Saraf Kejepit, Penyakit Kedua Terbanyak di Dunia Setelah Influensa | OTC Digest

Saraf Kejepit, Penyakit Kedua Terbanyak di Dunia Setelah Influenza

Saraf terjepit banyak dialami di dunia dan dapat menurunkan kualitas hidup. Seperti dialami Ny. Sumiyasih (63 tahun), ia dilarikan ke IGD sebuah rumah sakit. Karena saat menggendong cucu, tiba-tiba ia kesakitan di bagian pinggang sampai tidak kuat berdiri; kita menyebutnya “saraf kejepit”. Padatnya pekerjaan atau aktivitas fisik dapat menyebabkan masalah pada otot, tulang dan sendi; disebut masalah muskuloskeletal.

Nyeri otot, tulang, sendi dan saraf terjepit kerap dijumpai. Hampir 80% masyarakat perkotaan pernah mengalami gangguan muskoleskeletal, derajat ringan sampai berat. Saking kerapnya, gangguan ini dinobatkan sebagai penyakit kedua terbanyak di dunia setelah influenza. Indonesia menduduki peringkat ke 5 terbanyak di dunia.

Menurut dr. Ferius Soewito, SpKFR, QWP, ahli rehabilitasi muskuloskeletal dari Klinik Flex Free, Jakarta, bila otot menerima beban statis berulang dalam waktu lama, “Berpotensi menyebabkan kerusakan pada sendi, ligamen atau tendon (jaringan ikat yang melekatkan antarsendi).”

Gangguan tersebut disebabkan aktivitas berlebih, cidera saat berolahraga, trauma, postur yang kurang baik, pekerjaan berulang-ulang dengan posisi tubuh tidak tepat, stres, pemakaian sendi yang berlebihan, faktor genetik, penyakit rematik atau karena usia yang tak lagi muda.

“Gerakan menggendong awalnya tidak masalah. Kalau dilakukan terus-menerus, berkali-kali dalam sehari, lama-lama sendi tidak kuat. Saraf bisa terjepit, kaku otot dan lainnya,” kata dr. Ferius. 

Mereka yang mengalami gangguan pada sistem muskuloskeletal akan mengeluhkan nyeri, bengkak, kekakuan, kelemahan, kelumpuhan otot dan hal-hal lain yang menghambat kegiatan penderita.

Usia harapan hidup yang meningkat, berbanding lurus dengan kekerapan penyakit ini dialami. Lansia (lanjut usia) kerap mengeluh nyeri lutut, bahu dan pinggang. Pada mereka yang lebih muda, keluhan lebih banyak karena cidera olahraga atau karena pekerjaan.

“Nyeri leher bisa karena terlalu lama melihat monitor  komputer. Ada pasien yang masih muda menderita carpal tunnel syndrome (sindroma/pembengkakan terowongan karpal, yang ditengarai dengan nyeri di pergelangan tangan), karena terlalu sering main handphone,” jelas dr. Ferius. 

Pada lansia atau yang lebih muda keluhan pertama adalah adanya rasa nyeri, berkembang pada keterbatasan gerak. Jika berlangsung bertahun-tahun, akan terjadi ketidakseimbangan otot. Gerakan menjadi tidak normal dan akhirnya kualitas hidup menurun.

Penderita biasa mengatasi dengan mengonsumsi obat pereda nyeri. Meski begitu, fungsi alat gerak tubuh belum dapat kembali optimal. Perlu penanganan rehabilitasi medik menyeluruh (holistic). Operasi adalah pilihan terakhir.

 

Sindroma metabolik dan gangguan muskuloskeletal

Dr. Arif Soemarjono, SpKFR, FACSM, dari Klinik Flex Free, menjelaskan bahwa masalah muskuloskeletal juga kerap berhubungan dengan penyakit sindroma metabolik, seperti diabetes mellitus, hipertensi, hiperkolesterol dan obesitas.

Diabetes kronik dapat menyebabkan perubahan kuantitas dan kualitas struktur tulang, sendi, kulit dan jaringan lunak. Gangguan muskuloskeletal yang terjadi pada penderita diabetes mellitus, meliputi komplikasi pada jaringan lunak : frozen shoulder (bahu kaku), tenosinovitis (peradangan pada tendon dan jaringan pelindung di sekeliling tendon), gangguan pada otot fleksor (otot pada bagian yang menekuk) dan keterbatasan lingkup gerak sendi. (jie)


Ilustrasi: www.freepik.com-Designed by rawpixel.com / Freepik