Pemeriksaan Gejala Tifus | OTC Digest

Pemeriksaan Gejala Tifus

Menjelang pergantian musim, muncul berbagai penyakit, khususnya penyakit infeksi tropis. Tak terkecuali tifus (demam tifoid), yang angka kejadiannya meningkat pada musim kemarau panjang dan di awal musim hujan. Di Indonesia, angka kejadiannya mencapai 900.000 kasus/tahun, dan 91% terjadi pada usia -19 tahun. Angka kematian mencapai 20.000.

Masa inkubasi penyakit ini 8-14 hari. Waspadai jika pada minggu pertama ada gejala demam, sakit kepala, mual, muntah, sakit perut, nafsu makan turun, diare (pada anak), sulit BAB (dewasa), dan suhu tubuh naik terutama pada sore dan malam hari. Minggu kedua, gejala bertambah jelas: demam tinggi terus menerus, nafas tak sedap, kulit, rambut dan bibir kering, lidah tertutup selaput putih, hati dan limpa membesar dan nyeri bila diraba, perut kembung. Bisa disertai gangguan kesadaran diri ringan (acuh tak acuh), sampai berat (koma).

Komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit akibat infeksi bakteri salmonella thypi ini cukup berat. Antara lain komplikasi pendarahan, kebocoran usus, infeksi selaput usus, radang paru dan kelainan di otak.

Umumnya, dokter bisa segera menenali gejala klinis tifus. Untuk menegakkan diagnosis, bisa ditunjang dengan pemeriksaan lab. Ada berbagai macam dan metode pemeriksaan, tapi secara umum, ada tiga yang biasa dilakukan: kultur gall (biakan empedu), Widal dan tes Tubex. Ketiganya menggunakan sampel darah.

Pemeriksaan kultur gall ditujukan untuk mencari Salmonella thypi dalam darah. Untuk kultur gall, sampel darah (2-4 ml untuk anak, 10-15 ml untuk dewasa) yang telah diambil, diisolasi untuk membiakkan bakteri bakteri tersebut. Sebaiknya dilakukan pada minggu pertama, terutama bila belum mendapat antibiotik. Jika sudah lewat dari minggu pertama atau sudah mendapatkan antibiotik, sensitivitasnya turun. Spesifisitasnya baik tapi kurang sensitif, dan membutuhkan waktu lama (4-6 hari) untuk mendapatkan hasilnya.

Tes Widal menentukan kadar aglutinasi (penggumpalan) antibodi terhadap antigen O dan H. Idealnya, tes Widal dilakukan dua kali, yakni pada fase akut, dan pada 7-10 hari setelahnya, untuk menilai apakah emmang ada infeksi S. Thypi baru, karena antibodi baru terbentuk pada hari 5 – 7 ke atas. Meski sering dijadikan patokan untuk diagnosis tifus, sebenarnya tes Widal terbilang lemah; sering terjadi false positif dan false negatif. Artinya, hasil bisa jadi jadi negatif, padahal sebenarnya positif. Sebaliknya, hasil tes bisa positif akibat imunisasi penyakit tifus sebelumnya, atau infeksi oleh kuman lain.

Adapun tes Tubex mendeteksi antibodi IgM terhadap antigen O9, yang sangat spesifik terhadap bakteri Salmonella thypi. Hasilnya terlihat dari hasil warna yang muncul pada tabung tes. Jika warna berubah (dari biru menjadi merah), berarti hasilnya negatif. Sebaliknya jika warna tidak berubah, maka terdapat antibodi, yang menandakan adanya perlawanan terhadap infeksi Salmonella thypi.

Metode ini sangat praktis dan hanya memerlukan waktu beberapa menit untuk mengetahui hasilnya. Akurasi, spesifisitas dan sensitivitasnya hampir 100%, sehingga kepastian pengobatan bisa segera dilakukan.

Pemeriksaan tifus bisa dilakukan di klinik laboratorium dan/atau rumah sakit terdekat. Apapun pilihan metodenya, yang penting dikerjakan sesuai dengan kondisi pasien dan waktu pemeriksaan, agar hasilnya optimal. (nid)