Pantangan Penderita Leukemia jangan makan Jeruk Bali dan Delima
Pengobatan LGK

Pasien LGK Bisa Hidup Normal

Kanker langka LGK (leukemia granulositik kronis) tidak mengenal stadium, melainkan fase. Ada tiga fase: (1) kronik, (2) akselerasi dan (3) krisis blastik. Pada fase kronis, gejala  ringan, malah tidak disadari. Akselerasi adalah fase peralihan.

Pada fase krisis blastik, pasien rentan infeksi. “Sedikit-sedikit kena flu dan/atau demam. Perut terasa begah, tubuh makin kurus,” terang dr. Hilman Tadjoedin, Sp.PD-KHOM dari Perhompedin. Jumlah leukosit bisa ratusan ribu tapi kualitasnya tidak bagus. Dalam darah putih banyak sel-sel muda, bukan sel matang. “Bila tidak ditangani, bisa terjadi leukemia akut,” imbuhnya.

Kadar leukosit yang tinggi (>100.000/µL) bisa memicu leukostasis, yakni sumbatan pada pembuluh darah kecil (mikrovaskular) seperti di otak. Leukostasis termasuk kondisi darurat yang  sering terjadi pada pasien leukemia akut atau LGK fase krisis blastik. Pengobatan LGK yakni terapi target, dengan obat TKI (tyrosine kinase inhibitor). Menurut dr. Hilman, obat TKI memblokir interaksi yang memicu perkembangbiakan protein BCR-ABL. Efek dominonya, sinyal untuk memproduksi sel darah putih secara berlebihan terhambat.

Dosis obat TKI oral (diminum) disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Meski LGK sudah tertangani dengan baik, obat harus diminum seumur hidup, untuk mencegah sel-sel granulosit abnormal kembali berkembang.

Empat tahap perkembangan respon pengobatan LGK yakni EMR (early molecular response), CCyR (complete cytogenic response), MMR (major molecular response) dan MR 4.5 (respon yang lebih mendalam). Pada EMR, kadar BCR-ABL <10%. Respon ini membantu prediksi MMR dan MR4.5 di kemudian hari, serta progresi pengobatan dan kesintasan (survival).

Bila pengobatan berhasil, akan meningkat ke CCyR, di mana BCR-ABL <1% berdasar skala internasional. Respon makin baik, masuk ke tahap MMR yang berarti BCR-ABL <0,1%. Artinya, hanya ada satu sel ganas di antara 1.000 sel normal. “Disebut, penyakitnya tidak terdeteksi. Dalam 12 bulan diharapkan sudah tercapai,” papar dr. Hilman. Respon terakhir yakni MR4.5; BCR-ABL <0,0032% dan sel-sel leukemia sangat rendah atau hampir tidak terdeteksi oleh metode pemeriksaan yang paling sensitif sekalipun.

 

Bisa hidup normal

Pasien LGK bisa hidup normal. Relatif tidak ada pantangan makan maupun aktivitas fisik. “Semua boleh dimakan, termasuk daging kambing,” ucapnya. Justru saat pengobatan intensif, tidak dianjurkan membatasi makan. Terutama saat muncul rasa mual; makan saja apa yang diinginkan.

Merokok perlu dihindari. Juga buah tertentu yakni jeruk bali atau grapefruit dan delima. Jeruk bali dapat meningkatkan kadar TKI dalam darah hingga 2-4x lipat, membuat obat terlalu banyak di dalam tubuh. Delima bisa berinteraksi dengan TKI. Pilihan olahraga perlu diskusi  dengan dokter, disesuaikan dengan kondisi tiap pasien. Dan, jangan memaksakan diri berolahraga bila kondisi kurang fit. (nid)

 

Pasien LGK Bisa Hidup Normal

 

Kanker langka LGK (leukemia granulositik kronis) tidak mengenal stadium, melainkan fase. Ada tiga fase: (1) kronik, (2) akselerasi dan (3) krisis blastik. Pada fase kronis, gejala  ringan, malah tidak disadari. Akselerasi adalah fase peralihan.

Pada fase krisis blastik, pasien rentan infeksi. “Sedikit-sedikit kena flu dan/atau demam. Perut terasa begah, tubuh makin kurus,” terang dr. Hilman Tadjoedin, Sp.PD-KHOM dari Perhompedin. Jumlah leukosit bisa ratusan ribu tapi kualitasnya tidak bagus. Dalam darah putih banyak sel-sel muda, bukan sel matang. “Bila tidak ditangani, bisa terjadi leukemia akut,” imbuhnya.

Kadar leukosit yang tinggi (>100.000/µL) bisa memicu leukostasis, yakni sumbatan pada pembuluh darah kecil (mikrovaskular) seperti di otak. Leukostasis termasuk kondisi darurat yang  sering terjadi pada pasien leukemia akut atau LGK fase krisis blastik. Pengobatan LGK yakni terapi target, dengan obat TKI (tyrosine kinase inhibitor). Menurut dr. Hilman, obat TKI memblokir interaksi yang memicu perkembangbiakan protein BCR-ABL. Efek dominonya, sinyal untuk memproduksi sel darah putih secara berlebihan terhambat.

Dosis obat TKI oral (diminum) disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Meski LGK sudah tertangani dengan baik, obat harus diminum seumur hidup, untuk mencegah sel-sel granulosit abnormal kembali berkembang.

Empat tahap perkembangan respon pengobatan LGK yakni EMR (early molecular response), CCyR (complete cytogenic response), MMR (major molecular response) dan MR 4.5 (respon yang lebih mendalam). Pada EMR, kadar BCR-ABL <10%. Respon ini membantu prediksi MMR dan MR4.5 di kemudian hari, serta progresi pengobatan dan kesintasan (survival).

Bila pengobatan berhasil, akan meningkat ke CCyR, di mana BCR-ABL <1% berdasar skala internasional. Respon makin baik, masuk ke tahap MMR yang berarti BCR-ABL <0,1%. Artinya, hanya ada satu sel ganas di antara 1.000 sel normal. “Disebut, penyakitnya tidak terdeteksi. Dalam 12 bulan diharapkan sudah tercapai,” papar dr. Hilman. Respon terakhir yakni MR4.5; BCR-ABL <0,0032% dan sel-sel leukemia sangat rendah atau hampir tidak terdeteksi oleh metode pemeriksaan yang paling sensitif sekalipun.

 

Bisa hidup normal

Pasien LGK bisa hidup normal. Relatif tidak ada pantangan makan maupun aktivitas fisik. “Semua boleh dimakan, termasuk daging kambing,” ucapnya. Justru saat pengobatan intensif, tidak dianjurkan membatasi makan. Terutama saat muncul rasa mual; makan saja apa yang diinginkan.

Merokok perlu dihindari. Juga buah tertentu yakni jeruk bali atau grapefruit dan delima. Jeruk bali dapat meningkatkan kadar TKI dalam darah hingga 2-4x lipat, membuat obat terlalu banyak di dalam tubuh. Delima bisa berinteraksi dengan TKI. Pilihan olahraga perlu diskusi  dengan dokter, disesuaikan dengan kondisi tiap pasien. Dan, jangan memaksakan diri berolahraga bila kondisi kurang fit. (nid)

 

.