Terserang Arteri Perifer, Kaki Menghitam dan Bisa Gagal Ginjal | OTC Digest

Terserang Arteri Perifer, Kaki Menghitam dan Bisa Gagal Ginjal

Sering nyeri di kaki bisa menjadi tanda penyakit arteri perifer. Sugiharto (60 tahun) kerap  merasakannya di kaki kanan, saat jalan pagi keliling komplek perumahan di Tangerang Selatan. Bila nyeri mendera, ia duduk sambil memijat-mijat kakinya. Biasanya, nyeri akan hilang dan dia kembali berjalan.

Menurut dr. Alexander Jayadi Utama, Sp.B(K)V, spesialis bedah konsultan vaskular dari RS Premier Bintaro, Tangerang Selatan, nyeri di kaki seperti dialami Sugiharto adalah gejala awal dari penyakit arteri perifer. Gejala lain, kaki terasa dingin dan kesemutan. “Penyebabnya, timbunan lemak di pembuluh darah kaki, mengganggu aliran darah,” ujarnya. Akibatnya pasokan darah yang membawa oksigen dan nutrisi ke kaki berkurang, sehingga timbul nyeri.

Banyak pasien tidak menyadari gangguan ini dan baru berobat ketika jaringan sudah mati. “Jari-jari kaki menghitam dan mengerut. Itu komplikasi akhir dari penyumbatan pembuluh darah perifer di kaki,” tutur dr. Alexander. Luka atau koreng menghitam adalah tanda lain bahwa jaringan kaki sudah mati. Bisa terluka meski tidak ada trauma dari luar; dipicu kerusakan jaringan lemah di bawah kulit pada daerah yang aliran darahnya terganggu. Luka sulit sembuh karena jaringannya sudah mati.

Kondisi ini kerap dijumpai pada pasien diabetes melitus; 15%-nya mengalami arteri perifer. Pada pasien diabetes, terjadi gangguan saraf perifer sehingga luka tidak terasa sakit. “Kaki menghitam disertai luka kering dan bau busuk, karena kematian jaringan,” terang dr. R. Suhartono, Sp.B(K)V dari RS Premier Bintaro. Jaringan yang membusuk kadang harus diamputasi.

Penyakit arteri perifer paling banyak terjadi di kaki, meski bisa terjadi di bagian tubuh lain seperti di ginjal dan usus. Bila terjadi di ginjal dapat menyebabkan gagal ginjal, sehingga pasien harus cuci darah atau cangkok ginjal. Gangguan di usus ditandai rasa nyeri dan kembung. Jaringan usus yang mati harus dipotong.

Ditengarai, ada 8-12 juta penderita penyakit arteri perifer di Negeri Paman Sam, dan hanya 25% yang mendapat pengobatan yang baik. Di Indonesia, belum ada data yang pasti. Diperkirakan, ada 6 penderita penyakit arteri perifer dari tiap 1 pasien jantung koroner. Risiko kena penyakit ini antara lain usia >70 tahun, usia >50 tahun dengan riwayat diabetes atau merokok, dan usia <50 tahun tetapi menderita diabetes dan memiliki faktor risiko lain seperti hipertensi dan kegemukan.

Yang berusia >60 tahun atau menyandang diabetes melitus, dianjurkan melakukan pemeriksaan untuk mendeteksi penyakit arteri perifer. Cara paling sederhana dan tidak invasif (tidak menimbulkan luka) yakni ankle brachial index (ABI). Ini dilakukan dengan membandingkan tekanan darah yang diukur di kaki dengan yang di lengan. Nilai ABI lebih rendah dapat menunjukkan adanya penyempitan atau penyumbatan arteri di kaki.

Bisa dilakukan USG Doppler dan Dupplex. Pada USG Doppler, gelombang suara bukan diolah menjadi gambar, melainkan suara. Alat ini berguna untuk melihat pergerakan darah di  pembuluh darah. Oleh alat suara diolah menjadi grafik, yang menunjukkan kondisi aliran darah. USG Duplex mengombinasikan USG Dopples dengan USG biasa. Akan muncul grafik aliran darah serta gambaran pembuluh darah dan organ-organ sekitarnya. Tes yang lebih canggih yakni MRA (magnetic resonance angiogram), CT angiogram dan angiogram dengan kateter. (nid)


Ilustrasi: yogaphysique dari Pixabay