Probiotik untuk Tambahan Pengobatan H. Pylori | OTC Digest

Probiotik untuk Tambahan Pengobatan H. Pylori

Satu dari lima penderita sakit maag di Indonesia, memiliki infeksi Helicobacter pylori (H. pylori). Ini berdasar penelitian yang dilakukan dengan contoh (sample) dari lima kota besar di Indonesia. Secara global, diperkirakan 2/3 dari populasi dunia memiliki bakteri ini dalam tubuh mereka. Prevalensinya lebih tinggi di negara dengan tingkat kebersihan dan sanitasi yang kurang baik, karena penularan utamanya melalui makanan/air yang tercemar. Juga dari orang ke orang, misalnya melalui air liur atau kebiasaan meniup makanan untuk anak.

Sebagian besar orang yang terpapar H. pylori tidak menderita luka (tukak) lambung atau gangguan lain, tapi kemungkinan terjadinya tukak lambung selalu ada. H. pylori adalah bakteri dengan ‘rambut-rambut’ panjang (flagella); ini yang menciptakan pergerakan pada H. pylori dan membuatnya dapat menembus lapisan mukus lambung dan mencapai sel-sel epitel di bawahnya, yang memiliki pH (kadar keasaman) netral, sehingga terhindar lingkungan lambung yang asam.

Bakteri ini juga memroduksi urease dalam jumlah besar. Zat ini memecah urea lambung menjadi karbondioksida dan amonia, kemudian menetralkan asam lambung. Amonia yang dihasilkan H. pylori juga merusak sel-sel epitel lambung, menyebabkan inflamasi, bahkan berpotensi sebagai karsinogen (zat penyebab kanker). Rusaknya lapisan mukosa lambung, membuat dinding lambung bersentuhan langsung dengan asam lambung sehingga terjadi luka atau tukak lambung. Selain menimbulkan nyeri dan perdarahan di lambung, hal ini dapat mengganggu proses pencernaan makanan.

Oleh Organisasi Kesehatan Dunia WHO, H. pylori digolongkan sebagai karsinogen, karena dapat menyebabkan kanker lambung dan kanker getah bening di mukosa lambung (gastric MALT lymphoma). Mereka yang menderita atau pernah menderita infeksi H. pylori berisiko 2,7 hingga 12 kali terhadap kanker lambung. Infeksi di usia dini, meningkatkan risiko tersebut.

Beruntung, insiden kanker lambung di Indonesia terbilang rendah, meskipun infeksi H. pylori tinggi, bahkan pada anak. Ditengarai, kuman H. pylori di Indonesia tidak seganas di negara lain, misalnya Jepang, yang insiden kanker lambungnya begitu tinggi. Bukan berarti bisa disepelekan. Bila ada keluhan, infeksi H. pylori harus diobati hingga tuntas.

Antibiotik

Di Indonesia, tengah dilakukan penelitian mengenai ragam H. pylori, termasuk struktur genetiknya. Riset yang dilakukan atas kerjasama Marshall Centre (Australia) dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman ini, diharapkan dapat menemukan pengobatan yang lebih efektif, dengan menyesuaikan struktur genetik bakteri yang terdapat di Indonesia.

Hingga kini, terapi standar untuk mengatasi infeksi H. pylori dilakukan dengan kombinasi antibiotik untuk mengeradikasi H. pylori, dan obat penekan asam lambung (misalnya proton pump inhibitor/PPI). Sebagai lini pertama yakni terapi tripel yang mencakup dua jenis antibiotik dan satu PPI, dan terapi kuadripel sebagai lini kedua, yang mencakup tiga jenis antibiotik plus satu PPI.

Eradikasi yang dilakukan dalam tahap awal, dapat menurunkan 10% angka kematian yang terkait kanker lambung. Di negara dengan kanker lambung rendah, eradikasi dapat mengurangi biaya pengobatan akibat sakit maag. Gangguan pencernaan lain ikut berkurang, sehingga kualitas hidup penderita membaik. Sebuah penelitian menyebutkan, eradikasi H. pylori menurunkan biaya pengobatan yang berhubungan dengan sakit maag hingga 90%.

Probiotik

Sayangnya, pengobatan dengan antibiotik tidak selalu berhasil, karena banyak orang yang sudah ‘kebal’ akibat konsumsi antibiotik yang tidak terkontrol dengan baik. Selain itu, antibiotik bisa menimbulkan masalah lain. Bakteri bermanfaat yang menghuni usus dan bagian tubuh lain, juga ikut mati. Padahal, bakteri jenis ini sangat bermanfaat untuk mendukung system pertahanan tubuh. Saat populasi bakteri ini berkurang drastis atau hilang, mikroba pathogen bisa menyerang. Misalnya Clostridium difficile, yang dapat menyebabkan diare berat.

Penelitian menunjukkan, tambahan probiotik dalam terapi standar dapat meningkatkan keberhasilan pengobatan. Sgouras D, dkk (2004) meneliti manfaat L. casei shirota strain dalam menghambat pertumbuhan H. pylori, baik secara in vitro (di cawan patri) maupun in vivo (pada mahluk hidup). Pada cawan patri, tampak bahwa L. casei Shirota strain menghambat H. pylori.

Penelitian in vivo dilakukan pada 25 ekor tikus yang telah diinfeksi H. pylori. Tikus-tikus ini selanjutnya diberi asupan L. casei Shirota strain, selama 9 bulan. Sebagai kelompok kontrol yakni 25 ekor tikus yang diinfeksi H. pylori tapi tidak diberi probiotik, dan 25 ekor tikus yang tidak diinfeksi tapi diberi L. casei Shirota strain. Kolonisasi H. pylori dan perkembangan gastritis (radang lambung) dinilai pada bulan ke 1, 2, 3, 6 dan 9 setelah infeksi. Pada kelompok probiotik, tampak terjadi penurunan kadar H. pylori di mukosa dan rongga tubuh, dibanding yang ada pada kelompok kontrol yang diinfeksi. Penurunan tersebut disertai berkurangnya radang mukosa lambung aktif dan kronik.

Sahagun-Florrres JE, dkk (2007) melaporkan manfaat L. casei Shirota strain sebagai tambahan di samping terapi tripel untuk eradikasi H. pylori. Sebanyak 33 pasien menerima pengobatan terapi triple, dan 31 pasien mendapat terapi triple ditambah L. casei Shirota strain. Setelah pengobatan, terjadi eradikasi pada 29 pasien di kelompok L. caseiShirota strain (94%), dibanding 25 pasien di kelompok pengobatan yang biasa (76%).

Adapun penelitian oleh Stockenhuber A, dkk (2008) menunjukkan bahwa pemberian L. casei Shirota strain dapat mengurangi terjadinya diare, terkait antibiotik dan/atau infeksi C. difficile akibat konsumsi antibiotik. Penelitian melibatkan pasien yang dirawat di RS yang menerima antibiotik. Selanjutnya, dilakukan perbandingan pada kejadian diare dan infeksi C. difficile antara kelompok yang menerima probiotik dan yang tidak. Tampak bahwa diare dan infeksi C. difficile jauh lebih rendah pada mereka yang menerima probiotik.

Yakult mengandung >6,5 milyar L. casei Shirota strain, probiotik unggul yang tahan terhadap asam lambung dan cairan empedu sehingga dapat mencapai usus dalam keadaan hidup. Penambahan Yakult di samping terapi standar untuk pengobatan infeksi H. Pylori, dapat meningkatkan keberhasilan terapi. Konsumsi Yakult sehari-hari secara rutin dan kontinyu minimal 1 botol/hari, akan menyehatkan saluran cerna. (nid)