko DE meningkat 14%.

“Padahal secara naluriah, pria masih memiliki keinginan melakukan hubungan seks walau sudah ada gangguan fungsi ereksi. Pada saat itulah diperlukan perawatan disfungsi ereksi,” imbuh Andi.

Dalam kesempatan yang sama, dr. Dyandra Parikesit, BMedSc, SpU, dari RS Universitas Indonesia, menjelaskan disfungsi ereksi disebabkan oleh banyak hal, bisa akibat gangguan pembuluh darah, saraf, hormonal atau psikis. Juga mungkin disebabkan oleh penyakit pada penis atau trauma.

Bahkan saat ini ada kecurigaan COVID-19 berperan menyebabkan impotensi. “Kita ketahui COVID-19 menyebabkan disfungsi endotel di seluruh tubuh, baik di paru-paru hingga ke pembuluh darah. Dan pembuluh darah penis adalah salah satu yang terkecil, lebih kecil daripada pembuluh darah jantung. Sehingga jika ada ganguan endotel, sangat mungkin jaringan ereksi (corpus cavernosum) ikut terkena,” terang dr. Dyandra.

Kekerasan penis

Diagnosa disfungsi ereksi dilakukan dengan mengetahui riwayat medis dan seksual penderita seperti kejadian dan durasi masalah ereksi, kekerasan/durasi ereksi pagi hari, status emosi saat ini, ada tidaknya masalah hasrat seksual, masalah medis lain, dll.

Tingkat kekerasan penis turut menjadi bagian dari pemeriksaan. Dilakukan dengan Erection Hardness Score, yakni :

  1. Penis membesar tetapi tidak keras; kekerasannya seperti tahu. Digolongkan sebagai DE berat.
  2. Penis membesar tetapi tidak cukup keras untuk melakukan penetrasi; seperti pisang yang dikupas. Digolongkan sebagai DE sedang.
  3. Penis cukup keras untuk penetrasi, tetapi tidak benar-benar keras; seperti pisang yang belum dikupas. Dikategorikan sebagai DE ringan.
  4. Penis benar-benar keras; kekerasannya seperti mentimun. Ini tidak ada disfungsi ereksi.

Pengobatan disfungsi ereksi

Di awal pemeriksaan, dokter akan menilai tingkat keparahan DE, apakah ringan, sedang, atau berat. Selanjutnya dilakukan serangkaian pemeriksaan. Mulai dari wawancara, pemeriksaan fisik, dan berbagai tes, untuk menilai apakah DE mengarah ke psikologis atau organik (fisik).

Modifikasi gaya hidup, seperti menormalkan gula darah, tekanan darah, atau mengurangi berat badan dan olahraga merupakan terapi non medis pertama untuk mengatasi gangguan ereksi.

Jika terapi itu tidak berhasil, dokter akan meresepkan obat lini pertama, yakni penghambat PDE-5 (PDE-5 inhibitor; salah satunya adalah sildenafil sitrat). Obat penghambat PDE-5 diberikan untuk menurunkan kadar kalsium di sel otot, membuat otot polos di penis rileks.

Sildenafil sitrat memicu terjadi relaksasi otot dan pembuluh darah di penis, meningkatkan aliran darah ke penis dan menurunkan aliran darah keluar dari penis.

“Tetapi ingat tidak hanya disfungsi ereksinya yang diobati, tetapi juga mengontrol penyakit penyertanya, misalnya gula darah atau prostatnya,” tegas dr. Dyandra.

Sementara itu, apt. Rony Syamson, S.Farm, dari DKT Indonesia menjelaskan, obat yang mengandung sildenafil sitrat dianjurkan diminum satu jam sebelum berhubungan seks, sebelum makan atau jeda dengan waktu makan 2 jam.

“Efeknya bertahan dalam 4-6 jam,” katanya.

Rony menambahkan dalam studi pemberian 100 mg sildenafil sitrat tidak menyebabkan perubahan tekanan darah, denyut nadi, gula darah, dll. Semuanya masih dalam batas normal. (jie)

___________________________________________________________________________

Ilustrasi: People photo created by jcomp - www.freepik.com