Pengobatan yang efektif untuk Asam Urat
pengobatan asam urat

Pengobatan Asam Urat

Asam urat (gout, artritis gout atau pirai) termasuk jenis penyakit rematik. Menurut Prof. Dr. dr. Harry Isbagio, Sp.PD-KR dari Bagian lmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, pengobatan gout atau asam urat, terbagi 2 tahap. Tahap pertama, dengan obat-obatan seperti kolkisin, obat anti-inflamasi non steroid (OAINS) dan kortikosteroid. Pengobatan ini untuk menghilangkan rasa nyeri penderita. Pengobatan tahap pertama bertujuan menekan serangan radang sendi akut,” kata Prof. Harry. Banyak penderita mengeluh, jangankan digerakkan, tersentuh pakaian saja sakit.

Setelah rasa nyeri menghilang, dilakukan pengobatan tahap kedua. Tujuannya menurunkan kadar asam urat dalam darah, dengan obat seperti alopurinol dan probenesid. Selain menurunkan kadar asam urat darah, pengobatan ini bisa mencegah terjadinya serangan.

Dokter kadang memberi obat melindungi lambung, terutama untuk pasien lanjut usia. Ketika terjadi serangan, dokter biasanya tidak memberikan obat penurun kadar asam urat, sebab sakit yang dialami pasien malah bisa lebih lama.

Menurut Prof. Harry, “Asam urat itu seperti penyakit diabetes melitus, tidak bisa sembuh.” Tapi, serangan yang cenderung makin sering terjadi, bisa dicegah. Caranya dengan menjaga agar kadar asam urat tetap normal (di bawah 7 mg/dl untuk pria dan di bawah 6 mg/dl untuk wanita), dengan diet, memantang makanan tinggi purin, banyak minum air putih dan  berobat teratur.              

“Kepatuhan minum obat menjadi kata kunci,” ujarnya. Agar memperoleh penanganan yang tepat dan menyeluruh, penderita sebaiknya konsultasi secara teratur. Awalnya, konsultasi dan cek kadar asam urat darah dilakukan 1x sebulan, kemudian 3 bulan sekali.

“Umumnya, penderita hanya minum obat saat  penyakitnya kambuh. Padahal, obat harus diminum terus menerus. Seumur hidup,” ujarnya. Bila penderita patuh dan rajin kontrol, serangan asam urat bisa dihindari.

Minum obat terus menerus, apakah tidak menimbulkan efek samping, terhadap ginjal misalnya? “Risiko efek samping 1:1000. Kalau tidak berobat teratur, akibatnya bisa lebih berat. Bisa gagal ginjal,” ujarnya. (jie)