defisiensi vitamin d berisiko menurunkan sistem imun

Batasan Aman Suplemen Vitamin D Untuk Risiko Tinggi Defisiensi Vitamin D

Sumber utama vitamin D adalah dari paparan sinar matahari. Walau Indonesia diberkahi dengan sinar matahari sepanjang tahun, namun data menunjukkan sebagian besar orang Indonesia, baik anak dan dewasa mengalami kekurangan vitamin D.

Vitamin D dapat disebut sebagai hormon yang bermanfaat untuk meningkatkan serum kalsium, kekuatan tulang dan otot. Tetapi ternyata juga penting untuk mengatur diferensiasi sel, pematangan sel dan sistem imun.

Data dari berbagai penelitian menunjukan bahwa kadar vitamin D orang Indonesia < 20 ng/ml dan tergolong sebagai defisiensi vitamin D. Riset Valentina et al, tahun 2014 menyatakan 38,7% anak Indonesia usia 2-12 tahun kekurangan vitamin D. Yosephin dkk, mencatat 63% wanita usia subur (18-40 tahun) kekurangan vitamin D. Dan, Hidayat et al, menyimpulkan 78,2% lansia di Pulau Jawa dan Sumatra defisiensi vitamin D.

Dr. dr. Luciana Sutanto, MS, SpGK, dalam webinar Vitamin D: Essential for All Ages, Sabtu (20/11/2021) menjelaskan kebutuhan vitamin D utamanya dipenuhi dari paparan sinar matahari dan pada jumlah kecil didapat dari makanan seperti ikan laut dalam (tuna, cod, sarden, salmon), hati, telur, susu kedelai, dan kacang almond.

“Sayangnya ikan laut dalam seperti salmon tidak banyak di Indonesia. Orang Indonesia lebih banyak makan kedelai, telur atau hati,” kata dr. Luciana. Sedangkan paparan sinar matahari kita juga kurang karena takut hitam.

Pada anak-anak, tukas dr. Luciana, ada kelompok yang lebih rentan mengalami kekurangan vitamin D diantaranya :

1. Anak berkulit gelap atau jarang terpajan sinar matahari langsung

Warna gelap kulit (melanin) merupakan tabir surya alami. The Royal Children’s Hospital Foundation menyatakan anak dengan kulit gelap membutuhkan waktu lebih lama di bawah sinar matahari untuk membuat vitamin D secara alami.

Demikian pula pada anak-anak yang kurang terpapar sinar matahari, baik karena selalu berada di dalam ruangan atau memakai cream/sunscreen atau memakai pakaian yang menutupi kulit.

2. Bayi lahir prematur

Penelitian tahun 2015 di Korea Selatan menunjukkan 98,9% bayi prematur mengalami ketidakcukupan (insufisiensi) vitamin D dan lebih dari separuhnya defisiensi berat. Riset ini diterbitkan di Korean Journal of Pediatrics.

3. Anak dengan kondisi tertentu

Anak-anak dengan kondisi medis seperti penyakit hati, ginjal dan masalah penyerapan makanan (penyakit celiac atau radang usus) berisiko tinggi mengalami kekurangan vitamin D. Termasuk juga yang mengonsumsi obat-obatan epilepsi.

4. Bayi dari ibu dengan kadar vitamin D rendah

ASI jenis makanan terbaik untuk bayi (< 6 bulan) namun kurang mengandung cukup kadar Vitamin D. Seorang bayi akan mendapatkan simpanan vitamin D pertama dari ibunya, mereka juga berisiko rendah vitamin D jika ibunya memiliki vitamin D rendah.

“Ibu menyusui dengan kadar vitamin D rendah akan memproduksi ASI dengan kadar vitamin D kurang juga,” imbuh dr. Luciana.

Defisiensi vitamin D pada sindroma metabolik

Kekurangan vitamin D rentan dialami oleh mereka dengan sindroma metabolik (obesitas, hipertensi, kolesterol tinggi dan diabetes). Sindroma metabolik berhubungan erat dengan penyakit jantung dan stroke.

Dalam kesempatan yang sama Dr. dr. Indra Wijaya, SpPD-KEMD, FINASIM, menjelaskan,

“Defisiensi vitamin D ditemukan pada semua parameter sindrom metabolik. Pada pasien obes, rendahnya kadar vitamin D tidak main-main, bisa < 10 ng/ml.”

Penelitian Li et al, tahun 2019 menyimpulkan mereka dengan kadar vitamin D <10 ng/ml memiliki 90% peningkatan risiko serangan jantung dalam 5-10 tahun ke depan, dibandingkan dengan kadar >30 ng/ml.

Riset pada pasien diabetes menunjukkan manfaat signifikan suplementasi vitamin D. European Journal of Endocrinology mencatat suplementasi vitamin D3 5000 IU (international units) / hari selama 6 bulan signifikan meningkatkan sensitivitas insulin dan fungsi sel beta pankreas (yang memroduksi insulin), pada peserta risiko tinggi diabetes atau pasien yang baru terdiagnosa diabetes.

Suplemen vitamin D yang aman

American Association of Clinical Endocrinologist mengkategorikan defisiensi vitamin D bila kadar vitamin D dalam darah <20 ng/ml, jika antara 20-30 ng/ml masuk kategori insufisien (tidak cukup). Dianggap cukup jika kadarnya 30-100 ng/ml (dengan nilai optimal 40 -60 ng/ml). Sementara bila >100 ng/ml memiliki potensi toksik.

“BPOM mengatakan vitamin D 1000 IU termasuk ke dalam golongan suplemen. Vitamin D memiliki rentang keamanan yang luas dengan batas hingga tidak menimbulkan efek samping adalah 10.000 IU/hari,” terang dr. Indra.

Pada kasus defisiensi, menurut dr. Luciana, terapi suplemen vitamin D yang diberikan adalah:

  1. Usia 0-1 tahun: 2000 IU/hari atau 50.000 IU/minggu selama 6 minggu. Kemudian, untuk mencapai kadar vitamin D dalam darah >30 ng/ml adalah 400-1000 IU/hari.

  2. Usia 1-18 tahun: 4000 IU/hari atau 50.000 IU/minggu selama 6 minggu. Diikuti dengan 600-1000 IU/hari sebagai dosis perawatan untuk mencapai kadar vitamin D optimal.

  3. Usia >19 tahun: 10.000 IU/hari atau 50.000 IU/minggu selama 8 minggu. Untuk mencapai kadar >30 ng/ml, selanjutnya dengan dosis 1500 – 2000 IU/hari. (jie)

____________________________________________________________________________________

Ilustrasi: <a href='https://www.freepik.com/photos/food'>Food photo created by whatwolf - www.freepik.com</a>