Operasi dan Perawatan Komprehensif untuk Bibir Sumbing

Operasi dan Perawatan Komprehensif untuk Bibir Sumbing, Ini Komitmen Smile Train

Kelainan celah bibir/langit-langit terjadi pada 1 dari 600 anak yang lahir hidup. Setiap tahun, ada sekitar 9.000 anak di Indonesia yang terlahir dengan kondisi ini. “Celah bibir dan langit merupakan kondisi dimana terdapat celah diantara rongga mulut dan rongga hidung akibat ketidaksempurnaan proses penyatuan bibir dan lelangit pada masa perkembangan janin,” terang drg. Andi S. Budihardja Sp.BM(K), spesialis bedah mulut di Siloam Hospitals Lippo Village.

Celah bisa dikoreksi dengan tindakan operasi. “Operasi tidak hanya untuk menutup celah. Tapi juga memperbaiki estetik, membentuk rahang agar gigi bisa tumbuh dengan baik, serta memberi manfaat psikososial,” tutur drg. Andi, dalam diskusi mengenai perawatan komprehensif pada anak dengan celah bibir/langit-langit, yang diselenggarakan oleh Smile Train di Jakarta, Kamis (30/1/2020).

Menurut drg. Andi, kelainan celah pada janin bisa terlihat melalui pemeriksaan USG saat usia kandungan 3 bulan. Bila janin terdeteksi memiliki kelainan celah, dokter akan mendampingi ibu dan keluarga, menguatkan hatinya agar siap menerima kondisi bayi lahir nanti. “Saat bayi lahir, tim dokter langsung mengawasi cara bayi minum. Apakah ia membutuhkan plat khusus agar bisa menelan tanpa tersedak,” ujar drg. Andi.

Di usia 3 bulan, bayi bisa menjalani operasi penutupan celah bibir dan hidung. Usia 1 – 1,5 tahun, celah pada langit-langit bisa ditutup. “Bukan cuma ditutup, tapi dipastikan bahwa otot-otot dikembalikan ke posisi anatomi normal. Sehingga pasca operasi dan dilakukan terapi, otot bisa digerakkan dengan baik,” tuturnya.

Pasca operasi, anak harus menjalani terapi wicara, minimal 2 minggu setelah tindakan. Ini sangat penting agar anak bisa berkomunikasi dengan baik dan jelas.

Umumnya, anak dengan kelainan celah menghadapi hambatan komunikasi sejak awal, karena sejak masih bayi jarang diajak mengobrol. Sehingga sering kali, kosa katanya lebih sedikit dibandingkan anak lain seusianya. “Ini bisa dikejar dengan stimulasi optimal,” ujar terapis wicara Rita Rahmawati, S.Pd, SST.TW, M.P.H.

Jumlah perbendaharaan kata anak harus sesuai menurut usianya. Ini berhubungan dengan kecerdasan. “Perkemabgan kognitif itu didasari dengan perkembangan bahasa. Kalau bahasa jelek, pemahaman kognitifnya jelek. Karenanya harus dikejar, disesuaikan dengan usia perkembangan,” tutur Rita.

 

Smile Train

Operasi kelainan celah dan perawatannya secara holistik menjadi fokus Smile Train. Sejak beroperasi di Indonesia pada 2002, organisasi nirlaba global ini telah membantu >80.000 anak. Anak dengan kelainan celah bisa mendapat terapi yang komprehensif, mulai dari operasi hingga terapi lanjutan sampai selesai. Gratis.

Begitu banyak anak yang harus menderita akibat perundungan bahkan ditolak oleh keluarganya, hanya karena ia sumbing. Atau bicaranya tidak jelas meski sudah dioperasi, dan hasilnya secara estetik bagus. “Mereka ingin bisa berbicara dengan normal, agar bisa sekolah dan bekerja dengan baik. Tapi orang menghinanya karena bicaranya tidak jelas. Mereka butuh terapi wicara,” tegas Deasy Larasati, Program Director & Country Manager Smile Train Indonesia.

Smile Train bekerja sama dengan 85 RS di 23 provinsi di Indonesia, memberdayakan tenaga ahli medis dalam negeri dengan pelatihan, pendanaan, dan sumber daya untuk memberikan operasi celah gratis dan perawatan celah yang komprehensif untuk anak-anak. “Kami ingin anak yang menderita celah bibir dan lelangit punya hidup yang berkualitas,” tegas Deasy.

Tiap tahun, Smile Train menerima 500-600 permohonan bantuan untuk terapi celah bibir/langit-langit. Siapapun yang membutuhkan bantuan operasi dan terapi untuk kelainan celah, bisa mengakses web smiletrainindonesia.org, Instagram @smiletrainindonesia.

____________________________________________

Foto: dok. Smile Train Indonesia