Sindrom Darah Kental dan Risiko Stroke | OTC Digest

Sindrom Darah Kental dan Risiko Stroke

Stroke adalah salah satu pembunuh utama akibat penyakit tidak menular, selain penyakit jantung. Risiko stroke juga bisa diakibatkan oleh sindrom darah kental (Antiphospholipid syndrome / APS). Darah menjadi terlalu kental sehingga alirannya tidak lancar dan pasokan oksigen seluruh tubuh tidak lancar.

Sindrom darah kental merupakan penyakit autoimun (sistem imun menyerang tubuh sendiri), di mana dalam darah ditemukan antibodi fosfolipid yang menyebabkan darah mudah membeku dan menyebabkan sumbatan di pembuluh darah. 

Sindrom darah kental ditandai dengan jumlah eritrosit atau sel darah merah yang lebih tinggi dari angka normal. Hal itu dilihat dari kadar hemoglobin (Hb) yang normalnya berkisar 11-12 g/dL (wanita) atau 12-16 g/dL (pria).

Menurut Prof. Dr. dr. Karmel L. Tambunan, SpPD-KHOM, adanya antibodi dalam darah tidak otomatis seseorang akan mengalami penggumpalan darah. Tapi, hal itu meningkatkan risiko terjadinya penggumpalan darah.

Gejala yang umum adalah migrain, dan gampang timbul lebam di kulit walau tidak terbentur. Penderita mengeluhkan pusing, pandangan berputar (vertigo), telinga berdenging (terkadang tuli mendadak) dan penglihatan terganggu.

Untuk mengobati sindrom darah kental, dokter biasanya memberikan antikoagulan untuk pengencer darah, dan anti-agregasi trombosit (antiplatelet); contohnya aspirin. Kedua obat ini bisa membuat darah menjadi encer, dengan cara mempengaruhi proses pembekuan darah.

Bila penderita sindrom darah kental memiliki kebiasaan merokok dan kolesterol tinggi, darah yang sudah kental akan makin susah mengalir. Rokok akan merusak lapisan pembuluh darah bagian dalam (endotel). Pembuluh darah mengeras dan menjadikan kolesterol gampang menempel.

Endotel ini turut mengaktifkan sistem pembekuan darah. Apabila endotel rusak, trombosit mudah melekat satu sama lain. Hambatan-hambatan dalam pembuluh darah ini dikenal sebagai trombosis. Jika trombosis terjadi di otak, dapat memicu stroke.

Dr. Valery Feigin, PhD, dari Clinical Trials Research Unit, The University of Auckland, New Zealand menjelaskan, berdasar berbagai penelitian diketahui bahwa wanita perokok 20% lebih rentan terkena stroke dibandingkan pria perokok. Secara umum, wanita memang lebih sensitif terhadap berbagai efek buruk rokok.

“Kemungkinan perokok pasif terkena stroke, hampir sebesar 80%,” katanya.  (jie)