Echinacea Mampu Mencegah Infeksi Corona, Begini Cara Kerjanya

Echinacea Mampu Mencegah Infeksi Corona, Begini Cara Kerjanya

Vaksinasi COVID-19 yang sudah mulai dilakukan pertengahan Januari lalu, membawa harapan agar pandemi bisa segera selesai. Namun demikian, protokol kesehatan (prokes) 5M tetap harus dijalankan dengan disiplin. Yakni memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas. Selain itu, imunitas atau daya tahan tubuh juga perlu dipelihara. Ditengarai, herbal yang berfungsi sebagai imunomodulator seperti Echinacea mampu mencegah infeksi saluran napas, termasuk corona.

Herbal kerap dianggap lebih aman ketimbang obat kimia, apalagi herbal telah jadi bagian dalam tradisi kita untuk mengobati berbagai macam penyakit. Bagaimanapun juga tetap perlu cermat. Jangan sembarangan memilih produk dengan embel-embel herbal dan alami. BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) dalam buku saku Obat Tradisional untuk Daya Tahan Tubuh menegaskan, obat tradisional berbahan herbal dapat dinyatakan berkhasiat dan efektif meningkatkan daya tahan tubuh jika sudah melalui penelitian ilmiah, antara lain uji klinis.

Ada begitu banyak herbal yang digunakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Misalnya Echinacea purpurea, bunga coneflower berwarna ungu yang berasal dari Amerika Utara. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa Echinacea mampu mencegah infeksi dan berfungsi sebagai imunomodulator.

Cara kerja Echinacea mampu mencegah infeksi dan mengatasi COVID-19

1. Sebagai imunomodulator

“Sebagai imunomodulator, Echinacea purpurea berarti dapat mengatur kerja sistem imun,” ungkap Prof. Dr. dr. Iris Rengganis, Sp.PD-KAI, Ketua PP Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia (Peralmuni) dalam keterangan resmi yang diterima OTC Digest dari Imboost. Komponen zat aktif dalam E. purpurea yang berperan sebagai imunomodulator antara lain alkamide, ketoalkana, turunan asam cafeic, polisakarida, dan glikoprotein.

Dikemukakan dalam meeting expert Peralmuni beberapa waktu lalu, E. purpurea mampu bekerja sebagai stimulan (meningkatkan sistem imun) maupun imunosupresan (menekan sistem imun), tergantung kondisi tubuh. Artinya, herbal ini memiliki kemampuan memodulasi (mengatur) imunitas tubuh: menaikkan saat kadarnya rendah, dan menurunkannya saat terlalu tinggi sehingga tidak membahayakan tubuh.

Ini sejalan dengan hasil diskusi PDPI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia) beberapa waktu lalu, yang menyimpulkan bahwa E. purpurea tidak menyebabkan badai sitokin. Kondisi ini bisa terjadi karena komponen sistem imun terlalu tinggi/aktif sehingga menimbulkan peradangan berat yang bisa membahayakan. Kesimpulan lain dari diskusi tersebut yakni E. purpurea sebagai imunomodulator akan mengondisikan berbagai komponen dalam sistem imun ke tahap yang dibutuhkan sehingga tubuh siap melawan infeksi.

2. Melindungi saluran napas dari serangan infeksi

Prof. Iris menyebutkan bahwa Echinacea mampu mencegah infeksi, "Termasuk infeksi pada saluran napas atas dan bawah.” Diskusi Peralmuni menyimpulkan bahwa dalam studi in vitro, pemberian E. purpurea mampu menghambat replikasi beberapa jenis virus, melalui mekanisme interaksi langsung dengan partikel virus serta protein pembungkus virus. Termasuk di antaranya virus influenza A dan B, virus para influenza, dan respiratory syncytial virus (RSV).

Di masa pandemi COVID-19, sangat penting menjaga saluran napas tetap sehat. Infeksi apapun pada saluran napas bisa meningkatkan risiko terhadap COVID-19.

3. Terapi COVID-19

Hasil diskusi PDPI maupun Peralmuni menyatakan, suplemen herbal dengan kandungan E. purpurea dapat digunakan sebagai salah satu modalitas terapi COVID-19. Baik sebagai terapi preventif (pencegahan) pada orang sehat, maupun terapi tambahan pada kasus KTG (konfirmasi tanpa gejala) dan pasien dengan gejala ringan. Jangan anggap enteng KTG dan gejala ringan, karena bisa saja memburuk sewaktu-waktu, dan virus tetap bisa menular kepada orang lain. “Saat ini, 80% pasien Covid-19 di Indonesia tercatat KTG dan pasien bergejala ringan. Sisanya, 20%, adalah pasien yang bergejala sedang dan berat," ungkap dr. Erlina Burhan, Sp.P dari Rumah Sakit Umum Persahabatan.

Dosis yang dianjurkan BPOM yakni 3 kali sehari untuk sediaan 250 mg, atau sekali sehari untuk sediaan 1000 mg. Untuk pasien COVID-19, suplemen bisa dikonsumsi selama 8 minggu atau sampai dengan hasil swab negatif. Adapun untuk orang sehat, sebaiknya imunomodulator dikonsumsi hanya saat tertentu ketika imunitas menurun, misalnya ketika capek atau stres. Atau ketika harus banyak bepergian keluar rumah, untuk melindungi diri terkena COVID-19. (nid)

____________________________________________

Ilustrasi: Image by Shirley Hirst from Pixabay