Kerjasama peningkatan kapasitas apoteker antara IAI dan PT MERCK TBK | OTC Digest

Kerjasama peningkatan kapasitas apoteker antara IAI dan PT MERCK TBK

Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan, termasuk apoteker, sangat penting untuk memastikan layanan kesehatan berkualitas untuk seluruh masyarakat. Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) dan PT Merck Tbk., menandatangani kesepakatan program kerjasama peningkatan kapasitas apoteker yang berkelanjutan.

Program kerjasama ini mencakup bidang kompetensi dasar dan pengetahuan mengenai penyakit kronik seperti diabetes, hipertensi dan gangguan tiroid, serta pembuatan modul pelatihan terakreditasi IAI mengenai 5 topik, yang kemudian dilanjutkan dengan Training of Trainers (ToT).

“ToT akan diikuti oleh 150 orang apoteker dari Jakarta, Surabaya dan Pekanbaru, yang kemudian disebarkan ke sekitar 1.650 apoteker lain,” terang Evie Yulin, Direktur PT Merck Tbk., di Jakarta, Selasa (15/10/2019).

Pada kesempatan yang sama Ketua Umum IAI Drs. Nurul Falah Eddy Pariang, menjelaskan pada dasarnya tenaga kesehatan di Indonesia memiliki 4 isu utama, yaitu kurangnya jumlah tenaga kesehatan, distribusi tenaga kesehatan tidak merata, kualifikasi pendidikan di bawah mencukupi, dan kualitas yang belum memadai.

Di satu sisi apoteker berperan penting dalam menjaga kesehatan pasien melalui pelayanan kefarmasian. Salah satunya adalah memberikan konseling kepada pasien dan masyarakat terkait penggunaan obat yang benar.

Peningkatan kompetensi diri penting untuk dilakukan secara terus menerus hingga memberikan kualitas layanan kefarmasian yang up to date. Ini diperlukan untuk mengimbangi perkembangan dunia kesehatan, termasuk ragam obat baru yang sangat pesat.

“Penjualan obat secara on line juga menjadi tantangan tersendiri. Karena bagaimana apoteker bisa melakukan kewajibannya untuk menjelaskan tentang cara pemakaian, efek samping atau interaksi dengan obat lain ke pasien bila obat dibeli secara on line.

“Salah satu cara adalah dengan apoteker wajib menghubungi pasien lewat telepon, untuk memastikan obat sampai ke tangan pasien, dan pasien bisa menggunakan obat secara aman,” terang Nurul Falah.

Ia menambahkan ke depannya apoteker diharapkan memiliki ‘buku pasien’ di mana seorang apoteker harus mengenal pasiennya, penyakit dan obat-obatannya. Tujuannya adalah agar terjadi hubungan yang baik antara apoteker dengan pasiennya.

“Bahkan di dalam standar pelayanan kefarmasian yang diterbitkan dalam Permenkes (Peraturan Kementerian Kesehatan) apoteker berhak untuk melakukan home care (datang ke rumah), terutama untuk pasien geriatri (lansia) yang memerlukan penjelasan lebih lanjut tentang penggunaan obat,” urai Nurul Falah.

Harapan ke depan, ungkap Nurul Falah, adalah untuk menjadikan apoteker sebagai mitra keluarga. Dan, agar peran apoteker tentang kefarmasian semakin bertambah, tidak tersisih oleh informasi yang berseliweran di media sosial.

“Ketika masyarakat mencari informasi di google tentang suatu obat tertentu, belum tentu gejala yang sama dengan obat yang cocok untuk tiap individu. Maka, konsultasikan dengan apoteker,” pungkasnya. (jie)