Silat untuk Pengobatan Asma dan Hipertensi | OTC Digest

Silat untuk Pengobatan Asma dan Hipertensi

Di beberapa negara, latihan beladiri mulai digunakan untuk menunjang pengobatan. Misalnya Kempo di Jepang, Tai Chi di China, atau Hwarang Do di Korea. Indonesia memiliki pencak silat sebagai seni beladiri.

Dr. Agasjtya Wisjnu Wardhana, Sp.PD-FINASIM yang praktik di RS Marinir Cilandak, Jakarta, mengombinasikan ilmu beladiri silat aliran Sin Lam Ba untuk mengobati pasiennya, sebagai terapi pendamping.

Dr. Wisjnu sudah berlatih aneka beladiri sejak kecil, dan kini mengajar di perguruan Sin Lam Ba di Menteng Wadas, Jakarta. Ia menemukan banyak manfaat ilmu beladiri bagi kesehatan. Kelahiran Malang, 3 Februari 1963 ini ikut berperan dalam film laga The Raid, terutama dalam mempersiapkan para aktor saat berlaga agar tidak cedera serius. Ikuti wawancara OTC Digest dengannya.

Pengaruh olahraga beladiri terhadap kesehatan?

Secara umum, yang namanya olahraga adalah bergerak dalam gerakan yang teratur. Otot bekerja, sendi bergerak, jantung memompa, paru-paru mengisap osigen dan membuang CO₂. karbohidrat dibakar menjadi energi, tidak tertimbun di tubuh dalam bentuk lemak. Orang yang kurang bergerak, cenderung mengalami gangguan sirkulasi darah, napas pendek dan otot kaku.

Olahraga beladiri memiliki beberapa aspek tambahan: strength (kekuatan), speed (kecepatan), endurance (daya tahan), dan target ekspektasi. Kalau, misalnya, di awal latihan bisa memecahkan satu batu bata, makin lama makin banyak bata yang bisa dipecahkan. Ini menunjukkan bahwa kemampuan tubuh menghasilkan daya ledak dari metabolisme tubuh meningkat. Itu efek yang bisa diukur.

Gerakan-gerakan silat mirip gerakan orang menari. Terjadi kontraksi dan relaksasi yang  disertai latihan pernapasan. Ada kondisi ketika kita harus menahan napas agar sirkulasi jantung membaik. Dengan mengeluarkan napas berarti kita membuang racun-racun dari dalam tubuh.

Latihan bisa kita ukur; misalnya latihan 15 menit tidak capek, kita naikkan jadi 20 menit, dan seterusnya secara bertahap. Lalu dievaluasi, apakah ada perbaikan kadar gula darah, tensi dan lainnya.

Anda menggunakan silat untuk mengobati pasien asma dan hipertensi

Intinya ada pada teknik pernapasan dan gerakan (jurus). Pada pasien asma, kita bangun kemampuan relaksasi dari paru-paru dan kemampuan untuk membuang CO₂, agar mencapai titik tertinggi.

Dengan latihan (silat), kita membangun napas dengan tiga tingkatan: napas diafragma bawah, napas bagian tengah dan napas dada bagian atas. Ada pasien saya yang asma sejak usia 5 tahun dan tergantung dengan obat-obatan. Setelah latihan silat 6 bulan, kalau ada serangan (asma) hanya batuk-batuk. Sekarang sudah sembuh total; kena hujan, debu, asma tidak kumat.

Dengan latihan, kemampuan tubuh dibangun untuk bisa menetralisir pemicu asma. Stresnya pun berkurang sehingga daya tahan tubuh meningkat.

Untuk hipertensi, kalau ditinjau dari aspek medis, ada gangguan sirkulasi darah dan pembuangan racun dari ginjal. Agar sirkulasi darah bagus, jantung harus dapat berkontraksi secara optimal.

Kita berlatih pernapasan, lalu napas disesuaikan dengan kontraksi jantung (mengikut detak jantung), sampai terasa tubuh jadi rileks. Denyut jantung akan jadi lebih lambat dan tubuh rileks, sehingga tekanan darah menurun.

Saya tekankan, untuk mencapai kesembuhan, obat dari dokter tidak boleh putus. Obat tetap berjalan, tapi dengan latihan secara perlahan dosis obat turun dengan sendirinya. Sampai satu titik minum obat hanya saat diperlukan, karena kondisi tubuh sudah baik.

Latihan silat sebagai terapi pendamping. Kalau disuruh olahraga, kadang pasien malas. Kalau latihan silat kan banyak teman dan ada bimbingan pelatih sehingga lebih nyaman.

Ada terapi dengan cara dipukul dan ditendang?

Pada pasien asma, terjadi semacam penumpukan dahak di paru-paru. Kita dorong punggungnya dengan keras (dipukul atau ditendang dengan punggung kaki) agar pasien batuk dan dahak bisa keluar. Mirip fisioterapi; punggung disinar lalu ditepuk-tepuk.

Pada orang yang latihannya sudah baik, tidak cukup hanya tepukan-tepukan karena napasnya sudah kuat; kita gunakan teknik khusus. Pasien tahan napas, lalu punggungnya kita dorong dengan keras. Tujuannya, mengeluarkan dahak yang sulit dikeluarkan.

Ada pasien diabetes yang minum obat, tapi gula darahnya tetap tinggi (>300 mg/dL). Dengan berlatih rutin, dalam 3 bulan kagar gula turun pelan-pelan menjadi 200 mg/dL. Latihan rutin merangsang tubuh bekerja dengan baik dan membuang racun, sehingga kemampuan tubuh menyerap gula bagus, dan gula tidak banyak kumpul di darah.

Selain di darah, gula juga disimpan di otot dan hati, tapi cadangan gula di otot terbatas. Latihan akan membuat otot ‘lapar’ terhadap gula sehingga gula di darah bisa ditangkap dan dibakar. Kalau hati sehat, kerjanya baik, racun-racun dibuang sehingga bisa menyimpan gula lebih optimal.

Siapa pasien yang ikut berlatih di sini?

Beberapa pasien asma. Yang lain adalah pasien hipertensi yang tadinya minum 4 macam obat, kini cukup 1 dan tensinya terkontrol.

Pasien diabetes yang gulanya tinggi bahkan dengan kombinasi obat oral dan  insulin, juga membaik. Dosis insulin yang tadinya 3x sehari jadi 1x sehari, dan pasien tidak merasa lemas dan ngantuk.

Makin yakin dengan latihan, penyakit makin terkontrol. Tapi, dari sisi ilmiah, obat tidak boleh ditinggalkan.  Pada akhirnya diharapkan tercapai kondisi seimbang dan sinkron, antara fisik dan fungsi mental-spiritual, dan fungsi tubuhnya.

Latihan dilakukan 2x seminggu; 1x berlatih jurus, 1x latihan napas. Di rumah diulang, mana yang dibutuhkan. Kalau butuh berkeringat, perbanyak jurus, kalau butuh relaksasi perbanyak pernapasan.  (nid)