cegah obesitas dengan membaca label makanan kemasan

Cerdas Cegah Obesitas Dengan Baca Label Makanan Kemasan

Boleh dibilang sebagian besar makanan kemasan itu enak. Tetapi dibalik rasanya yang enak, makanan kemasan biasanya tinggi gula, garam dan lemak. Terlalu kerap mengonsumsi makanan kemasan ternyata berkontribusi pada penambahan angka obesitas di Indonesia.

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan tingkat obesitas pada dewasa meningkat dari 14,8% menjadi 21,8%. Demikian pula kasus berat badan berlebih dari 11,5% di tahun 2013 menjadi 13,6% tahun 2018.

Data juga menyatakan konsumsi tertinggi masyarakat Indonesia adalah untuk makanan siap saji dan kemasan. Dr. Dhian Dipo, MA, Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan menjelaskan kondisi pandemi menyebabkan perubahan gaya hidup dan kondisi lingkungan.

Pembatasan aktivitas keluar rumah yang dibarengi peningkatan waktu berada di depan gawai, menyebabkan penurunan aktivitas fisik dan peningkatan konsumsi makanan, “terutama makanan siap saji dan pangan olahan yang dipesan secara online.”

“Kondisi ini menjadi faktor risiko terjadinya obesitas, yang kedepannya berdampak pada peningkatan penyakit tidak menular dan beban ekonomi negara,” terang dr. Dhian, dalam seminar daring peringatan Hari Obesitas Sedunia yang diadakan oleh Nutrifood, Kamis (4/3/2021).

Data dari Survei Konsumsi Makanan Individu 2018 cukup memrihatinkan, 5 dari 100 orang mengonsumsi gula lebih dari 50 gr/hari (tertinggi di DIY dengan 16,9%), 55 dari 100 orang mengonsumsi garam lebih dari 2000 mg/hari (tertinggi di DKI Jakarta dengan 65,4%), dan 27 dari 100 orang mengonsumsi lemak di atas 67 gr/hari (tertinggi di DKI Jakarta dengan 48,2%).

Yusra Egayanti, S.Si, Apt, MP, dari Direktorat Standarisasi Pangan Olahan BPOM menjabarkan, makanan kemasan dengan gula tinggi yang paling kerap dikonsumsi seperti minuman siap saji, produk sereal, produk susu dan kondimen.

Untuk garam ada produk sereal, kondimen, hasil olahan ikan dan olahan daging. Lemak tinggi banyak didapatkan dari minyak dan produk turunannya, produk sereal, daging, ikan, telur, dll.

“Idealnya dalam sehari, masyarakat dapat mengonsumsi tidak lebih dari, gula sebanyak 50 gr (4 sendok makan), garam sebanyak 5 gr (1 sendok teh), dan lemak total sebanyak 67 gr (5 sendok makan),” kata Egayanti.

Secara umum, kebutuhan kalori per hari rata-rata pria dewasa adalah 2.500 kalori, sedangkan perempuan dewasa adalah sekitar 2.000 kalori.

Informasi nilai gizi yang tercantum dalam label makanan kemasan terdiri dari takaran sajian per kemasan, energi total per sajian, zat gizi yang terdiri dari lemak, protein, karbohidrat, gula, garam (natrium), zat gizi mikro (vitamin dan mineral), serta persentase AKG (Angka Kecukupan Gizi).

Takaran saji mempengaruhi jumlah kalori dan seluruh zat gizi yang disajikan. Misalnya jumlah sajian per kemasan adalah 5, dengan jumlah energi total per kemasan adalah 100 kkal. Artinya jika kita mengonsumsi seluruh isi kemasan maka kita akan memperoleh 500 kkal.

“Misalnya dalam satu kemasan berisi 15 buah. Per sajian (27 gram) energi totalnya adalah 150 kkal, dengan 60 kkal dari lemak. Maka energi per kemasan adalah 2250 kkal dan 900 kkal dari lemak.

“Ini berarti hanya dengan konsumsi 1 kemasan, kita mengasup 2250 kkal dari total kebutuhan kalori. Selain itu tentunya harus memperhatikan asupan dan pangan lainnya, baik yang diolah di rumah atau dari jajanan di restoran,” imbuh Egayanti.

Membaca label makanan dapat membantu pengaturan berat badan, baik menaikkan, menurunkan atau menjaga berat badan tetap normal, serta mencegah obesitas.

Cermat memilih makanan sehat dengan memperhatikan label nutrisi ketika membeli makanan kemasan merupakan langkah awal bijak dalam pemenuhan gizi harian bersumber dari pangan olahan. (jie)

Baca juga : Tak Hanya Gula: Berikut 8 Pemanis yang Sebaiknya Anda Tahu